DINY
Bunyi dering telepon genggamnya benar-benar menyebalkan. Mungkin si penelepon, yang ia yakin adalah Nicky, tidak mengerti bahwa memilih baju untuk hari ini adalah sangat penting baginya. Mengapa? Tentunya karena ia akan kencan! Dengan Reza, bukan dengan Nicky, tentu saja.
Dengan banyak pertimbangan ia melihat baju-nya yang digantung berdasarkan warna itu. Ia mempunyai kloset yang lebih besar dari Deny tentu saja. Kalau Deny mendapatkan ruang kerja itu, ia mendapatkan kamar kecil ini sebagai walking closet. Kembali ke pertimbangan memilih baju untuk malam ini. Diny masih bingung antara memilih perpaduan nice tops dan flare skirt atau memakai dress terusan. Tetapi, deringan telepon itu benar-benar memecah konsentrasinya untuk berpikir.
Jadi ketika deringan telepon itu berhenti, ia benar-benar bernafas lega. Tetapi, itu sebelum terdengar ketukan di pintu-nya. Terdengar suara Deny, "Nicky bilang dia sampai 5 menit lagi. Awas kalau belum siap!"
Great! Setelah mengganggu lewat dering telepon, sekarang ia menggunakan Deny sebagai media perantara untuk mengganggu aktivitas pagi-nya.
"Diny, aku pergi, ya! Nanti jangan lupa kunci pintu!" teriak Deny dari luar kamarnya, suaranya terdengar menjauh dan kemudian terdengar suara pintu berdebam.
Akhirnya Diny memutuskan memakai dress berwarna merah maroon berbahan chiffon yang bernuansa vintage. Tepat ketika terdengar suara bel dan pintu digedor ia sedang mengancingkan bajunya. Dengan lari-lari kecil, ia pergi menyambut Nicky. "Tunggu sebentar, ya. Gue janji 10 menit lagi sudah siap," ucapnya cepat-cepat sambil membuka pintu.
Ia sudah siap mendengar geraman Nicky namun yang terjadi adalah Nicky yang terpaku menatapnya. Tetapi, Nicky bukan memberikan tatapan kagum tetapi tatapan yang menyiratkan kesedihan. Diny sampai harus melambaikan tangannya untuk mengembalikan kesadaran pria itu.
"Hei, lo enggak apa-apa, kan? Terpana banget, ya..." Diny berputar-putar dengan gaunnya, sedikit bercanda, namun tawanya terdengar gugup.
"Gue lupa kalau setiap hari Kamis lo ada kencan sama dia," ucap Nicky, menundukkan kepalanya, menatap sepatu converse hitam-nya.
"Yap! Jadi lo harus kasih gue tambahan waktu, ya. 10 menit!" Diny mengibaskan rambut hitam sebahunya yang bergoyang-goyang lembut ketika ia berlari kecil.
Ketika ia berada di balik pintu-nya, Diny menghela nafas, "Please, don't Nicky. Just don't," gumamnya dan kemudian menggigit bibirnya.
DENY
Ternyata ia tidak punya waktu untuk menjalankan rencana yang dipikirkannya semalam. Meskipun ia sedikit lega karena tidak harus melakukan rencana yang konyol itu. Bayangkan saja kalau tiba-tiba ia memanggil Karina dengan alasan proses kontrak padahal enggak ada apa-apa. Itu akan sangat memalukan.
Eerrghh... memangnya mendekati seorang wanita itu selalu sesulit ini, ya?
Sekarang ia sedang disibukkan dengan proposal kiriman Ayah-nya. Beberapa menit yang lalu Ayah-nya menelepon dan berkata, "Ayah kirim sekarang, kamu bikin laporannya, ya. Sebelum Ayah ke pabrik jam 10, Ayah sudah harus terima laporan dari kamu!"
Yang mana ia baru saja menerima email dari Ayah-nya pukul 09:35 pagi dan itu berisi proposal 35 halaman yang harus ia rangkum untuk dibuat laporan. Ia tahu Ayah-nya sedikit tidak waras, tapi ia tidak menyangka Ayah-nya segila ini.
Jika menyangkut soal pekerjaan, kegilaan pekerjaan Ayah-nya berada setingkat di atasnya. Di umurnya yang sebentar lagi 60 tahun dan meskipun jabatannya adalah Presiden Komisaris yang seharusnya hanya ongkang-ongkang kaki melihat para direktur bekerja rodi, ia masih rajin meninjau pabrik mereka yang berada di pinggiran Jakarta. Masih rutin memeriksa laporan penjualan tiap bulan dan meminta penjelasannya secara mendetail. Masih rutin bangun jam 5 pagi dan lari keliling kompleks. Yang pasti, Ayah-nya masih rajin memantau pekerjaan anak-anaknya atau memberi pekerjaan gila seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Come True
Romance[COMPLETED] Dua cerita cinta... Ada yang gila kerja dan penuh penyangkalan jika sudah menyangkut soal cinta. Ada yang menganggap cinta adalah petualangan hingga menyakiti dirinya sendiri. Kenapa emosi yang bernama cinta harus serumit ini?