12

3.2K 608 189
                                    

Balik nih❤️

Are you redehhh?


Happy reading!^^



~°~°~



"Kakiku bergerak!"

Dino yang sejak tadi berbaring di atas karpet sambil menatap langit-langit kamar—dari pagi menemaniku bercerita—langsung beranjak dan menoleh ke arahku. Kedua bola matanya terbuka lebar.

"Yang benar?!" pekiknya kemudian berdiri. Segera ia mendekat ke tepi ranjang.

Aku memberinya senyuman lebar. Kusingkap selimut yang menutupi kakiku. "Benar! Tadi jari kakiku bergerak! Ayo coba lihat!"

Aku berusaha menggerakkan jari kakiku untuk menunjukkannya pada Dino. Ia bersorak lebih riang daripada yang kubayangkan.

"Keren!" serunya sambil bertepuk tangan. "Syukurlah ... meskipun hanya jari kaki, ini perkembangan yang bagus!"

"Apa menurutmu aku akan cepat pulih?" tanyaku riang.

Dino tersenyum lebar. Ia mengangguk mantap. "Tentu! Pokoknya aku akan menemanimu sampai kau bisa berjalan lagi."

"Aku ingin berjalan lagi," ucapku kemudian menghela napas. "Aku tidak peduli lagi pada kekuatanku. Aku hanya ingin normal kembali supaya tidak merepotkan orang lain."

"Ayo semangat! Kau pasti bisa!" ucap Dino seraya mengangkat kedua tangan, bermaksud menyemangatiku. "Kalau kakimu benar-benar sudah bisa bergerak, aku akan membantumu berlatih."

"Terima kasih, Dino," ucapku senang. "Kau sadar tidak seberapa positifnya dirimu sampai aku tertular?"

Dino tertawa pelan seraya mengusak kepalaku. "Aku senang mendengarnya."

Dino kembali ke karpet dan berbaring di sana. Bantal yang kuberikan ia jadikan sebagai guling sementara tangannya ia jadikan bantal. Aku menghadapkan tubuhku ke arahnya.

"Dino ...," panggilku, "boleh aku bertanya?"

"Tentu saja," ucapnya, "kau tidak perlu izin untuk itu. Tanyakan apa pun yang ingin kau ketahui. Jika aku tahu jawabannya, pasti kujawab. Kecuali kalau kau bertanya soal matematika. Aku tidak bisa."

Aku tertawa pelan pada candaan ringan yang Dino lontarkan. Aku menjadikan tanganku sebagai bantal, sama seperti Dino. Kutatap wajahnya lekat-lekat sebelum akhirnya bertanya, "Apa yang ada di pikiranmu saat pertama kali kita bertemu?"

"Ohh dewa-dewi!" serunya. "Aku mengatakan itu di kepalaku."

"Hey, apa-apaan itu?" protesku.

Dino terkekeh geli. "Pertama kali kita bertemu kau, kan, mengejutkanku. Ingat tidak? Aku mau keluar kamar, kau mau naik tangga."

"Maksudku bukan itu," rajukku seraya memutar bola mata. Sekarang aku tahu kenapa ia bisa menjadi adik dari Vernon, sama-sama sulit diajak serius. Sepertinya mereka berdua punya moto yang sama: Kalau bisa membelokkan pembicaraan, kenapa tidak?

"Iya, iya, aku tahu kok," sahut Dino setelah tawanya terhenti. Ia tersenyum, matanya mengarah padaku dengan lembut. Ada sesuatu di sana ... sirat kagum.

Half Blood 3 (Secret Of Roseline) [Seventeen Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang