Marcell mengorek-korek isi lacinya, mencari barang yang dia duga hilang.
"Nyari apaan, Cell?" suara seseorang menginterupsi.
Namanya Joni, cowok kampung yang sudah bersahabat dengan Marcell sejak kelas sepuluh. Meski Marcell ini tenar dan arogan, tapi dia tidak pernah memilih-milih dalam urusan berteman. Joni saja dulunya adalah target bully Marcell, namun sekarang sudah berubah karena Joni pernah berjasa besar dalam menyelamatkan barang berharga Marcell yang hampir jatuh.
Ya, Marcell adalah kolektor komik.
Benda yang hampir jatuh itu adalah sebuah foto tokoh komik kesayangannya yang dipasang di sebuah frame.
Dan benda itu pula yang tengah ia cari saat ini.
"Foto Usman."
Usman adalah karakter komik kesukaan Marcell. Sifat Usman yang kejam dan otoriter menjadi panutan Marcell dalam bersikap selama ini.
Ukuran frame itu tidak terlalu besar, cukup untuk Marcell masukkan ke saku celananya. Paling besarnya tak jauh beda dengan ponselnya.
"Gue udah menganggap foto Usman sebagai jimat. Gue bisa kalang kabut kalo kehilangan foto itu."
Marcell juga lebay. Kalang kabut apanya jika dirinya hanya memasang tampang datar seperti itu?
Yang di atas itu sangat tak patut ditiru. Benda kesayangan boleh saja dijaga dan dirawat dengan penuh cinta, tapi tak perlu sefanatik itu hingga menjadikannya sebuah jimat.
"Lo naroknya dimana?" Meski berasal dari kampung, anak perantauan seperti Joni ini sangat mengikuti tren. Dari gaya bahasa dan cara bicaranya saja tak sama sekali mencerminkan orang kampung.
"Biasanya gue tarok di laci ini, 'kan?"
"Malah balik nanya."
Bel berdering. Kelas lambat laun menjadi ramai, semua murid sudah memasuki kelas.
Tatapan elang Marcell langsung saja menghunus Syana padahal gadis itu baru saja melangkahkan kakinya memasuki kelas. Syana berhenti ketia mendapati Marcell menatapnya dengan geram, namun buru-buru dia duduk karena guru sejarah sudah memasuki kelas.
***
Marcell membuka bagasi mobilnya, namun dia belum mengizinkan Syana memasuki bagasi.
Si kejam Marcell memang baik dengan memberikan Syana tumpangan, namun Syana malah ditempatkan di dalam bagasi. Setiap pulang pergi sekolah selalu seperti itu.
Badan Marcell berbalik, kepalanya miring serta matanya menyorot dengan pandangan mengeksekusi. Syana gemetaran namun dia takut untuk membuka suara, takut bertanya kepada Marcell apakah gerangan yang membuatnya bertingkah aneh seperti ini.
"Lo ngambil foto Us***- maksud gue, lo ngambil frame kecil yang selalu gue bawa?" tanya Marcell.
Syana menggeleng dengan takut. Dia sudah menebak jika setelahnya Marcell pasti akan memberinya masalah.
"Lo gak bohongin gue, 'kan?"
Syana menggeleng sambil menunduk.
"Oke."
Gubrak!
Dengan sadisnya Marcell mendorong Syana ke dalam bagasi. Syana meringis, untungnya Syana buru-buru menggeser badannya ketika pintu bagasi ditutup paksa oleh si kejam itu.
Ketika Marcell hendak membuka pintu kemudi, seorang gadis memanggilnya. Marcell menoleh lalu menatap tajam gadis itu.
"Marcell, kamu bisa kasih aku tumpangan gak? Soalnya mobilku-"
"Gak bisa."
Begitulah, si dingin Marcell dalam memperlakukan gadis-gadis yang genit dengannya.
***
Marcell dan Syana sudah pulang. Yang membuat hati Syana teriris adalah melihat sebuah pemandangan di mana Vina membukakan pintu lalu menyapa Marcell tanpa melihat ke arah putrinya.
Perih. Syana selalu merasakan itu.
Sejak dulu Syana berharap jika ayahnya segera dibebaskan dari masa tahanannya, kemudian menemui Syana dan Vina dan memulai lembaran baru sebagai keluarga bahagia.
Yang Syana ketahui, satu-satunya orang yang menyayanginya dengan tulus adalah ayahnya sendiri, namun ayahnya itulah yang menyebabkan Syana harus menjalani hidup seperti ini. Andaikan Hary tidak mabuk waktu itu, pasti nyonya Abraham akan tetap hidup sekarang, serta tak ada kebencian bagi Marcell kepada Syana.
Sejujurnya, Syana suka dengan Marcell sejak dulu.
"Lo ikut gue." Marcell memberi titah seperti biasanya.
Kali ini Marcell enggan mengikat Syana di pilar seperti biasa, namun hukuman untuk gadis itu akan lebih berat lagi.
Marcell sudah kelewat egois, dia menghukum Syana tanpa tahu kesalahan apa yang diperbuat Syana. Marcell menghukum gadis itu atas dasar kesenangannya saja.
"Masuk!"
Syana dengan ragu menatap kolam tersebut. Memang tidak dalam, namun masalahnya Syana tidak bisa berenang. Bagaimana jika dia terpeleset?
"Lo budek, hah?! Gue bilang masuk!"
Secepat kilat Syana menuruni tangga kolam dan berjalan menuju tengah. Ketika Marcell mengangkat tangannya tadi, itulah tandanya Syana harus segera melaksanakan perintah biadab Marcell.
Syana melakukannya dengan takut bercampur bahagia, dia rela melakukan apa saja demi pujaan hatinya.
Tatapan Marcell masih tak bergeser. Syana sudah sangat kedinginan mendapat tatapan tajam itu apalagi harus berendam di kolam renang seperti ini.
"Lo yang ngambil frame gue?"
Syana bingung mau menjawab apa. Kenyataannya dia memang tak mengambil apa yang Marcell maksud, namun jika dia mengatakan tidak maka celaka baginya.
"Tetap di situ sampe malem. Gue pantau lo dari CCTV."
Tak lama kemudian Marcell melenggang pergi.
Hati Syana semakin teriris karena melihat Vina melewatinya begitu saja, bahkan tak menoleh sama sekali.
BERSAMBUNG.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG BOSS [Tamat]
Teen FictionGadis cantik nan sederhana ini disukai oleh 2 gangster tampan! Gangster mana yang akan ia pilih? "Ikut gue! Bawa tas gue, jangan ngeluh capek, dan jangan lemot!" Kata-kata itu selalu membuat Syana bergetar takut. ====================================...