6. Haarlem

2.6K 385 53
                                    

Malam itu Anna dan Mariam menginap di Haarlem, sebuah kota kecil berjarak hampir 20-an kilometer dari Amsterdam. Tak banyak yang tahu, bahwa kota inilah yang menjadi ibu kota provinsi Nord Holland atau Holland Utara, provinsi di mana kota Amsterdam berada. Selain merupakan salah satu kota tertua di Belanda, Haarlem juga salah satu kota yang indah dan tenang.

Anna memandang keluar jendela dari kamar hotel mereka di lantai tiga. Suasana malam yang lengang tertangkap netranya. Kabarnya, pada awal musim gugur di Eropa, gerimis seringkali menyapa. Anna menemukan sisa-sisanya di kaca jendela, menambah romantis suasana. Mendadak senyum terkembang di wajahnya, dan lagi-lagi, rona merah pun terserak di pipinya. Cantik. Semua karena ingatan yang tiba-tiba melayang pada sosok Ahmar. Ah, rupanya Anna benar-benar dilanda cinta.

“Mau salat dulu?” tanyanya saat matanya menangkap pantulan Mariam dari kaca jendela

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Mau salat dulu?” tanyanya saat matanya menangkap pantulan Mariam dari kaca jendela.

“Hemm.” Yang ditanya hanya mendehem singkat, lalu bersegera memulai salat.

Anna menutup tirai. Melangkahkan kaki jenjangnya menuju peraduan, merebahkan badan di atasnya untuk kemudian melamun hingga Mariam menyelesaikan salatnya dan duduk bersila di atas tempat tidur yang sama dengan Anna, matanya serius menatap gawai, menggulir pesan demi pesan di layarnya.

“Ini, bacalah mulai dari sini ke bawah.” Mariam menyodorkan telepon genggamnya kepada Anna yang tergesa membaca.

Dari Bang Ronald,
[Assalamualaikum, Mariam. Aku tau adikku ada bersamamu. Apakah dia baik-baik saja? Aku bisa memahami kekecewaannya. Tolong sampaikan padanya, jika ingin berbagi denganku, insya Allah aku ada untuknya, kapan saja. Semoga Allah selalu melindungi kalian di mana pun berada.]

Balasan Mariam,
[Waalaikumussalam. Terima kasih doanya, Bang. Iya, dia di sini bersamaku. Ah bukan, tapi aku yang bersama dia. Maafkan Mariam ya, Bang. Mariam bener-bener nggak tau kalo Anna ngajak pergi ternyata untuk melarikan diri. Tapi Abang tak perlu khawatir, dia baik-baik saja, dan insya Allah akan selalu baik-baik saja. Pesan Abang akan kusampaikan untuk adik Abang yang keras kepala itu.]

Dari Mbak Vanya,
[Mariam, tolong beritahu Anna kalo kami semua menyayanginya. Juga mengkhawatirkannya. Memang dasar dia keras kepala, padahal semua bisa diselesaikan kalo mau bicara dengan kepala dingin. Eh, ya walopun aku nggak yakin juga kalo dia tetap di sini pertunangannya bisa dibatalkan begitu saja. Hahaha. Suruh dia hubungi aku, nanti aku tambah uang sakunya buat beli elvi.]

Balasan Mariam.
[Kok Mbak Vanya tau kalo aku sama Anna? Hehe. Maafkan Mariam ya, Mbak, bener-bener nggak tau kalo diajakin jalan ke yurop ternyata disuruhin nemenin dia melarikan diri. Pengen marah, tapi ya kasian juga sama sahabat yang rada kurang sopan santun satu itu. Hahaha. Insya Allah dia baik-baik saja, Mbak, apalagi nanti kalo dia tau yang di Indonesia everything is fine-fine aja. Uang sakunya ditambah yang banyak ya, Mbak, biar aku bisa melakukan pemerasan buat ganti rugi udah ngerjain aku sampe sejauh ini.]

Selepas Hidayah [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang