Chapter 18 The Bourbon

4.4K 508 25
                                    

DENY

Memangnya jam 5 sore rasanya bisa selama ini, ya? tanyanya dalam hati ketika melihat jam tangannya yang masih menunjukkan jam 5 kurang 5 menit.

Deny memainkan jemarinya sembarangan di atas keyboard. Mengetuk-ngetuk ponsel-nya. Memeriksa ulang jadwalnya agar yakin tidak ada meeting dengan team-nya di atas jam 5 hari ini atau dinner meeting dengan klien.

Kemudian, ketika kurang dari 2 menit jam 5 sore, ia bangkit berdiri dari kursinya. Mulai membereskan barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam tas. Jam 5 sore tepat, ia keluar ruangan yang disambut dengan tatapan heran sekretaris dan para staf-nya, seolah-olah seorang Deny Radiantara pulang teng-go adalah hal yang janggal.

"Ada meeting sama klien, Pak?" tanya sekretarisnya, wajahnya terlihat bingung karena seingatnya jadwal Deny memang kosong di jam 5 ke atas. Tetapi, bosnya tentu saja tidak pernah benar-benar pulang jam 5 sore seperti karyawan pada umumnya.

Deny menggeleng, kemudian berjalan cepat-cepat menghindari tatapan orang-orang yang penasaran. Ia memasuki lift dan berpapasan dengan para karyawan lainnya yang juga tampak terkejut karena mendapati Deny yang pulang di jam biasa.

Sesampainya di parkiran, ia meletakkan tasnya di jok penumpang dan mengirimkan pesan kepada Karina bahwa ia sudah akan keluar dari kantor on the way ke apartemennya.

Balasan dari Karina ia terima ketika ia sudah keluar gedung, hanya 2 huruf, "OK".

***

Sesampainya di apartemen, Deny langsung mengganti bajunya dengan pakaian yang lebih santai. Meskipun debaran jantungnya sama sekali tidak santai. Ia terus memikirkan kemungkinan terburuk akan jawaban Karina. Intinya, dia harus menyiapkan hatinya. 

"Aku ingin kau bergantung padaku..."

Deny mengatakan itu benar-benar tanpa berpikir panjang. Jadi, ia tentu harus siap dengan apapun akibatnya. Biasanya, hasil yang didapat karena terburu-buru itu tidak baik.

Memikirkan itu sambil sedikit beres-beres ternyata ada gunanya. Karena sekarang bantal-bantal di sofa sudah tersusun rapih, mejanya sudah terbebas dari remah-remah kue kering, sampah sudah pada tempatnya dan foto Diny tidak terlihat satupun di ruang tengah. Bahkan aroma ruangannya sudah wangi berkat air purifier yang ia ambil dari kamar Diny. 

Sekitar 15 menit kemudian, ponselnya bergetar dan ia melihat nama Karina di layar. "Halo, Karina. Kamu sudah sampai? Aku buka pintunya dari sini supaya kamu bisa naik, ya?"

Sunyi selama beberapa detik, mungkin Karina sedang mempertimbangkan, kemudian ia berucap, "Deny, aku ada di taman apartemen kamu. Di kursi dekat air mancur. Bisa kamu ke sini?"

Mendengar itu, ucapan terkenal Star Wars itu terngiang di telinganya, "I have a bad feeling about this."

***

Deny tidak pernah terlibat dalam satu hubungan yang serius. Ia terlalu sibuk dengan apa yang dikejarnya, ambisinya untuk lebih baik dari sang Ayah dalam menangani perusahaan. Jadi, apakah aneh jika ia tiba-tiba jatuh cinta dengan seorang wanita karena mereka sama-sama menyukai Game of Thrones?

Ketika menuruni lift menuju taman apartemennya, Deny berpikir apakah ia memang menyukai Karina atau perasaannya yang sekarang hanyalah fantasinya belaka. Maksudnya, kalau Karina tidak menyukai Game of Thrones, apakah ia akan tetap menyukai Karina?

Such a deep thought for a very short 2 minutes elevator trip.

Pintu lift terbuka dan ia merasakan angin sepoi-sepoi yang berhembus ke wajahnya. Deny berjalan ke taman, mendapatkan bahwa matahari sudah hampir tenggelam sepenuhnya. Lampu-lampu taman mulai menyala, memberikan cahaya temaram yang berkesan hangat. Ia berjalan melewati taman setapak ke arah air mancur yang disebutkan Karina. Begitu ia tiba, ia mendapati Karina sedang duduk dengan kaki tersilang, pandangannya menerawang dan rambutnya yang biasa ia gerai kali ini dikepang rapih.

Two Come TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang