13. BASA BASI BUSUK

320 23 2
                                    

#NWR #TETANGGA #FIKSI #ROMAN

Aku: [Napa pagi-pagi buta bikin status sampah?]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku: [Napa pagi-pagi buta bikin status sampah?]

Jacqueline: [Sudah bangun atau blom tidur?]

A: [bangun gegara ting notifikasi statusmu] emoticon melet

J: [mana ada notifikasi khusus begitu?] emoticon melet dua

A: [PMS?]

J: [aku sudah nggak mens sejak radiasi pertama 2010, mungkin rahimku terpapar radiasi ya, tidak bisa membentuk lapisan bantal antisipasi kalau terjadi pembuahan itu]

A: [lalu, kenapa tiba-tiba emosi?]

Aku membuka daftar temannya, mencari huruf K, yang mana foto profilnya pakai foto ungu-ungu begitu. Cowok itu anggota MLM suatu suplemen, mungkin ia berteman dengan Jacqueline karena mau direkrut. Apes dia, Jacqueline kepala batu, tidak sembarang menerima masukan.

"Aku bukan tidak mau sembuh, Ralf," katanya waktu itu, "Aku sudah bosan mencoba saran ini itu. Aku ingat teman suamiku, dia survivor kanker nasofaring, begitu tahu aku kena kanker, dia mengatakan, setelah ini aku akan menerima sejuta saran minum ini itu, jangan memaksa diri mengikuti semuanya, pilih yang cocok denganmu."

"Aku sudah coba rebusan daun sirsak, nggak bisa, itu menurunkan tekanan darah, padahal tekanan darahku cenderung rendah."

"Ada yang kirimin aku resep, aslinya dari ibu Carla di Jakarta, sayang nomor telponnya hilang bersama handphone yang dijambret. Ramuan bu Carla terdiri bermacam rempah untuk stamina, terutama menghadapi kemoterapi. Ada temu putih, temulawak, empu kunyit, jahe merah, dan ada buah pinang, pahit, yang menakjubkan daun sirih. Hiiii mencium baunya aku tidak sanggup menahan tawa, ini ramuan sari rapet, apa?"

"Waktu baru sakit, adikku belikan aku produk MLM, aku lupa HDX atau apa, aku inget tiga macam, salah satunya bernama Dunaliela atau semacam itu dah. Satu paket untuk sebulan sebelas juta, lah duit neneknya siapa? Nenek kami tidak mewariskan harta berlimpah. Kalau bisa dibayar dengan daun, bolehlah." Ia tertawa, aku tersenyum membayangkan kuntilanak membeli sate.

"Saran banyak, Chlorofil, Maitake, Shitake, Tahitian Noni, Xamthone, Magozai, bahkan yang muaaahhaaaal purtier, placenta rusa kutub. Dari semua itu aku banyak minum Tahitian Noni, sari buah mengkudu, rasanya enak seperti wine. Magozai itu juice kulit manggis campur gojiberry dan entah apa lagi, lebih kental, mirip jus jambu merah, kurang suka. Sempat minum beberapa botol, karena dibelikan teman."

"Tidak semua yang dibelikan aku pasti mau minum, seperti antibiotik, butuhnya lima belas, kalau hanya ada lima, kan harus beli sendiri yang sepuluh. Jebakan batman. Ini aku dikasih bubuk placenta salmon, belum aku minum."

**

"Mungkin kau harus konsultasi ke psikolog lagi, Line, kalau emosimu meledak lagi," saranku hati-hati.

"Aku nggak apa-apa kok," katanya, suaranya lembut, sudah terkontrol, "Memang lagi ingin meluapkan emosi, apes saja cowok satu itu."

"Sekian lama berteman, kau kan tahu aku ini aslinya temperamental, aku suka berterus-terang, benci kepura-puraan ...."

Aku menunggu lanjutannya, ini pasti curhat.

"Aku benci orang munafik! Tapi dalam hidup ini, kadang kita harus bisa berpura-pura untuk menanggapi orang munafik yang tak bisa kita hindari."

Siapa yang dimaksudkannya?

"Adikku yang lahir setelah Martini meninggal kecelakaan, tapi istrinya masih berhubungan baik, dari waktu ke waktu menelpon papa-mamaku. Kalau kangen cucunya dan lama tidak ditelpon, ya orangtuaku akan menelpon duluan."

Aku setuju, pendekatan tidak harus searah dari yang lebih muda.

"Itu menjadi patronku, aku melakukan hal yang sama ke mertuaku. Tapi kan nggak ada cucu, kalau telpon, mau ngomong apa? Hanya apa kabar, di sini hujan di sana hujan nggak? Sekalian aja tanya, di sini purnama, di sana purnama, nggak?" dia tertawa getir.

"Purnama ya bareng-bareng." Gerutunya.

"Karena nggak ada bahan pembicaraan, aku jarang telpon, dan kau tahu sambutannya kalau aku telpon, wow B3, BASA BASI BUSUK!"

"Aduuuh kok lama nggak ada kabarnya? Mami mau telpon nggak tahu nomornya. Ta**. Ketiga iparku itu berteman denganku di facebook, Thomas yang serumah dengannya terhubung WA denganku. Kan bisa sih tanya ke anaknya nomor telponku?"

"Mami kalau mau tahu kabar saya, minta Thomas WA saya, nanti saya yang telpon, kataku, tapi tidak pernah terjadi. MUNAFIK." Gerutunya.

"Line, Martini sudah tidur?" tanyaku.

"Blom, masih chatting, kenapa?" tanyanya terganggu aku mengalihkan topik.

"Alvin kusuruh ke sana ya, kirim blimbing, kelihatannya tekanan darahmu naik."

"Emang kamu punya blimbing?"

"Nggak, adanya timun. Tapi aku nggak mau kirim timun, nanti kau peram di dalam, tiga hari bisa jadi acar." Godaku.

Kami berdua ngakak hahaha, andai tertawanya hihihi di jalanan di depan, pasti semua mengira ada kuntilanak salah hari, ini malam minggu bukan malam jumat.

"Mertuaku itu munafik," ulangnya lebih kalem setelah menerima blimbing virtual, "Ia tidak sungguh-sungguh ingin tahu kabarku, mami hanya malu bila kenalannya tanya kabarku dan ia tidak bisa menjawab."

"Tiap pagi ada yang jual soto di halaman rumah mertuaku. Teman baiknya Martini tinggal di ujung jalan yang sama, keluarganya kenal aku juga, tahu aku menantunya. Bayangkan kalau mami ditanya hahaha ...."

"Ada lagi salah satu pelanggan galvalum tempatku bekerja dulu, aku kenal sebelum aku menikah dengan Edo. Juga tante Ella, anaknya tante Ella teman baik Edo, bahkan ia bersamaku di rumah sakit waktu Edo menghembuskan napas terakhir." Jacqueline menjelaskan.

"Karena itu aku malas menelpon, biarlah menjadi menantu durhaka, beliau juga tidak pernah memperlakukan aku sebagai menantu dengan selayaknya." Ia menarik napas panjang, "Aku mengerti hukum sedikit, aku dan Edo menikah dengan perjanjian pisah harta, tapi setelah ia meninggal, otomatis kalau ada warisan untuknya, akan jatuh ke aku selama aku tidakmenikah lagi. Kok bisa ada rumah neneknya Edo dijual tanpa tandatanganku?"

"Aku tidak mengerti hukum, tapi mungkin nama Edo tidak tercantum sebagai ahli waris." Kataku.

"Whatever. Tapi aku jadi curiga, karena motor Edo mereka minta hahaha .... suamiku tidak meninggalkan harta sepeserpun, dan waktu aku bilang motornya untuk Thomas aja, dengan cepat mereka mengambilnya. Serakah! Motor itu atas nama Edo, KTPnya mereka minta untuk perpanjangan STNK. Di KTP itu status Edo tidak menikah, belum sempat diubah. Kupikir mereka memanipulasinya, memberikan KTP itu sebagai data, kongkalikong entah bagaimana dengan notarisnya, tandatangan Edo seingatku tidak ruwet, gampang dipalsukan."

"Nenekku pesan, tidak boleh menginginkan harta warisan, akupun tidak menginginkannya. Hanya hati ini sakit, tidak dianggap sebagai menantu." Katanya dengan pedih, "Masih ada satu lagi hak waris Edo, rumah mami. Tapi biarlah, merampok hartaku di dunia, mereka akan membayarnya di akherat."

"Kamu menyumpahi?"

"Nggak, mengutuk." Ia tertawa lagi.

Ditulis di Surabaya, 12 Oktober 2019

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ditulis di Surabaya, 12 Oktober 2019


TETANGGA SEBELAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang