1

28.7K 1.6K 16
                                    

1

Awan mendung menyelimuti langit Pekanbaru. Hujan rintik-rintik menyiram bumi disertai angin sepoi-sepoi yang membelai pepohonan.

Flora Kaeli berdiri di jendela kaca lebar dan tinggi kamarnya yang terdapat di lantai dasar sebuah rumah mewah. Ia memandang muram cincin emas bermata berlian yang melingkar di jari manisnya. Desah pelan lolos dari bibir kemerahannya yang tidak dipoles lipstik.

Lalu pandangannya beralih ke ranjang berukuran besar yang ada di kamar tersebut. Waktu telah menunjukkan pukul dua dini hari. Sesosok tampan bertubuh kekar terbaring di sana. Beberapa untai rambut tebal nan gelapnya, menutupi kening. Pria itu baru pulang sekitar satu jam yang lalu. Entah dari mana. Mungkin dari bertemu kekasihnya ....

Kekasihnya ....

Flora menyeringai sedih. Ia berbalik memandang langit gelap yang meneteskan hujan rintik-rintik. Mata Flora panas terbakar. Perlahan-lahan, kristal bening bergulir di pipinya.

Flora tidak benar-benar tahu apakah sesungguhnya Arion memiliki kekasih atau tidak. Namun aroma feminin parfum yang menguar di kamar tersebut—tepatnya dari tubuh kekar itu—membuatnya berasumsi demikian.

Flora muak, tapi tidak ada apa yang bisa ia lakukan. Bukankah saat setuju membantu Sonia dengan menikah dengan Arion Mahardika, sang pengusaha perhotelan yang sukses, ia tahu pasti kehidupan apa yang mengadang di depannya? Pria bertubuh tinggi sekitar 185 senti itu menyatakan dengan jelas bagaimana status pernikahan mereka.

"Kenalkan, Flo, dia Arion Mahardika," kata Sonia pada Flora. Lalu menoleh pada Arion. "Ar, dia Flora Kaely, sepupuku."

Malam itu mereka sedang berada di salah satu kafe yang cenderung sepi. Hanya ada satu dua pengunjung lain.

Pria bernama Arion Mahardika itu memandang Flora dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan mata yang hampir tak berkedip. Flora merasa sangat tidak nyaman. Namun ia hanya diam karena sadar akan alasan mengapa pria yang lebih tinggi sekitar 25 senti darinya itu memandangnya seperti itu. Jika kau ingin membeli barang dengan harga tinggi, bukankah kau harus memperhatikannya baik-baik lebih dulu?

Hati Flora mencelus. Hari ini, harga diri sebagai gadis baik-baik yang telah ia pertahankan sampai di usia 23 tahun, menguap tak berbekas. Ya. Pria mana lagi yang akan menghargai wanita yang bersedia menikah demi uang semata? Meski Flora belum sepenuhnya memutuskan akan menikah dengannya, tapi sepertinya pria itu tidak berpendapat demikian. Dengan bersedia bertemu, Arion sepertinya menganggap Flora telah setuju menikah dengannya.

Iris gelap Flora beradu dengan sepasang iris cokelat keemasan yang bersinar tajam. Jantung Flora seketika berdegup liar. Ia pernah beberapa kali berpacaran, tapi belum pernah jantungnya memberontak seperti ini.

Tiga puluh menit kemudian, kesepakatan pun terjadi.

"Kau akan menjadi istriku selama aku menginginkannya. Kau tak berhak mempertanyakan kehidupan pribadiku."

Dan pria itu pun menulis dua lembar cek, dua ratus juta untuk Sonia sebagai imbalan jasa karena membantunya mendapatkan istri secara instan, dan lima ratus juta untuk Flora yang bersedia menjadi istrinya.

Dua hari setelah kesepakatan itu, Flora dan Arion pun menikah. Sesungguhnya, Flora sama sekali tidak tahu alasan pria itu harus buru-buru menikah, bahkan menikahi wanita yang tak dikenalnya.

Acara pernikahan mereka dihadiri oleh kerabat dan teman-teman dekat—tepatnya dari pihak Arion. Sementara Flora tidak mengundang siapa pun. Ia sebatang kara. Tidak ada kerabat yang terlalu dekat yang ia inginkan untuk menjadi saksi pernikahan tanpa cintanya dengan Arion. Satu-satunya orang yang hadir untuk menguatkannya adalah Valencia, sahabatnya sejak di bangku SMP. Sebenarnya Valencia menentang keras keputusan Flora menikah dengan Arion. Akan tetapi Flora memintanya mengerti. Ia tak tega membayangkan Sonia diceraikan oleh Roby. Lebih tak tega lagi memikirkan bagaimana nasib anak yang Sonia kandung jika pasangan itu bercerai.

Sonia sendiri tidak hadir karena ada urusan mendesak. Flora kecewa, tapi berusaha menerima dengan lapang dada.

Flora menghela napas panjang teringat kenangan suram itu. Ia mengusap air mata di pipi, dan berbalik. Sekali lagi memandang pria yang kini telah menjadi suaminya.

Sesaat kemudian, dengan perasaan sedih, Flora melangkah menuju sofa yang ada di kamar tersebut, tempat ia tidur selama lima hari ini.

***


Evathink

IG : evathink

10 oct 2019

A Perfect Storm (Strongest) - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang