22. Merindu

252 12 0
                                    

Sudah seminggu ini Devin tak bisa berkomunikasi dengan Marsha. Claudya selalu saja menganggu hari-harinya, mengajaknya berkencan dan makan malam setiap harinya. Pernah sekali Devin menolak dan mengatakan jika dirinya sedang lelah, tetapi Claudya tetap memaksa dengan beralasan mereka sudah jarang keluar bersama. Hingga membuat Devin terpaksa mengikuti keinginan sang kekasih.

Malam yang semakin pekat, tak membuat Devin larut dalam kegelapan. Dia kini justru tengah berada dalam penerangan lampu apartemen yang masih menyala. Fikirannya kini mulai berkelana, mencari tahu alasan dibalik sikap Marsha yang berubah.

Beberapa kali Devin mencoba mengirimkan pesan, tetapi tidak ada balasan. Dia juga pernah menelepon ponselnya, tetapi tidak ada jawaban. Sepertinya Marsha sedang menghindari dirinya, dan dia tidak tahu apa alasannya.

Didalam benak Devin mulai bertanya-tanya, apa kiranya yang terjadi pada gadis lugu yang selalu bersikap baik padanya. Kemana perginya gadis yang selalu berkirim kabar dan membagi cerita setiap malam dengannya.

Tanpa sadar Devin mulai merindukan sosoknya, sosok yang akhir-akhir ini mengisi hati dan fikirannya.

Dia bahkan lupa jika kekasih sekaligus tunangannya itu baru saja kembali dari negara sebrang. Dan dia, bukannya memperhatikan Claudya yang ada didepan mata. Tetapi justru tengah memikirkan Marsha yang entah bagaimana keadaannya.

"Ada apa dengan Marsha? Kenapa sepertinya dia menghindariku. Dan kenapa juga Ruth selalu menolak jika aku ingin menjemputnya. Apakah ada yang sedang mereka sembunyikan dariku?" Devin mulai bermonolog sendiri. Mengucapkan beberapa kalimat yang sedang tertanam didalam benaknya.

Ya, akhir-akhir ini Ruth juga ikut menjaga jarak dengannya. Selalu menolak untuk dijemput oleh sepupunya, dan beralasan jika Devin ingin menemuinya. Devin benar-benar tidak tahu dengan apa yang sudah terjadi kepada kedua gadis itu. Dia hanya bisa memikirkan satu acara untuk mencari tahu segalanya melalui perantara sepupunya.

Semoga saja usahanya itu bisa membuahkan hasil, dan hatinya bisa kembali lega setelah mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Tidak seperti saat ini, yang hanya bisa menerka dan bertanya-tanya tanpa tahu jawaban pastinya.

**

Malam yang pekat juga tak bisa membuat Marsha cepat terlelap. Matanya justru terbuka lebar dan enggan untuk terpejam. Dia kini tengah duduk sambil bersandar pada kepala ranjang, memikirkan hal yang sama lagi hingga membuat hatinya kembali sakit.

Sebenarnya Marsha ingin sekali melupakan kejadian waktu itu. Kejadian dimana dia harus menelan rasa kekecewaan yang teramat dalam, katika mengetahui jika pria yang dicintainya sudah memiliki pasangan. Memang hatinya hancur saat itu, dan sampai sekarang pun masih berbekas. Ibarat sebuah kaca yang pecah. Sekalinya dia sudah hancur, tidak bisa kembali utuh seperti semula.

Sudah berulang kali pula Marsha menyakinkan dirinya sendiri, bahwa semua akan baik-baik saja. Rasa sakit yang saat ini dia rasakan, pasti akan menghilang seiring berjalannya waktu. Tetapi semuanya tak semudah itu. Dia belum bisa bangkit dari keterpurukannya. Dia masih begitu sakit dan memerlukan waktu untuk pemulihannya.

Air mata kini jatuh begitu saja dari kedua sudut matanya. Memang benar kata pepatah, air mata adalah tanda kekuatan wanita. Seorang wanita menangis, bukan berarti dirinya lemah. Justru adanya air mata tersebut adalah tanda kekuatan wanita. Dia mampu berjuang dari setiap cobaan dalam hidupnya, manjalani hari-harinya yang penuh akan luka.

Seperti itu pula kehidupan yang dilalui oleh Marsha. Dia akan tetap berjuang demi kehidupannya, menahan luka yang setiap saat bisa kembali menjatuhkan dirinya.

"Kau belum tidur sayang?" Tanya seorang wanita yang baru saja muncul dari balik pintu kamarnya.

Marsha buru-buru menyeka air matanya, saat melihat sang Mama berjalan menghampiri tempatnya. "Belum, Ma. Marsha masih belum mengantuk." Jawab Marsha dengan suara seraknya. Bahkan dengan mendengarnya saja, anak kecil juga tahu jika dirinya baru saja menangis.

"Kau menangis, sayang? Ada apa?" Tanya Mamanya khawatir, dan langsung membawa tubuh Marsha kedalam pelukannya.

Air mata yang sejak tadi tertahan pun, kini mulai membajiri wajah cantiknya. Dia mulai terisak dan menumpahkan kesedihannya dalam pelukan sang Mama.

Marsha mulai menceritakan segalanya kepada sang Mama. Dan Vina yang merasa simpati dengan kisah percintaan putrinya, hanya bisa memberinya pelukan hangat yang menenangkan. Sesekali dia juga memberikan sebuah nasihat, kata-kata bijak yang bisa menguatkan hati putrinya.

Impossible Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang