1. Si Murid Baru

324 38 11
                                    

Kelas 11 IPA 3 punya semboyan unik yang membuat Qila tertawa begitu diberi tahu oleh Laras, teman sekelas yang pertama kali mengajaknya berbicara. D25. Singkatan itu diawali dengan ‘Duduk di Dekat Dwiyanto dan Dini Diem-dieman’ dan berakhir dengan ‘Dikasih Duit Diumpatin D*****’. Sebagian dari murid-murid—termasuk juga Laras—tak hapal tentang bagaimana bagian tengah kepanjangan dari D25, mengingat kata yang berjumlah dua puluh lima.

Berbicara mengenai Dwiyanto dan Dini, mereka kebetulan adalah ketua dan wakil kelas yang dilantik sedari kelas 10. Murid-murid yang malas membuat pemilihan ulang, kemudian menjadikan dua siswa-siswi itu menjadi petugas inti yang menjadi ‘pembantu’ guru apabila ada suatu dan lain hal. Sederhananya, mereka menjabat dua periode, termasuk juga sekretaris, bendahara, dan petugas buku.

Qila sendiri masih belum terlalu membiasakan diri dengan bagaimana cara kerja kelas ini. Sama halnya dengan kelas lain, selalu ada murid ambisius, murid pintar, murid cantik, murid kemayu dengan gincu merah, atau bahkan murid bandel yang pekerjaannya hanya menguji kesabaran guru pengajar yang memasuki kelas. Semuanya tergabung dalam satu kelas yang sama.

Laras, orang pertama kali menyapanya adalah sosok yang begitu menarik. Gadis itu terlihat punya beberapa penggemar dari kelasnya sendiri. Kulitnya memang tak terlalu putih, tetapi wajahnya begitu cantik, sampai-sampai Qila benar-benar ingin menukar kepalanya meski hanya satu menit saja untuk menikmati peran sebagai orang cantik. Kendati demikian, Laras tampaknya bukan sosok yang dengan mudah menebar pesona terhadap para lelaki yang jelas-jelas memberikan perhatian lebih terhadapnya. Gadis itu dengan mudahnya bersikap santai kala mereka memberi siulan atau mungkin memberi panggilan yang mengganggu. Sederhananya ia memilih untuk abai dan tak peduli.

"Lo kapan-kapan harus pergi ke kantin. Jajanan yang dijual di sana emang debes pokoknya." Laras tertawa kalem. Selain diberkahi wajah yang menawan, sikapnya tampak begitu perempuan keraton yang jika melihatnya saja bisa membuat iri tiga hari lima malam. Qila menyebutnya sebagai remaja yang ditakdirnya sebagai perempuan tulen.

"Tapi jangan heran kalo ada cowok kurang ajar yang matanya pengen dibentuk segi empat. Biasalah, anak cowok mana ada yang bener." Sedang yang satu ini, namanya Devina. Gadis itu sebenarnya adalah teman dekat Laras sedari SMP. Mereka memutuskan untuk bersekolah di sekolah dan belajar di kelas yang sama pula. Herannya, perilaku mereka berdua ini begitu berbanding terbalik.

Jika Laras benar-benar tampak seperti pemenang kontes ratu sejagad, maka Devina malah tampak seperti tokoh Maleficent dalam kartun Sleeping Beauty. Matanya tajam, tinggi tubuhnya mungkin sudah lebih dari 170 sentimeter, sedang kata-katanya terdengar sangat tegas sedari awal bertemu. Namun, sosok seperti Devina ini, harus Qila akui adalah orang langka yang akan jarang ditemui di sekolah menengah atas seperti sekarang ini.

Hari pertama Qila berada di sekolah terakreditasi A ini, ia harus mengakui jika suasana sekolah lama dan sekolah barunya cukup berbeda.

"Lo mah. Baru juga gue cerita yang baik-baik soal ini sekolah, lo udah ngebuat cerita yang jeleknya aja." Laras menegur dengan kata-kata lembutnya. Mendengar pernyataannya yang demikian, Qila semakin yakin jika gadis itu kemungkinan besar bisa menjadi istri gubernur salah satu provinsi sepuluh tahun mendatang. Entah mengapa ia bisa membayangkan Laras yang dengan mudah mengayomi ibu-ibu yang sedang datang dalam sosialisasi entah dalam rangka apa.

"Kita imbang, Ras. Lo bicara soal positifnya, gue bicara soal negatifnya." Devina menjawab dengan nada terlewat santai. "Lagian, lo aja tahu nilai angka positif kalo dibagi negatif hasilnya negatif. Nilai angka negatif kalo dibagi positif nilainya negatif. Imbang, Ras. Positif bagi positif hasilnya positif, negatif bagi negatif hasilnya positif."

Mendengar pernyataan sedemikian kritisnya, Qila yakin jika Devina adalah siswi yang pintar. Setidaknya, gadis itu bisa masuk lima besar saat rapor dibagikan tiap akhir semester. Ah, Qila semakin merasa minder dengan dua lawan bicaranya tersebut.

HE (DOESN'T) LOVE(S) ME[2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang