15. Tidak Apa, Semua Baik-Baik Saja

1.4K 178 3
                                    

Pukul tiga dini hari....

Tidak ada yang bisa kembali tertidur setelah Jungkook berteriak histeris dan bergumam lirih tentang kelumpuhan pada kedua kakinya. Jimin yang terus memeluk Jihwan adiknya karena anak itu masih saja menangisi nasib Jungkook. Tak bisa Jihwan bayangkan jika Jungkook akan selalu duduk dikursi roda sama sepertinya. Meskipun Jihwan bisa menerima tapi dia juga sedih karena merasa tidak berguna untuk Jimin. Maka Jihwan yakin Jungkook akan merasakan rasa sedih itu disetiap waktu yang dia miliki.

Namjoon yang terus menenangkan Yoongi yang kini mengosong. Yoongi tak punya binar dalam kedua netranya. Mode kosong Yoongi sudah membuktikan bahwa dia teramat lelah hanya untuk bersedih dan terus tetap kuat ketika dihadapkan pada cobaan. Yoongi tidak pernah memikirkan atau setidaknya memprediksi waktu akan lebih cepat dari pada dia. Keinginan yang sangat sederhana kini hancur. Cita-cita bahagia yang dia susun sejak lama kini hanya tersisa angan-angan.

Meski wajah Yoongi amat berantakan dan sendu. Pandangannya tak bisa dia lepaskan dari Jungkook yang sejak lima belas menit yang lalu perlahan melepaskan pelukan darinya. Meski begitu Yoongi tidak mengambil langkah untuk menjauh. Dia tetap duduk didekat Jungkook. Adiknya kini tengah menunduk dalam sembari meremat kesepuluh jari yang ia miliki. Kedua alat bantu dengar terlepas begitu saja dari telinganya saat dia memberontak. Jadi meski Yoongi bersuara sekeras mungkin Jungkook tidak akan bisa mendengarnya?

Lalu setelah ini apa? Apakah sebentar lagi suaranya juga akan menghilang dan tak akan aku dengar lagi?

Pertanyaan Yoongi dengan nada lirih dalam hati tidak akan bisa dijawab oleh siapa pun.

Siapa pun. Termasuk Jungkook yang kini hanya bisa menunduk dan membayangkan hal-hal buruk yang pastinya akan terjadi kedepan. Kedua matanya yang hanya bisa melihat hitam. Kedua telinganya yang kosong. Kedua kaki yang lumpuh. Jungkook terus mengumpati semua keburukan yang terjadi padanya.

Baru saja, kedua kakinya melangkah bersama Yoongi sore tadi. Merasakan pasir pantai yang begitu nyaman ia rasakan dari telapak kakinya. Lalu sekarang hanya akan ada kekosongan juga. Kedua tungkai yang dulunya ia gunakan untuk melangkah menggapai mimpi kini direnggut paksa. Perlahan namun pasti, sarafnya akan kehilangan fungsi dan membuatnya tak berdaya untuk bersama Yoongi.

Jungkook menolak untuk menyerah. Dia ingin tetap berjuang karena sang kakak juga selalu berjuang untuknya sedari dulu. Yoongi selalu menjadi pondasi yang kokoh untuknya. Yoongi selalu menerima Jungkook apapun kondisinya. Maka dari itu, Jungkook ingin berjuang sekeras kakaknya. Jungkook ingin pantang menyerah seperti Yoongi yang selalu kuat menghadapi segalanya.

Saat berbagai doa Jungkook gumamkan dalam hati. Tak apa jika dia harus menerima kondisi seburuk apapun asal setelah ini kebahagiaan masih menghampiri mereka.

Kakaknya..

Ibunya...

Keluarga dan teman-temannya..

Jungkook sangat ingin mereka bahagia. Setidaknya mereka tidak perlu merasakan kesedihan dan rasa tidak berdaya yang berkepanjangan. Cukup dirinya saja. Karena Jungkook tau, semua yang ia dapatkan memang harus dia terima.

Jungkook hanya merasakan takut yang begitu besar dalam hatinya. Dia takut waktu itu semakin dekat. Meski pun ia merasa bahwa dia semakin pintar menahan sakit namun dia tak bisa memungkiri jika untuk beberapa saat ia ingin sekali menyerah.

Lalu, jika dia dengan kondisi seperti ini. Bagaimana ibunya akan menerima dia? Bagaimana kehidupan kakaknya Yoongi, yang harus merawat dua orang cacat? Ibunya dan dia sendiri pasti akan sangat merepotkan sekali.

"Aku akan menghubungi Kak Seokjin. Besok pagi aku akan memeriksakan keadaan Jungkook" ucap Yoongi dengan nada suara pelan dan kecepatan bicara yang lamban.

Best Of Me [Mikrokosmos pt.2] || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang