12. Menjaga tante dengan benar

14.4K 1.5K 72
                                    

Ramai suara di luar kamar mengusik tidur, bayi menangis, tawa anak-anak, langkah kaki berlarian dan teriakan wanita dewasa yang memperingatkan.

Menoleh pada weker biru di atas kepala yang menunjukkan pukul 10.00 wita, aku sontak terduduk yang mengakibatkan pusing menghantam tiba-tiba.

Kulirik ventikasi jendela, pendar terang dari luar menandakan hari beranjak tinggi meninggalkan dingin pagi yang merindu, beberapa detik aku diam menikmati pijitan lembut di kepala.

Setelah dirasa cukup, gontai aku mendekati koper di pojok kamar dan dengan malas membukanya. Memilih sesaat, pilihanku jatuh pada gamis hijau polos berbahan moscrepe, selanjutnya aku menarik satu kapas muka untuk menghapus sisa night cream yang semalam aku pakai.

Menarik napas panjang dan menghembuskannya cepat, sejujurnya aku malu keluar dari kamar ini, terbangun di atas jam 05.00 pagi benar-benar memperlihatkan bahwa aku masih seperti dulu, tak menghargai waktu, tapi mau bagaimana lagi, aku tidak mungkin mengurung diri di sini. Ego melarangku melakukan hal yang akan membuat Yusuf merasa menang karena berpikir berhasil memukul mundur percaya diriku. Hah, tidak lagi! Tak akan kubiarkan Yusuf menang atas diriku.

Setelah menyiapkan peralatan mandi dan memilih pakaian yang akan aku kenakan kutarik tungkai mendekati pintu. Belum sempat memutar kunci suara kak Tera terlebih dahulu memanggil dari luar.

"Ling- sudah bangun?" Aku tak menjawab, sebaliknya kubuka pintu.

"Oh, sudah bangun? Mandi, Dek. Yang lain sudah menunggu." Aku mengernyit, harum masakan tertangkap penciuman, kak Tera yang sedang mengendong balitanya terlihat kerepotan sebab anak itu tak henti bergerak. Kak Tera mengangkat tangan yang bebas, menunjukkan padaku ampas kelapa parut yang melekat. "Maryam, jangan gerak-gerak nanti jatuh." Ia memperingatkan putrinya.

"Sini, biar aku bantu," tawarku.

"Nggak usah. Kamu buruan mandi, yang lain udah nunggu." Kak Tera menolak.

"Menunggu untuk?" tanyaku kembali mengernyit. Dasar perutku, terbiasa sarapan pagi membuatnya tak sopan dan tak kenal tempat, ia berbunyi yang jelas sekali didengar kak Tera.

Ia tersenyum. "Mandi, Dek. Terus sarapan. Nanti pertanyaanmu di jawab kak Syahrin." Deg, dadaku seketika berpacu lebih laju. Kak Syahrin? Jangan katakan ini ada hubungannya dengan kejadian semalam, pikiranku sudah berkelana.

"Dek, cepat. Sebelum semakin ramai." Kak Tera menarikku ke dapur.

Ramai? Memangnya ada apa?

Sewaktu aku melewati bagian dapur beberapa tetangga yang tengah asik memasak sambil bercengkrama melempar senyum padaku. Ada yang aneh, selain tersenyum mereka tak menanyakan apapun padaku, padahal mereka sangat tahu aku baru saja kembali dari kabur bertahunku. Dan lagi, ada acara apa sebenarnya di rumah mamak, baru kemaren sore mereka kembali, kenapa tiba-tiba membuat acara yang melibatkan tetangga? "Menyambutku? Ah, tidak mungkin?" Aku menggeleng dengan pemikiranku.

"Kenapa, Dek?" Kak Tera menepuk bahuku kala mendapatiku temanggung di depan kamar mandi.

"Hah?" Keningku berkerut bertanya.

"Kamu kenapa melamun di sini?" Ia menunjuk kamar mandi dengan centong nasi di tangannya.

Aku menoleh pada sekumpulan ibu-ibu yang kulewati tadi. "Ada acara apa, Kak, mereka berkumpul di rumah Mamak?"

"Nanti akan Kakak jelaskan, tapi sepertinya Syahrin yang lebih pantas." Entah kenapa mual yang dibuat tiba-tiba oleh Yusuf semalam kembali bergejolak dalam perutku. Kak Syahrin tidak boleh segila ini, tidak boleh!

ANYELIR KUNINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang