17: Mati Rasa

5.8K 634 98
                                    

Trip bulan madu yang digadang akan selesai dalam seminggu akhirnya terlaksana. Lima hari lalu, sepasang pengantin itu sudah kembali ke rumah. Memang asyik menghabiskan waktu di tempat indah Maldives. Hanya saja, James dan Bela cukup tahu diri, jika mereka hidup bukan hanya untuk bersenang-senang. Masih banyak hal yang harus diurus di sini. Pekerjaan kantor James dan tugas skripsi Bela adalah salah satunya.

Tapi sepertinya hari ini, kedua manusia itu masih setia di balik gumpalan selimut tebal. Meski jam dinding sudah menuju angka sembilan, kedua orang itu masih sibuk dengan dunia mimpinya.

Suasana rumah Liam sudah berubah 90°. Susan bukan lagi sesosok manusia menyeramkan yang terasa akan membunuh orang lewat tatapannya. Meski masih berimage tegas, namun ia juga sudah banyak tersenyum dan bersikap hangat. Begitupula dengan sang putra yang awalnya menjiplak semua sikap Susan. James sudah sangat hangat sekarang. Jika dulu dunianya hanya milik pekerjaan, sekarang sepertinya itu bukanlah hal utama lagi. Ia bahkan sudah sering menghabiskan waktunya bersama keluarga. Tak pernah melewatkan sarapan dan makan malam bersama di rumah.

Tok.. Tok.. Tok..

Ini kali ketiganya pelayan mengetuk pintu kamar James dan Bela. Dan kali ketiga juga tak ada sahutan apa-apa dari dalam.

"Tak usah dibangunkan."

Susan mengintrupsi. Ia juga menyapu langkah ke depan pintu kamar sang anak dan menantu. Setelah membungkuk hormat, si pelayan tadi berlalu untuk mengindahkan perintah sang majikan. Susan tak dapat menahan diri untuk tak tersenyum. Setelah menggeleng pelan, ia membawa langkah untuk beranjak pergi juga dari sana. Memeriksa perkembangan perusahaan di ruang kerja pribadi sebelah utara rumah sepertinya lebih bagus dari pada menunggu dua orang di dalam bangun.

"Eugh.."

Bela menggeliat dalam tidur. Setelah mendapat sedikit kesadaran, ia mengusap mata. Berharap beratnya terbuka akan berkurang. Jam yang tersemat di dinding kamar ditoleh. Matanya sedikit menyipit untuk memastikan lagi apa yang dilihat, karena pandangannya masih sedikit buram.

"Astaga!" terkejut bukan main saat mendapati sudah tinggi hari. Tubuh yang masih dalam dekapan erat itu berupaya diloloskan. Bukannya terlepas, ia malah dicekal lebih kuat.

"James, sudah hampir siang. Kau harus bekerja, bukan?"

Kelopak mata James ikut terbuka. Ia melirik wajah cantik Bela yang masih tunduk dalam kukuhannya. Selepas itu, melirik jam yang tersemat di dinding.

"Biarkan saja. Aku masih ingin tidur denganmu." James sama sekali tak peduli. Pelukan makin dieratkan beserta wajah yang ia benamkan di ceruk leher Bela.

Bela menggeleng tersenyum. Baiklah. Jika begitu, ia pun juga masih ingin menikmati ini. Sebelah tangannya ikut berperan untuk memeluk James. Ini adalah favoritnya. Berbagi kehangatan dengan James adalah hal terbaik.

"James.. jangan nakal. Kau membuatnya geli."

Senyuman miring tercetak dari wajah tampan James, ia tak menggubris peringatan istrinya. Ia terus mengendus leher Bela.

"Jangan. Kau akan membuatnya-- Ah! James!"

James terkekeh. Ia memang sengaja melakukannya untuk memancing kekesalan Bela yang berujung sesuatu yang mengemaskan.

"James jangan. Akan terlalu sibuk memasang fundation di sana."

"Aku tak bisa berhenti."

Baiklah. Lagi-lagi Bela memang tak bisa menolak jika sudah begini. James bebal, keras kepala, dan nafsuan! Tapi sebut juga Bela gila, karna menyukai itu semua. Entah sudah berapa banyak bercak yang dihasilkan James, yang Bela lakukan hanya menerima. Astaga, itu terjadi antara pasrah atau memang Bela gila karna menyukainya.

Second Wife (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang