2

23.3K 1.5K 14
                                    

2

Semburat jingga mewarnai ufuk timur. Perlahan-lahan sinar matahari menyinari bumi. Di pagi yang cerah itu, Flora sibuk di dapur, menyiapkan sarapan untuk sang suami dan kedua mertuanya.

Sang mertua laki-laki, Abhidama Mahardika, adalah pria awal enam puluh dengan rambut keperakan. Sementara sang mertua perempuan, Lily Mahardika, adalah wanita pertengahan lima puluh bertubuh sedikit gemuk.

Ada pertanyaan yang diam-diam selalu mengusik Flora. Entah mengapa, ibu mertuanya sangat tidak menyukainya. Seperti yang terjadi pagi ini.

Menjelang pukul delapan, semua sudah berkumpul di ruang makan dengan meja persegi panjang yang indah dan mahal. Flora menghidangkan bubur ayam untuk kedua mertua dan suaminya.

Arion yang sudah mengenakan setelan jas lengkap untuk ke hotel, hanya memandangnya sekilas, lalu menyantap bubur ayam itu tanpa kata. Demikian juga dengan sang mertua laki-laki yang makan tanpa berkomentar.

Namun saat Flora baru saja akan menyuap bubur ke mulut, sebaris komentar pedas menghentikan gerakannya.

"Apa yang kau masak, Flora? Bubur ini sangat asin!"

Flora tak jadi menyuap. Ia memandang ibu mertuanya dengan terkejut. Sekilas ia melirik Arion dan ayahnya yang tampak mengerut kening.

Flora akhirnya menyuap bubur itu, mengecapnya. Rasanya pas, tidak keasinan seperti yang dikatakan sang ibu mertua.

"Maafkan aku, Ma." Hanya itu yang bisa Flora katakan. Entah mengapa, ia selalu salah di mata ibu mertuanya.

Abhidama memandang istrinya. "Menurutku buburnya tidak keasinan, Sayang."

Lily mendengkus, lalu mengangkat kaki, meninggalkan ruang makan dengan wajah kesal.

"Buburnya enak, Flo. Papa suka," kata Abhidama dengan senyum tipis.

Flora memandang ayah mertuanya dan mengangguk dengan senyum samar. Merasa lega sang ayah mertua bersikap baik kepadanya. Ia melirik Arion yang rupanya saat itu sedang menatapnya. Mata mereka beradu. Iris cokelat keemasan itu sama sekali tidak menunjukkan emosi apa pun.

Arion mengalihkan pandangan dan melanjutkan makannya. Tidak ada sepatah kata pun terucap dari bibir merah kecokelatan itu.

Beberapa saat kemudian pria itu menyudahi makannya, mengelap mulut dengan serbet, meneguk kopi, lalu beranjak pergi setelah berpamitan pada sang ayah. Sementara Flora tidak diacuhkan. Sama sekali tidak ada kata-kata berpamitan atau pun kecupan ringan di kening.

Tanpa sadar Flora menyeringai sinis sekaligus sedih. Hampir sepekan pernikahan mereka, satu-satunya saat Arion menciumnya adalah ketika upacara pernikahan. Hanya sekali itu.

***


Evathink
IG :evathink
12 oct 2019

A Perfect Storm (Strongest) - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang