DENY
Pagi adalah awal segalanya.
Ketika membuka matanya saat jam digital Darth Vader di atas nakas-nya bergerak ke pukul 05:13, Deny Radiyanputra tahu bahwa harinya akan dimulai. Seperti bagaimana manusia lain pada umumnya, rasanya ia ingin membenamkan wajahnya kembali ke bantal. Tapi, ia tahu ia tidak bisa. Ada serentetan rutinitas yang harus ia lakukan hari ini sebagai seorang Sales Director dari PT Radiyantara Beverages.
Setelah sholat subuh, beres-beres dan peregangan ringan, Deny keluar kamar hanya dengan mengenakan kaos putih dan celana pendek berwarna gelap. Menyalakan mesin kopi kesayangannya, mendengarkan mesin kopi yang bergerak sambil memeriksa jadwalnya hari ini di handphone.
Briefing pagi, meeting, lunch meeting, meeting sampai sore untuk membahas rencana peluncuran produk baru sampai makan malam-pun ia ada dinner meeting. Deny menelusuri jadwal di layar handphone-nya tanpa ekspresi, terbiasa dengan jadwal meeting dari pagi sampai malam hari.
Waktu menunjukkan pukul setengah 6 lewat ketika Deny melirik sebuah pintu dengan tulisan "I WANT FREEDOM" berwarna merah tertempel di atasnya. Deny menyeringai jahil dan berjalan ke arah pintu itu. Ia menarik nafas dan mulai menggedor pintu tersebut, "Diny, bangun!!"
Tidak terdengar suara apapun.
Deny menggedor lagi, kurang puas rasanya kalau ia tidak mendapatkan reaksi.
"Shut up, Deny! It's fucking 5 in the morning!" seru suara seorang wanita dengan galak dari balik pintu sementara Deny hanya cekikikan sembari kembali ke kamarnya.
Sambil menunggu kopinya siap, ia menyiapkan pakaian yang akan dipakainya ke kantor. Dia membuka walk in closet-nya dan menatap ratusan pasang jas yang tertata rapi berdasarkan gradasi warna. Ia melihat koleksi jas-nya satu persatu dan akhirnya mengambil jas abu-abu muda dengan label Versace, kemeja hitam Arrow dan, ketika ia melihat lipatan koleksi dasi-nya, ia memutuskan untuk menunggu Diny bangun saja. He's just really bad at choosing tie. Bahkan sebenarnya, ia malas pakai dasi yang ia rasakan mencekik dirinya di Jakarta yang panas ini. Tapi, karena semua direktur di kantornya memakai dasi, ia terpaksa harus mengenakannya.
Setelah rapih, ia mengecek kelengkapan tas-nya. Seperangkat gadget dan laptop sudah dimasukkan dengan rapih. Begitu ia membuka pintu, ia melihat seorang wanita dengan rambut ikal kecoklatan sebahu mengenakan piyama kebesaran dan selop kamar sedang berdiri di depan kompor yang menyala.
"Pagi, Diny," sapanya sambil mengacak-ngacak rambut wanita itu itu.
"Aku itu baru tidur jam 3 pagi, Deny. Mestinya kamu enggak bangunin aku jam 5 pagi. I need my beauty sleep," keluhnya sambil membalik pancake di wajan. Meskipun sedang dalam wajah bangun tidurnya dan terlihat sewot, Diny tetap terlihat manis.
"Aku bangunin kamu jam setengah 6, ya. Lagian ngapain kamu tidur jam 3 pagi? Back to partying?" tanyanya sambil duduk di kursi meja makan. Ia mengeluarkan komputer tablet-nya dari tas dan mulai mengakses situs-situs berita.
"Euh... party? Kamu ngeledek? I sober from party world for a year already, remember? Like hell I will go back to that world again..." jawabnya sambil memecahkan telur di atas wajan kemudian mengurak-ariknya dengan gemas. "Lagian kalau aku party pulangnya jam 7 pagi, bukan jam 3..." bisik Diny, namun Deny tetap mendengarnya dengan jelas hingga ia tersenyum menyeringai.
"Terus kenapa kamu tidur jam 3 pagi?"
Diny berbalik dari kompor sambil mengangkat 2 wajan, satu berisi pancake dan satu berisi scramble egg. Ia meletakkan sepotong pancake dan seporsi scramble egg di atas piring kemudian menempatkannya di depan Deny. Ia lalu duduk di samping Deny, mengambil pancake dan scramble egg untuk dirinya sendiri. "Nicky rekomen satu drama Jepang yang bener-bener bikin ketagihan. Judulnya 'Liar Game'. Aku bahkan kepikiran untuk pergi ke kantor siangan supaya aku bisa lanjut nonton. Hidupku hancur setelah kenal dia!" seru Diny sambil menusuk-nusuk pancake-nya dengan garpu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Come True
Romance[COMPLETED] Dua cerita cinta... Ada yang gila kerja dan penuh penyangkalan jika sudah menyangkut soal cinta. Ada yang menganggap cinta adalah petualangan hingga menyakiti dirinya sendiri. Kenapa emosi yang bernama cinta harus serumit ini?