19. Selamat Tinggal

2.7K 210 18
                                    

Jungkook tersenyum. Meski dibalik alat bantu pernafasan tapi Jungkook yakin Yoongi masih bisa melihat senyumannya. Jungkook berharap Yoongi mengerti arti selama ini ia tetap tersenyum meski ditengah kesakitan. Jungkook sedang menunjukan yang terbaik dari dirinya sebisa ia.

Hal yang sama juga Yoongi tunjukan. Seorang kakak yang harus melewati berbagai cobaan dan kesedihan melihat penderitaan sang adik, Yoongi juga menunjukan yang terbaik dari dirinya, semampu ia.

Yoongi terus mengusap dahi Jungkook dan memberikan senyumannya pula. Ia tidak mau melewati hari-hari dengan tangisan lagi. Baginya sudah cukup.

Yoongi memakaikan alat bantu dengar milik Jungkook dengan sangat hati-hati. "Bisa mendengar kakak?" tanya Yoongi setelahnya.

Jungkook mengangguk dan menangkup salah satu tangan kakaknya. "Kak Yoongi sudah makan sesuatu hari ini? Aku pingsan selama dua hari sepertinya", ucap Jungkook sambil mengusap-usap punggung dan telapak tangan kakaknya.

"Kau jangan fikirkan hal seperti itu", Yoongi membalas genggaman tangan itu dengan sangat lembut. "Kak Yoongi hanya memikirkan dirimu. Kau dua hari pingsan berarti dua hari juga kau belum makan"

Jungkook makin melebarkan senyumannya, "Aku rasa sekarang aku tidak bisa makan apa-apa lagi, Kak". Yoongi bodoh. Ia tidak melihat ada nutrisi parenteral yang diberikan melalui intravena pada Jungkook. Yoongi bodoh sekali.

"Kuat ya. Berjuang sama Kakak"

Jungkook mengangguk dan tidak mengurangi sedikit dari senyumannya. "Kak Yoongi bahagia melihatku berjuang?" tanya Jungkook dalam setiap helaan nafas yang sudah mulai berat untuk ia tarik.

Jawaban yang Jungkook dapatkan adalah gelengan kepala pelan dengan bola mata yang sudah berkaca dari kakaknya. "Kak Yoongi bahagia saat Kak Yoongi bisa berjuang bersamamu bukan hanya melihatmu saja".

"Kak Yoongi hangat sekali"

"Kau dingin?"

Jungkook mengangguk dan memejamkan kedua matanya. Sesekali ia masih membukanya dan Yoongi langsung memeluk tubuh lemah Jungkook yang bisa ia jangkau dengan pelukan.

"Menurut Kak Yoongi, bahagia itu saat bersamaku?"

Pertanyaan yang makin menjurus kemana-mana membuat Yoongi harus menata hati untuk selalu kuat setiap saat.

"Jungkook ingin apa?" ,Yoongi bukan orang yang akan berbasa basi dalam bentuk apapun. Apa lagi disaat seperti ini. Ia benar-benar harus menata hati.

"Aku--tidak punya keinginan apapun selain Kak Yoongi berhenti menangisiku"

Seakan ada pisau yang menggores dada keduanya. Sakit teramat sangat dengan darah yang mengucur deras. Bedanya luka yang seperti sekarang pasti akan sulit sembuh.

"Itu mustahil, Jungkook". Saat ini Yoongi tidak akan menyembunyikan apapun. Kalau memang ia harus menangis, Yoongi tidak akan menahannya. Yoongi juga tidak akan mengatur kosa kata agar bisa membuat Jungkook membaik. Hari ini dia dan Jungkook akan saling mengeluarkan isi hati masing-masing.

"Sebenarnya mustahil juga untukku melihat Kak Yoongi menangis. Mungkin itu alasan Tuhan mengambil kedua pernglihatanku. Lalu aku juga tidak sanggup mendengar Kak Yoongi menangis, itulah alasan Tuhan mengambil pendengaranku. Lalu..kedua kakiku--

Yoongi mengerti kelanjutannya. Ia paham. Paham, sangat paham.

"Mungkin Tuhan berniat untuk menghentikan langkahku bersama Kak Yoongi"

Yoongi sudah bersiap dan sudah berprinsip bahwa hari ini. Mereka berdua akan mengutarakan semua yang mendekam dalam hati terlalu lama.

"Tapi Kak. Hatiku tidak mati. Dia masih tetap menyayangi Kak Yoongi serusak apapun tubuh ini. Itulah kebahagiaanku, Kak"

Best Of Me [Mikrokosmos pt.2] || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang