15. Rangkaian Kejutan

72 13 10
                                    

Pagi tadi sebelum berangkat, Qila sudah memberi tahu pada abangnya bahwa ia tidak langsung pulang sekolah. Sebagai salah satu anggota ekstrakurikuler jurnalistik, maka usai pelajaran selesai, ia diwajibkan menghadiri pertemuan perdana yang dari pengumuman tertulis memiliki tujuan untuk bermusyawarah sebelum membentuk susunan kepengurusan baru.

Sebenarnya tak enak juga Qila mengatakan hal ini kepada Arsya. Ia banyak merepotkan abangnya, tetapi dengan mudahnya melanggar aturan yang dibuat pemuda itu. Iya, tentang menjauhi Raka.

Perkara kemarin, sebagai dua orang individu yang tak enakan, ia dan Arsya tak menyela atau mungkin mendebat percakapan dengan Rara. Maka, setelah kalah telak dari wanita tersebut, Rara membuat kesimpulan bahwa hubungannya dengan Raka telah baik-baik saja.

Qila sendiri sebenarnya juga tak mengerti definisi hubungan mereka baik-baik saja, menilik dari sisi Raka maupun Rara. Mereka saja tidak memulai ‘ikatan’ ini dengan benar. Bagaimana bisa jalan cerita ini bisa dihitung secara tepat?

‘Hubungan’ ini masih terlalu sebentar. Namun Qila harus mengakui jika ia merasa tidak nyaman. Menjadi obrolan murid-murid satu sekolah karena prestasi tentu membanggakan. Sayangnya, jika menjadi topik karena gosip tentu jauh dari kata menyenangkan.

Berangkat sekolah, istirahat, pergi ke toilet selama pelajaran, atau bahkan pulang sekolah. Qila meyakini jika namanya sering disebut-sebut—oleh para penggemar Raka—ketika ia tengah melintas. Menjadi pusat perhatian rasanya sungguh aneh.

Sama seperti kali ini. Ruang jurnalis sudah diisi lebih dari dua puluh anggota. Berberapa di antara mereka memang dikenalnya sebagai teman sekelas atau mungkin dari kelas sebelah. Sedang sisanya, ia benar-benar tidak tahu. Rasa pengap bercampur dengan aroma keringat memasuki indera penciuman sehingga membuat rasa tak nyaman semakin mengudara. Mereka—beberapa anggota jurnalistik—sempat Qila dengar tengah membicarakan tentang dirinya.

Tak mampu berbuat banyak, yang Qila lakukan hanyalah melirik mereka sesekali, sehingga para pelaku pergibahan sempat terdiam dan terlihat kikuk. Mungkin jika ia adalah Devina, si Maleficent yang mudah meledak, maka dengan mudahnya ia dapat meletup dalam ruangan ini.

Masih sesekali melirik mereka, Qila merasa bingung begitu suasana ruang jurnalistik mendadak berubah. Banyak di antara anggota terdiam tiba-tiba dan menatap pada satu titik di belakangnya. Belum sempat ia memutar tubuh dan melihat apa yang tengah terjadi ketika seseorang sudah mengambil tempat di kursi kosong sebelahnya terlebih dahulu.

Bola mata Qila nyaris keluar dari tempatnya begitu ia menoleh dan menangkap orang tampan sudah duduk di sana. Iya, Raka. Siswa idola sekolah itu tiba-tiba memasuki ruang jurnalistik begitu saja, seolah memang ia memiliki kuasa untuk melakukan hal ini.

"Ngapain kamu di sini?" tanyanya pelan, berusaha menutupi emosi yang tengah menggelayuti tubuhnya.

"Semuanya sudah ngumpul, kan?" Pertanyaan dari ketua jurnalistik periode tahun lalu membuat jawaban Raka yang nyaris dilontarkan mendadak terpotong. Seraya mendesis kesal, Qila kemudian mengarahkan fokus terhadap enam orang siswi—berstatus pengurus inti lama—yang sudah berdiri di depan.

"Sambil Kak Beta mulai, kita absen dulu, ya." Salah seorang siswi yang Qila tebak sebagai sekretaris, kemudian menyerahkan sebuah lembaran cetak berisi kolom nama dan kelas.

Mencoba mengabaikan keberadaan Raka di sisinya, Qila memilih untuk fokus pada seorang siswi yang tengah menjelaskan tentang tujuan, tugas, serta kewenangan jurnalistik di sekolah. Meskipun sesekali melirik Raka, ia meyakini jika dirinya tidak ketahuan ketika memperhatikan gerak-gerik pemuda itu.

Lagipula, siapa yang tidak akan curiga jika ada seseorang yang berbuat aneh seperti ini? Ia dan Raka itu bukan siapa-siapa. Mereka hanyalah remaja berstatus pacaran tanpa kejelasan. Sehingga kedatangan pemuda itu di sini, tentu terasa ganjil.

HE (DOESN'T) LOVE(S) ME[2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang