40. Kepolosan

290 20 2
                                    

Mereka kini sudah tiba dirumah sakit. Caca langsung ditangani oleh dokter jaga diruang IGD ini. Sedangkan Ruth, Marsha dan kedua ponakannya tampak menunggu dengan cemas.

Marsha memeluk Mer yang tampak ketakutan. Sepertinya keponakannya itu merasa bersalah karena sudah membuat alergi Caca kambuh dengan memberikannya susu kedelai. Marsha jadi Merasa bersalah juga, sebab didalam mobil Ruth tadi dia sempet memarahi Mer.

"Apa Caca akan baik-baik saja Aunty?" Tanya Mer sesenggukan menahan tangisnya.

"Caca pasti baik-baik saja. Mer jangan sedih lagi ya. Maafin Aunty juga tadi sempet marahin Mer. Besok-besok kalau mau memerikan sesuatu pada Caca, tanya Aunty dulu ya!" Hibur Marsha pada keponakannya itu, yang disambut anggukan kepala oleh Mer.

Marsha menolehkan kepalanya kearah Ruth. Melihat sahabatnya itu tengah berbicara dengan seseorang memalui sambungan teleponnya. Marsha tau siapa kiranya orang yang tengah dihubungi Ruth. Dan Marsha kembali membuang nafas Berar saat harus kembali bertemu lagi dengan sosok itu.

**

Devin baru saja menyelesakan meetingnya dengan para karyawan, saat tiba-tiba dia merasakan ponselnya bergetar di balik saku celananya. Dan ternyata sudah ada 5 panggilan tak terjawab dari adik sepupunya itu.

"Halo Ruth. Ada apa?" Tanyanya setelah menggeser tombol panggilan.

"Kenapa baru diangkat Kak. Aku sejak tadi menelponmu." Balas sambungan disebrang sana.

"Tadi Kakak sedang meeting."

"Cepatlah ke rumah sakit! Alerginya Caca kambuh setelah meminum susu kedelai."

Ucapan Ruth dari sambungan telepon itu sukses membuatnya khawatir. Dia tau bagaimana kondisi putrinya itu saat alerginya kambuh. Caca akan kesulitan bernafas dan tak lama akan bermunculan ruam merah pada Kulit tubuhnya.

"Bagaimana bisa? Kenapa kau memberinya susu kedelai saat kau sudah tau dia mempunyai alergi." Kesal Devin.

"Jangan marah-marah dulu. Cepat datang kemari saja! Aku akan menjelaskan semuanya saat Kakak sudah di sini." Balas Ruth yang kemudian disetujui oleh Devin dan langsung mematikan sambungan teleponnya untuk bergegas ke rumah sakit.
.
**
.
Devin memacu mobilnya dengan sangat kencang. Beberapa orang sempat mengumpatinya karena menyetir secara ugal-ugalan. Bukan maksudnya untuk mencari masalah dengan orang-orang itu dijalan. Dia hanya terlalu cemas dengan keadaan putrinya.

Hanya butuh waktu dua puluh menit untuk Devin tiba dirumah sakit yang tadi alamatnya sudah dikirimkan Ruth melalui pesan WhatsApp. Dia langsung berjalan menuju ruang IGD dan melihat keberadaan Ruth yang berdiri disana.

"Ruth, gimna Caca? Gimana bisa kamu seceroboh ini. Kamu tau kan alerginya Caca, kenapa kamu malah kasih dia susu kedelai." Ucap Devin yang kini sudah berdiri dihadapan Ruth. Dia tidak melihat keberadaan gadis lain dan dua anak kecil disana. Sebab sejak tadi Marsha dan keponakannya itu sedang duduk. sedangkan Ruth berdiri disamping pintu.

"Caca masih diprikasa. Kita doain aja semoga dia baik-baik saja. Dan aku----" ucapan Ruth terpotong oleh kalimat Devin yang seperti menyudutkannya.

"Apa kamu lupa kalau Caca punya alergi? Kenapa bisa kamu membuat----" Devin pun mengehentikan kalimatnya kala melihat Marsha yang kini berdiri dibelakang Ruth. Gadis itu menatapnya tajam, seolah tidak suka jika dirinya memarahi Ruth.

"Jangan menyalahkan Ruth! Mer lah yang sudah memberikan susu kedelai kepada Caca. Mer, apa yang harus kamu Katakan pada Uncle Devin!" Marsha berkata sambil menetap tajam mata Devin. Dia tidak suka melihat Devin menyalahkan Ruth seperti itu. Lalu pandangannya beralih pada Mer yang kini berdiri disampingnya sambil menggenggam tangannya.

Pandangan Devin pun kini ikut mengarah pada gadis kecil yang masih seumuran dengan putrinya. Dilihanya Mer tentunduk menahan isak tangisnya. Sepertinya dia ketakutan setelah melihat amarah Devin pada Ruth tadi.

"Maafkan Mer, Uncle. Mer tidak tahu jika Caca tidak boleh meminum susu kedelai. Mer yang sudah membuat Caca sakit. Jangan memarahi Aunty Ruth." Ucap Mer masih menundukkan kepalanya.

Devin menghela nafasnya pelan. Dia berjongkok, menyamakan tingginya dengan postur tubuh Mer yang kecil. Devin mengarahkan tangannya untuk mengelus puncak kepala Mer, lalu mulai menghapus air mata bocah tersebut. "Jangan menangis. Uncle tidak akan marah padamu. Uncle hanya khawatir pada Caca, dan Uncle juga tidak bermaksud memarahi Aunty Ruth kok. Jangan menangis lagi ya!"

Mer tersenyum senang, lalu berhambur memeluk Devin yang ada dihadapannya. "Terimakasih Uncle. Mer tidak akan mengulangi ini lagi."

"Terimakasih sudah memaafkan Mer Uncle. Aku berjanji, mulai sekarang aku akan menjaga Caca seperti aku menjaga Mer." Ucap Max yang kini berdiri disamping Mer dan memeluk pundak adiknya.

Devin tersenyum melihat sikap anak kembar Malvin dan Vanya ini. Seandainya dia punya keluarga, dia ingin memilik anak-anak yang baik dan saling menyayangi seperti halnya Max dan Mer.

"Terimakasih juga kamu sudah bersedia menjaga Caca Max." Balas Devin.

Beberapa detik kemudia, pintu ruangan terbuka. Menampakkan pria paruh baya dengan jas putihnya. Sepertinya itu dokter yang tengah menangani Caca.

Devin pun menghampiri dokter tersebut dan menanyakan keadaan putrinya. Ruth, Marsha dan kedua ponakannya juga ikut menghampiri dokter tersebut. Mereka sangat khawatir dengan keadaan Caca.

"Alerginya tidak terlalu parah. Untung dia cepat segera dibawa ke rumah sakit. Untuk sesak nafasnya sudah hilang. Hanya ruamnya saja yang mungikin akan muncul dan nanti secepatnya juga akan segera hilang. Tidak perlu khawatir. Dan jangan lupa memberinya obat tepat waktu!" jelas sang dokter yang membuat semuanya merasa lega.

Setelah Devin mengucapkan terimakasih. Dokter tersebut pun undur diri, sebelum terlebih dahulu meminta mereka untuk masuk menamui Caca secara bergantian.

Devin langsung buru-buru masuk menemui sang putri setelah dokter itu pergi. Sedangkan Ruth dan Marsha saling pandangan untuk memutuskan siapa yang akan mengikuti Devin untuk masuk kedalam  menemui Caca.

"Masuklah dahulu bersama Kak Devin dan juga Mer. Aku akan menjaga Max di sini." Ucap Ruth yang dibalas anggukan kepala oleh Marsha.

Marsha pun menggandeng Mer dan membawanya masuk menyusul Devin yang sudah terlebih dahulu menemui Caca didalam.

"Kamu tidak apa-apa sayang?" Tanya Devin lembut yang kini tengah memeluk sang putri.

Caca menggeleng dalam pelukana Papanya. Lalu tersenyum saat melihat Marsha yang baru saja masuk bersama Mer. "Mer dan Aunty Marsha masih disini?" Tanya Caca saat Mer dan Marsha sudah berdiri disamping brangkarnya.

"Tentu sayang. Aunty Marsha dan Mer sanggat mengkhawatirkan kamu. Kamu sudah baikan?" Ucap Marsha yang kemudian mengelus puncak kepala Caca yang sudah melepas pelukannya dari sang Papa.

Caca kembali mengangguk. Lalu mengalihkan pandangannya pada Mer yang hanya menunduk.

Hal itu pun tak luput dari perhatian Marsha. Dia pun mengelus kepala Mer, dan membuat gadis kecil itu mendongak menatapnya. Marsha tersenyum, sebelum akhirnya berkata. "Ayo, apa yang harus Mer ucapakan pada Caca!"

"Maafkan Mer, Caca. Mer tidak tahu kalau Caca akan sakit setelah meminum susu itu. Maafkan Mer ya." Ucap Mer diakhiri uluran tangan kearah Caca.

Caca tersenyum dan membalas ukuran tangan Mer sambil berkata. "Caca memaafkan Mer."

Impossible Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang