Update setiap Rabu dan Sabtu
.
Berawal dari langkah yang salah, perjalanan singkat ke tanah Eropa justru membawa Anna pada hidayah.
Selepas hidayah, Allah memberinya pula serangkai hadiah.
Seseorang yang datang untuk membimbingnya meniti jalan cahay...
Hari pertama di Granada, Anna menghabiskan waktu bersama keluarga Ahmar. Sejak pagi, satu dua kerabat dekat datang untuk berkenalan, kemudian larut dalam obrolan. Meski sebagian mereka bergaris wajah timur tengah, tetapi kebiasaan orang Spanyol seakan sudah menyatu dalam aliran darah. Mereka senang sekali kumpul-kumpul, mengobrol ramai dan hangat, membuat orang yang baru hadir di tengah-tengah mereka pun tak merasa terasing. Anna mengikuti semuanya dengan gembira, walaupun bahasa Spanyolnya masih payah, minimal dia dapat ikut merasakan aroma bahagia di tengah-tengah keluarga barunya.
Menjelang waktu dhuhur mereka bubar, kesenangan ngobrol ternyata tak melalaikan mereka pada kewajibannya memenuhi panggilan Allah. Padahal jarak masjid pun tak seperti di Indonesia, yang di mana-mana mudah dijumpainya.
“Anna, kau ingin istirahat atau mau jalan-jalan? Tour guidemu ini sudah siap mengantar ke manapun kau mau,” tawar Ahmar usai mereka makan siang. Mama memasak paella seafood siang itu, katanya karena Anna makan nasi dan keluarganya suka seafood. Rupanya mama masih ingat ketika makan bersama keluarga Anna sore setelah pernikahan mereka. Anna merasa terharu dengan perhatian mama.
“Kalo kau sudah siap mengantar, tentu saja aku memilih untuk jalan-jalan.”
Anna segera bersiap, mengenakan celana panjang hitam dipadu t-shirt lengan panjang putih tulang dan hijab warna senada. Coat coklat tua sepanjang lutut melindunginya dari serangan angin dan dingin yang menyapa. Anna membetulkan sneakers putih yang sudah pudar warnanya, memasukkan syal ke dalam slingbagnya, lalu menghampiri Ahmar yang sudah menunggu dengan senyum.
“Kau tampan sekali, Sayang. I love you.” Anna memuji suaminya, mencuri cium sekilas, sebelum mereka melangkah ke luar dari rumah mama.
Kalimat thayyibah berkali meluncur dari bibir Anna. Ia senang sekali dengan suasana di sekelilingnya. Tak pernah menyangka bahwa dia akan tinggal di tempat indah itu.
Albayzin, sebuah kawasan di Granada yang telah ditetapkan sebagai world heritage oleh UNESCO. Wilayah itu dulunya adalah kawasan permukiman muslim pada masa kejayaan Andalusia. Rumah-rumah di sana, termasuk rumah keluarga Ahmar, mungkin telah ada sejak beratus tahun silam, saat bumi Andalusia masih berada di bawah kepemimpinan umat Islam.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Anna begitu antusias menyusuri lorong-lorong dengan jalan bebatuan yang naik turun. Tak bosan ia mengedarkan pandang. Hampir semua bangunan terlihat tua, dengan warna putih yang seragam melekatkan kesan bersih dan menyenangkan. Nyaris setiapnya merupakan bangunan bertingkat, ada yang dua, tiga, bahkan empat. Di setiapnya pula terdapat balkon, yang meski berukuran kecil tetapi dipenuhi bebungaan warna warni.
“Alhamdulillah. Mimpi apa aku bisa tinggal di tempat sebagus ini. Alhamdulillah. Terima kasih ya Allah. Alhamdulillah. Masya Allah.” Untaian syukur tak henti meluncur dari bibir Anna. Rasa bahagia membuat pipinya memunculkan rona merahnya. Melihat polah istrinya, Ahmar tersenyum. Gemas.