Demi apapun, Qila tak mengerti mengenai jalan pikiran Raka. Ini sebenarnya hubungan mereka benar adanya atau tidak, sekarang menjadi terlihat sangat serius. Jika saja memang benar Raka menyukainya, tetapi Qila merasa ini tidak benar dan kurang wajar.
Memang benar apabila orang-orang tampan disukainya karena paras yang menawan. Hanya saja, Qila yakin dalam membangun sebuah hubungan, perlu lebih daripada itu. Fisik toh nantinya akan berubah. Percuma jika menjalin ikatan baru, tetapi hanya melihat dari kulitnya saja.
Namun untuk sekarang. Lupakan segala kerumitan yang ada dalam benak Qila tersebut. Karena pada dasarnya, hubungan mereka masih kalah menyeramkan dengan pertemuan kali ini; pertemuan yang berusaha ia hindari sekuat yang ia bisa. Tahu apa itu? Pertemuan Raka dengan Arsya.
Nyatanya, Qila benar-benar tidak habis pikir dengan tingkah Raka yang berada di luar batas kemampuannya. Benar sekali. Seusai berkata jika mereka benar-benar berpacaran, pemuda itu tiba-tiba menyatakan bahwa ia ingin menemui Arsya secepatnya dan mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.
Tentu saja, Qila yang sudah berharap agar peristiwa tersebut gagal terlaksana, berusaha menahan Raka agar tak bertatap muka dengan Arsya. Nyatanya, segala upaya yang ia lakukan hanyalah kesia-siaan belaka. ‘Pacarnya’ itu punya ribuan jurus untuk mengelak hingga pada akhirnya dua laki-laki dalam garis takdirnya itu bertemu di depan gerbang sekolah.
"Saya Raka." Tidak ada tedeng aling-aling, pemuda itu langsung berkata demikian pada Arsya yang tengah bermain ponsel dengan posisi duduk pada jok motor. Begitu Arsya mengangkat wajah seraya menatapnya dengan raut muka tanya, Raka kembali melanjutkan, "Saya sama Qila pacaran."
Aduh, duh. Sungguh Qila ingin membawa Raka ke pantai agar ‘pacarnya’ dapat dibawa ombak. Tak ada rencana yang jelas, membuat otaknya terasa buntu sekarang. Hubungan mereka saja terkesan main-main, tetapi sudah langsung dibawa menghadap Arsya yang jika sudah menyangkut dirinya tidak bisa diganggu gugat.
"Nama kamu Raka?" Pertanyaan bernada rendah dari Arsya membuat Qila semakin ketar-ketir. Organ dalam tubuhnya terasa seperti luruh ke perut sehingga ia merasa tak nyaman.
Kala Raka mengangguk dan tiba-tiba meliriknya, Qila tak memberi respon berlebih selain melototinya. Enak saja ia akan bersikap baik pada pemuda itu, orang ia saja tidak didengarkan ketika berusaha mencegahnya.
"Qila nggak suka sama kamu. Dia bilang mau cari yang baru."
Ketika ucapan itu tiba-tiba saja terlontar dari celah bibir Arsya, spontan saja mulut Qila terbuka, kaget bukan main. Setengah panik dengan melirik Arsya-Raka bergantian, ia lantas melangkah mendekati Arsya dan berbisik, "Ngapain bilang itu, Bang?" Ia yakin jika nada yang digunakannya terdengar seperti tengah menahan geram.
Sayang, abang terasayangnya itu hanya merespon dengan senyum yang dibuat-buat. Qila menangkapnya sebagai kalimat, jelasin nanti di rumah, atau gue buang lo ke Laut Cina Selatan. Menelan ludah, ia lantas menggeser posisinya dan lekas menunduk untuk tak bersitatap dengan Arsya lagi.
"Kayanya adek saya nggak tertarik sama kamu. Kamu mungkin nggak serius sama dia."
Tegang sekali. Qila merasakan hal tersebut pada suasana dalam percakapan ini. Tak ayal, yang dilakukannya hanyalah saling menggenggam jemari guna menghilangkan gugup berlebih yang tengah melanda.
Beberapa saat diselimuti keheningan, percakapan ‘saya-kamu’ ini kemudian berlanjut dengan deheman yang berasal dari Arsya. Seraya mengangkat dagu tinggi-tinggi, ia lantas berucap, "Saya nggak setuju sama hubungan kalian berdua. Mungkin kamu bisa pacaran sama yang lain aja. Lagipula, Qila keliatannya juga nggak tertarik sama kamu, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HE (DOESN'T) LOVE(S) ME[2]
Roman pour AdolescentsJadi begini, Qila itu dianggap aneh karena mengejar hati Raka yang dikenal sebagai sosok yang ketus. Sedang Raka, cowok ganteng yang digilai banyak perempuan tersebut, tak pernah membuka hati. Maka jadilah relasi di antara mereka terasa aneh. Sampa...