34: Be Mom and Dad

5.5K 555 65
                                    

Masih terbilang sangat pagi saat ini. Namun suasana di dapur sudah sangat ramai. Bibi Ahn serta satu pelayan lain yang lebih muda darinya, menjalankan agenda pagi mereka, yakni memasak untuk sarapan. Tak jauh dari dua wanita itu, Bela juga terlihat sedang mengurusi adonan kuenya.

Sejak pukul empat pagi tadi, ia sudah turun ke dapur ingin membuat kue. Wanita itu memang selalu mencari kegiatan lain jika suasana hatinya sedang tak baik. Sejak semalam, Bela tidak bisa berhenti memikirkan masalah yang bergejolak dalam kepalanya. Ia nyaris tidak tidur semalaman hanya karena bentakan James yang terasa begitu membuatnya.... Entahlah. Semua rasa membuncah dalam otaknya, jadi Bela tak bisa mendeskripsikan perasaan mana yang lebih dominan. Yang pasti, suasana hatinya bersebrangan dengan kata baik untuk saat ini.

Adonan kue yang sedang diaduk tangan, namun tak terperhatikan mata, sudah mengembang sejak tadi. Baik Bibi Ahn ataupun pelayan muda yang bersamanya, tak berani menyeru wanita nan tengah melamun tersebut. Meski Bela dikenal dengan tipikal yang sangat ramah, tapi tetap saja, ada rasa tak enak menegur seseorang yang bernotaben majikan.

"Halo?"

Seruan lain datang. Bela terkesiap lantaran dipaksa keluar dari lamunannya. Ia gelagapan sendiri saat pandangannya bertemu dengan orang yang menyeru.

"Oh, Bibi? K-kau tadi bicarakan sesuatu padaku?"

Wanita yang terlihat masih sangat cantik meski sudah berumur itu tersenyum hangat, "Sejak tadi aku perhatikan, kau banyak melamun. Jika boleh tahu, apa ada masalah?"

Bela membenahi raut wajah. Senyuman canggung dipaksakan untuk keluar, "Ah, tidak. Aku tidak melamun, bibi." dustanya, yang sebetulnya tidak perlu, karena siapaun yang melihat pasti tahu jika gadis itu sedang melamun.

Wanita itu mengerutkan dahinya, "Jika tidak melamun, adonan kuemu pasti tak akan terkena imbasnya." percampuran tepung dan telur yang nyaris melimpah saking penuhnya, dilirik.

Mata Bela membulat saat ia mengikuti arah pandang wanita yang bicara dengannya. "Astaga." coba katakan pada Bela, sudah berapa jam ia mengaduk benda ini?

Wanita itu menggeleng tersenyum, ia menyapu langkah untuk lebih mendekat lagi, "Mari aku bantu."

"Tidak perlu repot, bi. Pakaianmu bisa kotor."

"Tidak repot. Masalah pakaian, aku bisa ganti nanti. Sekarang, ayo selamatkan nasib kue ini dulu."

Bela sedikit terkekeh, dibalas hal serupa oleh wanita itu.

"Baiklah.."

Mereka melanjutkan acara membuat kue berdua. Nasib baik, wanita itu datang, sehingga adonan yang dibentuk, sudah terpanggang semua, tinggal satu trip lagi yang kini berada dalam lemari pemanggang. Jika tadi Bela terus dibiarkan sendiri, entah akan selesai berapa lama. Karena wanita itu lebih banyak menghabiskan waktunya melamun ketimbang melanjutkan kegiatannya.

Ting!

Kali ketiga lemari pemanggang berdenting. Beralaskan sarung tangan, Bela mengeluarkan nampan kue yang ada di dalam oven.

"Ehm, Bela? Namamu Bela kan?"

"Mmm," Bela mengangguk membenarkan. "ada apa, bibi?"

"Tidak. Hanya saja kita tak sempat bicara banyak semalam." ungkapnya yang lagi-lagi disertai senyuman hangat. "Oh ya, ku dengar dari Amelia kau sedang mengandung?"

Bela membuka sarung tangannya lalu tersenyum dan mengangguk membenarkan. "Emm, baru hampir menginjak 3 bulan, bi." jelasnya seraya memberi elusan lembut di bagian perut.

"Ku dengar, mereka kembar?"

Lagi-lagi Bela mengangguk, "Perkiraan dokter memang kembar."

Wanita itu kembali tersenyum lembut, namun kali ini tangannya tidak diam. Dibelainya pucuk kepala Bela tak kalah lembut, "Jagalah kedua anakmu dengan baik."

Second Wife (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang