17. Kebencian

1.6K 176 11
                                    

Jungkook semakin lemah setiap harinya. Bahkan untuk berpindah atau duduk harus dibantu oleh perawat yang sehari sekali datang. Saat ini anak itu harus dibantu dengan nasal kanul karena untuk beberapa saat dan mendadak ia harus membutuhkan tenaga ektra untuk bernafas.

Tapi tau apa? Anak itu tidak pernah kehilangan senyumannya. Jungkook hanya butuh waktu untuk menolak keadaan dan juga marah pada dirinya sendiri selama beberapa hari setelah menemui ayahnya. Jungkook juga tidak selalu berdiam diri dikamar. Kadang dia meminta siapa saja untuk membawanya keluar rumah. Setidaknya sampai ia merasa lelah dan sesak kemudian istirahat.

Dia menerima. Sungguh.

Jungkook tidak pernah diajarkan untuk menolak keadaan atau menangisi keburukan. Karena sejak kecil dia terlatih dengan itu semua.

Reaksi yang berbeda diperlihatkan oleh keluarganya. Karena terkadang mereka harus berusaha menahan tangis saat Jungkook harus melemah.

Seperti saat ini. Pagi hari seharusnya digunakan sebagai waktu untuk memupuk semangat menjalani hari. Tapi apa yang Yoongi lakukan? Dia malah menangis didepan Jungkook yang sedang dia suapi sarapan. Jungkook yang butuh usaha keras untuk menahan mual dan juga menelan makanan sampai wajahnya memucat.

Yoongi mengusap kasar air mata yang berlinang. Disaat yang bersamaan, Jungkook melepas kedua alat bantu dengarnya.

"Aku dengar ada isakan Kak Yoongi tadi", Yoongi mengangkat wajahnya perlahan dan menatap lekat Jungkook yang mulai berbicara dengannya. "Aku tidak mau mendengarnya, Kak", Jungkook mengangkat tangan kanannya dan berusaha mencari permukaan pipi Yoongi yang setelah ia temukan sudah basah dan ada lagi air mata yang terus mengalir disana.

"Kenapa harus menangis lagi, Kak?"

Yoongi merasa kesal ketika Jungkook menanyakan alasan. Yoongi kemudian menangkup jemari Jungkook yang masih ada dipipinya sebentar lalu memasang kembali alat bantu dengar Jungkook.

"Aku akan melepasnya lagi jika aku mendengar Kak Yoongi menangisi keadaanku. Aku juga tidak mau melanjutkan makanku. Aku tau masih banyak kan?"

Tampak tidak berkurang bahkan...

"Iya Dek" singkat Yoongi tapi dengan suara yang tertahan karena isakan. Bisa Yoongi rasakan seluruh tubuhnya gemetar.

"Kak Yoongi akan bekerja hari ini?"

"Ini hari minggu, Jungkook" suara Yoongi pelan sekali tapi Yoongi tau Jungkook masih bisa mendengarnya.

"Ibu bagaimana, Kak?"

Yoongi memutar bola matanya. Ibunya harus depresi lagi atau setidaknya mendapatkan perawatan untuk kejiwaan karena terlalu tidak kuat melihat kondisi Jungkook.

"Ibu masuk rumah sakit lagi?" tanya ulang Jungkook yang mulai mendekatkan dirinya untuk meminta jawaban segera dari sang kakak. 

"Ibu baik-baik saja, Jungkook". Yoongi terus mengusap kepala Jungkook perlahan untuk menghilangkan rasa cemas dan juga khawatir dari kepala adiknya.

"Kak Yoongi pasti bisa menjaga ayah dan ibu dengan baik nantinya"

Ayah!

Yoongi tidak mau membahas ini. Cerita masa lalu yang ia benci.

"Dia ayah kita, Kak"

"Jungkook!!", kini kekesalan yang sudah beberapa hari Yoongi tahan-tahan. Kemarahan yang berusaha mencuat dalam diri Yoongi kini mulai menguasainya perlahan.

Yoongi meninggalkan Jungkook begitu saja. Kedua alis Yoongi masih menukuk dengan sorot mata yang menajam. Sepertinya, Yoongi mulai tidak bisa mengendalikan emosinya.

Wajar. Yoongi sudah ingin seperti itu sejak dulu.

Mulai dari Jungkook yang hilang, Taehyung dan Hanbin, rehabilitasi Jungkook, berkali-kali melihat adiknya tersakiti. Terakhir, kerusakan saraf yang bisa merenggut nyawanya kapan saja. Yoongi sudah melaluinya dengan kesabaran.

Sampai Yoongi lupa dia punya batas..

Dimana tidak akan ada seseorang yang bisa menghentikannya dari batas itu kecuali dia sendiri.

Yoongi tidak peduli lagi!

***

Jungkook membatu. Dia terkejut karena untuk pertama kali Yoongi meninggikan suara padanya. Jungkook menghela nafas untuk menghalau nyeri yang menyiksanya. Dia pasti sudah keterlaluan. Jungkook harusnya tau jika dia tidak perlu memaksa Yoongi jika kakaknya tidak mau menerima ayah dan menerima kondisinya.

Tapi Jungkook hanya ingin menunjukan selama ini dia sudah menunjukan yang terbaik dari dirinya, sebisa ia.

Jika hanya untuk menangis atau mengamuk, bahkan untuk mati. Sudah dari kemarin-kemarin Jungkook lakukan. Tapi dia tau semua itu tidak akan membantu dan malah akan memperburuk keadaan.

Kesepuluh jemarinya ia remat perlahan dengan senyuman tipis yang ia lengkung. Begitu tipis.

Ia tundukan kepalanya dalam sembari melepaskan alat bantu dengarnya yang sudah kembali terpasang oleh Yoongi.

"Jadi.."

Jungkook perlahan membentuk kata-kata. Entah untuk siapa.

"Jika memang harus begini.."

Jungkook memejamkan kedua kelopak matanya perlahan dengan senyuman yang masih terpatri.

"Kak Yoongi tidak akan menerima ayah. Sepertinya akan begitu sampai kapan pun"

Berbeda dengan Jungkook yang murung karena sikap penolakan, Yoongi yang masih diliputi rasa kesal mengacak-acak kamarnya dengan suara teriakan yang sesekali harus diiringi dengan isakan.

"Aku membencinya, Jungkook. Kenapa kau terus memaksa kakak untuk memaafkannya? Kenapa!!" teriak Yoongi untuk kesekian kali.

Yoongi menatap permukaan kaca yang tepat disamping kirinya. Yoongi perlahan mendekat. Ia tatap tajam bayangannya sendiri. Yoongi melihat dengan jelas gurat kemarahan dan kebencian saat ia mengingat bahwa...

Dia tetap terlahir dari ayah bajingan yang ia harap tidak pernah merasakan surga dalam kematiannya kelak!

Yoongi meninju permukaan kaca yang memantulkan bayangannya. Tak peduli luka yang harus mengeluarkan darah karenanya. Yoongi berharap ia bisa menghapus keturunan keluarga Min dari dalam dirinya.

Best Of Me [Mikrokosmos pt.2] || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang