15. SAHABAT TINDER

266 20 1
                                    

Sebulanan ini Warti membukakan pintu untuk tamu di rumah Jacqueline, bersih-bersih rumahku dulu, baru ke sana lagi. Hampir setiap sore, tamunya selalu lelaki! Dari cuek, pura-pura tidak perduli, hati panas, akhirnya kepo.

[Buka jasa konsultasi?]
[Konsultasi apaan?]
[Mak Erot mungkin? Kan tamumu satu gender.]
"Ralf, kau cemburu?"
"Nggak!"

"Aku iseng, download aplikasi Tinder ... semacam dating dot com, tapi ini gratis ...."
"Hmmm ...."
"Ternyata itu biro jodoh online yang mempertemukan dengan orang-orang sekitarmu. Kupikir kan mau sayang-sayangan dunia maya saja, tapi aduh! Kan aplikasinya minta baca lokasi ... Rungkut ya ketemunya dengan pengguna sekitar Rungkut, Medokan Ayu, Pondok Candra, Tenggilis, paling jauh Karangmenjangan ...."
"Kamu nggak cerita kondisimu?"
"Sudah. Masalahnya, lanjut Whatsapp, aku kan pakai foto profil keponakanku yang segar ...."
Aku melihatnya, keponakannya yang duduk di kelas terakhir SMU itu memang cantik dan sensual.
"Mereka mengira aku memalsukan umurku, karena itu banyak yang ngotot bertemu ...."
"Nggak ada yang nyantol?"
"Ah ... semua lebih muda dariku."
"Ada yang lebih tua, kamu nggak mau."
"Siapa?"
"Tetangga sebelah ...."
Jacqueline tertawa ngakak.
"Aku bertepuk sebelah tangan ya, Line?" tanyaku pelan, hampir berbisik.
"Kau sudah bisa mengurus dirimu sendiri?"

"Aku sudah bisa jalan selangkah dua langkah, sekarang pipis dan BAB ke kamar mandi, nonton TV duduk di sofa ...."
"Bagus!"
"Lalu?"
"Bagus untukmu, Ralf, tapi tidak cukup untuk kita hidup bersama .... kita sama-sama membutuhkan bantuan orang lain ...."
"Anggap saja kita seperti hidup di rumah jompo ...."
"Tidak semudah itu, Ralf, masalahnya komplex."
"Line ... tapi ... bagaimana perasaanmu kepadaku ...."

Diam.

Tak menjawab.

Kupikir telpon sudah ditutup.

"Ralf ...."
"Ya, Line, kamu juga cinta aku?" tanyaku cepat, tidak mau kehilangan momen itu.
"Perasaanku tidak penting ... untuk hidup tidak cukup hanya cinta ...."
"Udah! Nggak usah dijawab."
Jacqueline mungkin gengsi bilang cinta.

Dua mingguan setelah itu, Jacqueline minta aku ke rumahnya, dengan pesan jangan kelihatan dia yang minta.
"Ada apa, Mbak War?"
"Itu Pak, tamunya ...," jawab Warti membantuku pindah ke kursi roda, "sudah empat kali ini datang. Bu Aline terganggu."

"Oh, ada tamu?" Aku pura-pura kaget.
"Masuklah, Ralf ...."
Jacqueline duduk di ranjang bersandarkan tumpukan bantal dan guling, ia memakai celana pendek, separoh pahanya yang mulus dipamerkan.
"Kenalkan, ini Agung, teman baruku, dosen di UPN ... Ralf rumahnya sebelah persis." Ia memperkenalkan.
Aku pindah dari kursi roda, duduk di ranjang di sampingnya. Kuraih kain pantai di dekat situ, kututupkan ke pahanya, "Pamer!"
"Ah, siapalah nafsu lihat pahaku, aku invalid begini."
"Tapi kan mulus!"
"Waduh, Ralf, kok menyingkirkan pemandangan indah."
Dosen itu tertawa.
Kami mengobrol akrab bertiga. Agung sebaya kami, duda, istrinya meninggal karena kanker juga. Tinggal sendirian, dua anaknya di Jakarta dan Yogja.
"Sebaiknya tidak tinggal sendirian ...," komentarku.
"Iya ... ini lagi merayu Aline supaya mau kuboyong ke rumahku," katanya tertawa tanpa malu.
Aku cemburu.

[Jadi ... itu tadi pamer pacarmu! Menolakku nggak gitu caranya, Line!]
"Aduh Ralf! Kau salah paham! Justru kau kuminta datang, karena aku mau menolaknya secara halus ...."
"Berarti ... kau memilihku?"
"Nggak!" Ia tertawa.

Aku mencoba download Tinder. Seperti yang Aline bilang, dipertemukan dengan orang-orang di sekitar lokasi kita.
"Ada lagi, Olaa."
Ia mengirimi skrinsyut iklannya, pasangan sedang bercanda dengan balita, caption foto itu mereka menikah setelah bertemu melalui aplikasi Olaa. Iseng aku download, dalam seminggu aku mendapat beberapa cewek yang berminat menjalin hubungan lebih lanjut, dan mereka agresif!

[Line, help!]
[Apa?]
Kuceritakan masalahku.
[Sore nanti ke sini.]

Jacqueline memakai blus bercorak warna orange dan hijau yang cantik, menyuruhku duduk di sampingnya.
"Mana gawaimu?"
Ia menjepretkan beberapa foto selfie, kepalanya disandarkan ke bahuku, tersenyum manis.
"Mbak War!" disuruhnya Mbak War memotretkan, aku iseng, kucium pipinya, cekrek! Wangi parfum menguar merasuk hidungku.

[Tidur. Tidur. Tidur ...!]
[Insomnia.]
[Salah sendiri.]
Kok?
[Lain kali jangan cari perkara.]
[Wangi parfummu tercium terus, merk apa sih? Estee Lauder?]
[Kenapa?]
[Mau minta Alvin belikan, semprotkan di bantalku.]
[Nggak ada di mall.]
[Memangnya merk apa sih?]
[Minyak si nyongnyong dari Mbah Karso.]

Surabaya, 6 Januari 2020
#NWR

TETANGGA SEBELAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang