10. Luzern

2.2K 340 56
                                    

Bismillah.

***

Perjalanan tak sekadar tentang suatu tempat, lebih dari itu, ia adalah tentang sebuah kisah.

Itu pula yang dialami oleh Anna. Perjalanan pagi itu sungguh istimewa baginya, karena bukan sekadar perjalanan dari sebuah negara bernama Jerman menuju jirannya, Switzerland. Tapi lebih dari itu, ini adalah perjalanan dari dirinya yang lama menuju jiwa yang baru, keyakinan yang baru, juga hidup yang baru. Anna terlihat sedikit gugup. Tentu saja, sebab di hatinya berbagai perasaan bercampur seakan meletup-letup. Senang, bahagia, grogi, cemas, semua berbaur dengan akur.

Memasuki perbatasan Jerman dan Swiss, bus berhenti di sebuah bangunan cukup luas menyerupai perpaduan antara rest area dengan gerbang tol. Beberapa bangunan dengan bentuk dan warna cokelat yang seragam terlihat. Ahmar turun dan berjalan menuju salah satunya. Memasuki perbatasan Swiss memang wajib lapor karena meski menggunakan visa yang sama yaitu visa Schengen, tetapi Swiss tidak termasuk negara anggota Uni Eropa.

Anna tersenyum sendiri menatap sosok Ahmar yang terlihat dari balik kaca jendela. Ia membiarkan netranya mengekori punggung Ahmar hingga menghilang di salah satu bangunan cokelat. Walau begitu, kegugupan tak jua beralih dari paras cantiknya.

Mariam yang sedari tadi mengamati beranjak duduk ke samping Anna, menggenggam tangan sahabatnya dan menyumbang sedikit kekuatan. Anna merasakan kehangatan yang menjalar, dibalasnya genggaman Mariam dengan kehangatan yang sama. Senyum merekah di bibir keduanya.

"Anna, kamu pasti bisa. Tenangkan hatimu ya, banyak-banyaklah menyebut asma Allah dengan kalimat thayyibah. Kamu sudah hafal beberapa kan? Tak harus semua. Kamu bisa memilih untuk membaca salah satunya, mana yang sekiranya paling mudah dan paling nyaman untuk kau lafalkan." Mariam memberi saran, setelah beberapa saat hanya bertukar senyuman.

Allah berfirman dalam Al Quran surah Ar Ra'd ayat 28, "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram".

Mariam menyitir sebuah ayat untuk menguatkan Anna, memberitahunya bahwa dalam Al Quran pun telah disampaikan caranya agar setiap orang beriman menjadi tenang hatinya, yaitu dengan senantiasa mengingat Allah, salah satunya adalah dengan memperbanyak menyebut asma-Nya.

Bus kembali berjalan, Mariam tak menyadari ada Ahmar yang telah kembali dan duduk di seberang bangku yang sekarang ia tempati. Kekaguman Ahmar pada gadis berhijab itu terasa semakin mendalam setelah apa yang baru saja ia tangkap dengan mata, juga hatinya.

"Astaghfirullahaladziim. Allah, ampuni saya. Jangan jadikan kekaguman ini mengalihkan saya dari kekaguman terhadap-Mu. Sesungguhnya hanya Engkau satu-satunya yang pantas untuk dikagumi." Ahmar merapal ampunan dalam diamnya.

"Tak mengapa, Anna. Insya Allah kau akan bisa melaluinya dengan baik. Dan setelahnya, kupastikan kau akan merasa bahagia di jalan ini. Percayalah, karena Islam adalah rahmat bagi seluruh alam semesta." Ahmar turut memberi semangat pada Anna. Dan kali ini Anna memilih untuk mengakui, bahwa dukungan Ahmar telah memberinya ketenangan lebih dari yang diberikan oleh sahabatnya. Ah, cinta ... semoga kau datang pada hati-hati yang diridhoi oleh-Nya.

Setelahnya, sepanjang perjalanan dengan suguhan pemandangan alam nan elok dan menawan, Anna berkali merapal tahmid. Ia belum tahu banyak, hanya saja kalimat itu dipilihnya karena sering melihat kaum muslimin mengucapkannya saat mendapatkan suatu kebahagiaan, sebagai ungkapan syukur pada Sang Pencipta. Sama seperti yang dirasainya saat ini, ia bersyukur atas jalan cahaya yang tak pernah disangka justru datang di tengah pelariannya.

Selepas Hidayah [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang