Chapter 24 The Bravery

4.5K 589 37
                                    

DINY

Mengambil langkah untuk menemui Reza dan kemudian mengakhiri segalanya bukan hal yang mudah. Percayalah. Bahkan sebelum menelepon Reza dan mengajaknya bertemu, Diny perlu menenangkan detak jantungnya berkali-kali.

Tetapi, ia sudah berpikir panjang dan mungkin sebenarnya ia sudah tidak kuat dan tidak ingin menjalani hubungan ini sejak lama. Ia memang jahat dan sangat bersalah. Ia baru sadar bahwa ia bersama dengan Reza hanya karena sepertinya akan mengasyikkan, sepertinya itu akan menyingkirkan kebosanan dari hidupnya yang "from 8 to 5".

Namun, ia menyadari bukan Reza yang membuat hidupnya kala ini lebih berwarna. Saat itulah dirinya tersadar bahwa ia sudah jatuh cinta kepada pria lain.

Pria yang menawarkan untuk menemaninya meski ia sendiri menahan rasa sakit di hatinya. Pria yang selalu membuat perasaan dan mood-nya membaik saat sedang resah ataupun galau. Pria yang mengikutinya pada malam ketika Reza menurunkannya di tepi jalan, padahal ia tidak serius meminta itu. Pria yang tidak mempertanyakan apapun, pria yang memberikannya waktu untuk akhirnya menjelaskan semuanya. Pria ini jugalah yang menyentaknya dengan kenyataan-kenyataan tajam tentang kebodohannya dengan jujur.

That's it.

She's fallen to him. Deeply.

Itu jugalah alasan kenapa ia bisa begitu jatuh saat Nicky mengatakan selamat tinggal kepadanya. Pikiran kehilangan Nicky untuk selamanya benar-benar mengerikan. Saat itulah ia tahu bahwa perasaannya kepada Reza sudah memudar, digantikan oleh perasaan sayang yang nyata yang ia rasakan terhadap Nicky.

Thus, the decision has been made.

Mungkin Nicky tidak memberikannya passionate love seperti Reza, tidak mengajaknya menjalani sebuah petualangan yang mendebarkan.

Nicky hanya... selalu ada di sana... membiarkannya memilih, membiarkan dirinya menjalani apapun pilihannya. Saat ia mengambil pilihan yang salah, Nicky ada untuknya. Memberikannya kekuatan dengan kata-katanya. Menghangatkan hatinya dengan sikapnya, bahkan sikap kecil seperti mengelus lengannya dengan jari telunjuknya atau mengacak-ngacak rambutnya dengan gemas. Lalu, yang terpenting, Nicky ada untuk dirinya... seutuhnya... tanpa terbagi.

Apakah itu cukup menjadi alasan mengapa ia jatuh cinta dengan pria sinis penyuka anime dengan rambut berantakan dan berkacamata?

Oleh karena itulah, ia meminta taksi yang tadinya akan mengantarnya pulang untuk berputar arah menuju JCC setelah tahu dari Dew bahwa Nicky sedang ada di Comic Pop Fair bersama dengan Satria dan Vincent.  Ia ingin bergegas menemui Nicky, ingin segera mengutarakan perasaaannya. Ia tahu bahwa mungkin semua ini terlalu cepat, Nicky mungkin akan menolaknya, tetapi debar di hatinya terlalu membuncah untuk bisa ia bendung.

Dalam perjalanan, Diny mencari nama Satria atau Vincent di ponsel-nya. Ia harus menelepon salah satu dari mereka karena kalau sudah di event  seperti Comic Pop Fair, Nicky akan terlalu fokus sampai enggan mengangkat telepon.

"Hai, Diny..." sapa seorang pria di telepon dengan nada riang dan ramahnya.

"Vincent... Lo sama Nicky lagi di Comic Pop Fair?" tanyanya buru-buru.

Jeda sejenak lalu Vincent berkata, "Iya. Dia lagi ngantri pre order action figure-nya Sri Asih. Memangnya dia enggak bilang sama lo?"

Diny mendesah, ditanya seperti itu membuatnya kesal, bertanya-tanya kenapa Nicky tidak mengabarinya bahwa ia akan ke Comic Pop Fair hari ini? Enggak ngajak dia pula?!?

Ewh! She sounds like a controlling girlfriend now!

"Oke, gue meluncur ke sana. Masih di JCC kayak tahun lalu, kan? Lo sama Satria jagain dia biar jangan kemana-mana, ya!" serunya semangat.

Two Come TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang