Bismillah.
** *
Warning!! 3,5K+
Part terakhir, jadi agak panjang gpp yaaa.
Berharap teman-teman bisa menikmati, sebelum akhirnya benar-benar berpisah dengan "Selepas Hidayah"***
Sepertiga malam bergeser perlahan, gemintang yang berserak pun mulai undur diri dari peredaran. Telah tiba waktu di mana salat itu lebih baik daripada tidur. Waktu ketika para pemburu fajar berbaris, mengharapkan yang lebih dari sekadar dunia dan seisinya.
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua rakaat fajar (salat sunnah qabliyah shubuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim)
Anna membuka mata, senyumnya mengembang begitu menemukan Maira yang pulas di sampingnya, juga papanya yang sedang berdiri khusyuk menghadap Sang Maha.
Diteguknya air putih yang selalu ada di sisi tempat tidur, kemudian membasuh muka dengan tissu basah. Setelah merasa bersih dan segar, dikecupinya Maira dengan penuh sayang sembari menunggu Ahmar menyelesaikan salatnya.
"Sayang, bisakah kau pindahkan Maira ke boxnya? Aku ingin bicara," pinta Anna usai Ahmar melipat sajadah.
Ahmar mengiyakan. Ia mendekat dan mengulurkan tangannya untuk dikecup Anna, lalu mengecup kening, pipi dan bibirnya dengan sayang. Barulah memindahkan Maira yang masih pulas ke dalam boxnya.
Mereka duduk bersama, bersiap untuk bicara. Anna menyandarkan punggung pada tempat tidur, sedang Ahmar duduk memeluk lutut menghadapnya.
"Bagaimana?" tanya Anna membuka obrolan.
"Apanya, Sayang?"
"Iam."
"Anna, kau dengar sendiri kan Juan sudah melamarnya." Mencoba menjaga intonasi agar terlihat baik-baik saja, tapi sebetulnya tidak. Anna tahu itu.
"Tapi aku yakin Iam tak akan menerimanya."
"Bagaimana jika ternyata dia menerimanya?" Ahmar mengacak rambutnya sendiri, mulai terlihat kacau.
"Percayalah padaku, Sayang. Aku mengenal Iam dengan baik." Hanya helaan napas yang keluar dari Ahmar.
"Kau sudah mencoba meminta petunjuk pada Allah kan?"
"Hemm."
"Kau kenapa, Sayang? Bukankah biasanya kau yang mengajarkanku untuk kuat, untuk tak menyerah, juga untuk meminta petunjuk hanya kepada-Nya?"
"Aku... aku, maafkan aku, Anna."
"Tak apa, Ahmar. Jika ada yang ingin kau katakan, katakan saja. Apapun itu, aku siap mendengarnya." Ahmar terlihat berbeda dari biasanya. Baru kali ini ia tampak lemah. Dan baru kali ini Anna merasa memiliki kesempatan untuk menguatkan suaminya.
"Aku... Emm, sejujurnya aku takut, Anna. Aku takut petunjuk yang kudapat tak mengarah kepadanya. Aku... Aku takut, Anna. Aku takut kehilangan dia. Aku takut kehilangan Mariam. Maaf. Maafkan aku Anna. Maafkan jika aku menyakiti hatimu."
Kali ini Ahmar benar-benar jatuh. Ia merasa menjadi laki-laki yang lemah. Tak mampu menjaga perasaan istrinya. Ia terpaksa, karena bagaimanapun juga ia hanya manusia biasa. Ada kalanya hatinya tak mampu menahan perasaannya sendiri. Ia menangis.
Anna meraih Ahmar dan menarik ke pelukannya. Membiarkan lelakinya menumpahkan tangis di sana, seperti anak kecil kehilangan sesuatu yang sangat disayanginya. Anna turut menangis, terharu. Di satu sisi ia bahagia, karena ia bisa berperan menjadi istri yang menenangkan bagi suaminya. Di sisi lain ia sedih, mengingat bagaimana selama ini Ahmar menahan sendiri semua rasa yang menyesaki dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selepas Hidayah [SELESAI]
General FictionUpdate setiap Rabu dan Sabtu . Berawal dari langkah yang salah, perjalanan singkat ke tanah Eropa justru membawa Anna pada hidayah. Selepas hidayah, Allah memberinya pula serangkai hadiah. Seseorang yang datang untuk membimbingnya meniti jalan cahay...