PROLOG

531 37 11
                                    

Perhatian: Mohon mampir dulu di IF I HAD MAGIC sebelum membaca cerita ini. Memang bisa dibaca terpisah. Cuma ada beberapa hal yang nanti kusinggung di sini akan berkaitan sama cerita itu. Makasih yang udah menyempatkan diri membaca:)

***

"Sayang sama Raka?"

Kala pertanyaan itu dilontarkan oleh sosok Arsya yang memasuki kamar, Qila lantas mengangkat wajah. Dijawabnya pertanyaan itu dengan satu kali anggukan ragu.

"Terus kenapa murung terus?" Ia mengambil tempat di sisi Qila yang kosong.

Ada isakan kecil yang keluar sebagai respon dari pertanyaan yang kedua. Perlahan, saat tubuhnya ditarik mendekat, ia tak memberontak tak juga membalas. Ia hanya membiarkan tubuhnya diberi ketenangan oleh pemuda itu sebagaimana mestinya.

"Jangan nangis. Masa udah gede nangis, sih? Jangan nangis, ya."

Tangan Qila tergerak untuk membalas pelukan itu sedemikian rupa. Diremasnya kaos yang dikenakan lawan perannya. "Qila kekanakan, ya?" tanyanya dengan suara serak akibat tangis.

"Siapa yang bilang gitu?"

Qila terdiam, membiarkan surainya dielus lembut. "Raka," jawabnya setelah beberapa saat.

"Qila nggak kekanakan. Ini kan emang karakter kamu. Tiap orang punya karakter sendiri-sendiri, Qil."

Sayangnya, pernyataan yang menenangkan tersebut tak mampu menghilangkan rasa gundah yang tengah menghampirinya. Berkali-kali Raka menyebutnya kekanakan, sedang benaknya terus saja memikirkan hal tersebut. Entah sampai kapan perasaan ini akan kembali redam. Qila merindukan hal tersebut.

***

Bagaimana prolognya kawan? Sesuai harapan kalian?

Aku berharap cerita ini bisa update tiap malam kaya Rara-Arka, tapi ya lihat-lihat kondisi dulu. Kalo aku emang bener-bener nggak sibuk, bisa kulakuin hal itu. Cuma kalo emang lagi didera kesibukan lain, ya moon maap aku pamit dulu.

Jangan lupa tinggalin jejak, ya.

ELFA

HE (DOESN'T) LOVE(S) ME[2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang