21. Memikirkannya

242 16 0
                                    

Devin kini tengah duduk pada soffa ruang tamunya, bersama Claudya yang sejak tadi menyandarkan kepala pada bahunya. Mereka hanya diam saja, menikmati tontonan televisi yang terputar sejak tadi. Sesekali Claudya tertawa menyaksikan adegan lucu pada acara televisi yang tengah dilihatnya. Sedangkan Devin hanya menatap kosong pada layar kaca yang menampakkan ribuan warna.

Pikirannya kini melayang entah kemana, tak memperdulikan layar kaca yang terpampang dihadapannya. Dia tengah memikirkan Marsha. Kenapa gadis itu mendadak ingin pulang terburu-buru? Lalu kenapa juga tadi Ruth menampakkan wajah kecewanya saat akan menyusul Marsha?

Ada apa dengan kedua gadis itu? Kenapa mereka pergi begitu saja, saat Devin dengan senang hati mengantarkan mereka untuk pulang ke rumah.

Claudya berbicara beberapa kali, mengomentari acara televisi yang dilihatnya saat ini. Namun Devin masih tak bergeming dari lamunannya, membiarkan Claudya berbicara semaunya. Dan ketika setiap ucapannya tak mendapatkan tanggapan dari sang kekasih, Claudya menegakkan kembali kepalanya dan menatap Devin yang tampak terdiam dalam lamunannya.

"Sayang, kau memikirkan sesuatu?" Claudya menguncang bahu Devin yang tampak kaku dan keras.

Suara dan goncangan dari tangan yang diberikan oleh Claudya, membawa kembali kesadaran Devin pada dunia nyata. Mengerjapkan mata beberapa kali untuk menghilangkan rasa canggungnya, lalu bertanya dengan nada lembutnya, "Ada apa sayang?" Mengelus mesrah rambut panjang kekasihnya.

"Apa kau sedang memikirkan sesuatu?" Claudya mengulangi pertanyaannya, karena tadi Devin mengacuhkannya.

"Hanya masalah pekerjaan." Jawab Devin berdusta. Dia tidak mungkin mengatakan yang sejujurnya, bisa-bisa kekasihnya itu akan marah jika tahu dirinya tengah memikirkan gadis lain saat sedang berduaan saja.

"Masalah seperti apa? Apakah itu masalah yang besar? Apa kah berhubungan dengan kelancaran perusahaanmu?" Claudya bertanya tanpa jeda, seolah ikut khawatir jika terjadi sesuatu dengan pekerjaan kekasihnya.

"Tidak separah itu. Semua masih bisa ku atasi."

"Syukurlah." Kembali menyandarkan kepalanya dan bertanya, "Siapa gadis yang bersama denganmu dan Ruth tadi, sayang?" Pertanyaan Claudya kembali membuat tubuh Devin menjadi kaku.

"Dia... dia, namanya Marsha. Dia teman sekelas Ruth." Jawab Devin tergugup.

"Ohh, temannya Ruth? Lalu kenapa kau mengajak mereka ke apartement?" Tanya Claudya lagi. Wanita ini memang selalu banyak bertanya. Seolah sedang menginterogasi kekasihnya.

"Tadi aku menjemput Ruth di sekolah, dan berniat mengantar mereka pulang. Tetapi Ruth ingin mengambil pakaiannya dulu yang sempat tertinggal disini. Maka dari itu aku mengajak mereka kemari."

Claudya hanya menganggukan kepala saja saat menanggapi Jawaban dari kekasihnya. Dia memang tahu jika Ruth terkadang menginap diapartement ini saat sedang lelah menghadapi aktifitas modelingnya. Dan dia juga sangat tahu jika kekasihnya itu sangat menyayangi Ruth, bahkan seluruh keluaga Wilson sangat sayang dan perhatian kepada gadis itu. Seolah Ruth adalah harta berharga yang harus mereka jaga.

**

Setelah setengah jam lebih menumpahkan tangisnya pada bahu sahabatnya, Marsha memilih untuk pulang ke rumah dengan keadaan yang sudah tenang. Dia memilih pulang sendiri, dan meminta Ruth untuk pulang kerumahnya saja tanpa mengantar dirinya. Ruth sempat menolak dan memaksa untuk mengantarnya pulang, tetap Marsha lebih keras kepala untuk menolak permintaannya itu.

Marsha sudah memasuki rumahnya, dan mendapati sang Mama yang sedang duduk membaca buku diruang tengah. Marsha menghampiri Mamanya, lalu duduk dan berhambur kedalam pelukannya. Entah kenapa dia berubah menjadi gadis yang sangat lemah dan cengeng sekarang. Mungkin ini efek dari rasa sakit akibat patah hati yang baru saja terjadi.

"Kenapa sayang?" Tanya Mama Marsha setelah meletakan buku dan juga kaca mata bacanya.

"Tidak ada, Ma. Aku hanya ingin memeluk Mama saja." Jawab Marsha semakin menenggelamkan wajahnya pada bahu sang Mama.

Dia ingin kembali menangis sekarang. Rasanya benar-benar menyakitkan dan membuat hatinya nyeri berkepanjngan. Namun dia tak ingin membuat Mamanya khawatir karena melihatnya menangis. Hingga dia terpaksa menahan kesedihannya itu agar tak diketahui oleh orang terkasih.

Mungkin saat dia sendirian nanti, dia akan kembali menumpahkan kesedihannya itu. Kesedihan karena cinta yang bertepuk sebelah tangan. Kesedihan akibat kenyataan yang berbanding terbalik dengan harapan. Dan kesedihan karena perhatian pria yang kau anggap mencintaimu, hanyalah sebuah perhatian untuk mengasihani keadaan dirimu.

Impossible Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang