29. Nostalgia

166 11 0
                                    

Marsha dan Vanya baru saja sampai dirumah setelah tadi mengantar kedua orang tua mereka ke bandara. Hari ini Marsha membolos dari sekolahnya lagi, dan Vanya juga mengambil cuti beberapa hari agar bisa menemani Marsha dan menjaga rumah orang tuanya.

Malvin langsung berangkat kekantor setelah mengantar Ayah dan Ibu mertuanya ke bandara. Semalam mereka memang datang berdua dan menginap dirumah orang tua Vanya. Namun Malvin tidak bisa mengambil ijin dan meninggalkan pekerjaannya begitu saja. Mungkin dia akan pulang nanti ketika sudah waktunya makan siang.

"Rumah ini jadi sepi karena gk ada Mama." ucap Marsha yang kini sudah duduk diruang tengah bersama kakaknya.

"Mama dan Papa hanya pergi beberapa hari Marsha. Tidak perlu menampakkan wajah sedih seperti itu." balas Vanya pada adiknya.

"Iya. Kakak yakin akan tinggal disini selama Mama dan Papa pergi?" tanya Marsha yg dibalas Vanya dengan anggukan kepala. "Lalu Kak Malvin bagaimana?" tanyanya lagi.

"Dia juga akan tinggal disini menemani kita."

"Benarkah? Tempaknya Kakak ipar sudah mulai mencintai Kakak, hingga tidak bisa tinggal sendiri tanpa istrinya." goda Marsha diakhiri tawanya.

"Sudahlah jangan menggodaku! Lebih baik sekarang kita pergi berbelanja. Tampaknya dia akan pulang nanti saat makan siang."

"Siapa?"

"Suamiku."

Marsha menahan tawanya melihat tingkah sang Kakak yang sedang dimabuk asmara. Lalu setelah bisa mengendalikam diri, dia kembali berkata. "Ok, baiklah. Tampaknya kalian berdua memang benar-benar sedang dimabuk cinta."

Pipi Vanya bersemu merah saat mendengar godaan dari adiknya. "Aku akan ganti baju, lalu setelah itu kita berangkat." berdiri dari posisinya dan berjalan menuju kamar. Meninggalkan Marsha yang masih tersenyum ditempatnya.

**

Ditempat yang berbeda, Claudya tampaknya sedang marah setelah mengetahui segalanya dari orang yang baru saja ditemuinya. Dia memang sedang mencari tahu tentang hubungan tunangannya itu dengan gadis SMA yang bernama Marsha. Dan setelah mengetahuinya, dia semakin merasa harus menjauhkan tunangannya itu dari Marsha.

Devin adalah pria yang baik dan bertanggung jawab. Karena alasan itu pula Claudya yakin jika Devin tak akan mau untuk menjauh dari Marsha, kecuali jika dirinya ikut turun tangan. Dia akan menyelesaikan sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh tunangannya itu.

"Aku akan membantumu mengakhiri segalanya, agar kamu tidak selalu merasa bersalah dan menjauh dari gadis itu." ucap Claudya bersungguh-sungguh.

Claudya memanglah gadis yang penuh ambisi. Dia tidak segan-segan untuk melakukan berbagai cara agar keinginannya bisa tercapai. Dan untuk saat ini, yang dia inginkan adalah Devin. Dia tidak ingin kehilangan tunangannya itu hanya karena alasan konyol. Rasa bersalah? Bahkan Devin masih bisa melanjutkan hidupnya sampai detik ini, meskipun sudah membuat seseorang kehilangan nyawa.

**

Kedua Kakak beradik ini tampaknya sudah sampai disebuah swalayan dekat rumah mereka. Marsha mengambil alih trolly, sedangkan sang Kakak sibuk memilih bahan-bahan yang akan mereka gunakan.

"Enaknya kita masak apa ya?" tanya Vanya yang kini sudah berada diset danging. Tangan kirinya memegang danging sapi segar, dan tangan kanannya membawa sepotong bagian dada ayam.

Marsha menatap Kakaknya sambil berfikir. Lalu kemudian menjawab setelah memutuskan, "bagaimana jika kita membuat Ayam teriyaki saja?" usul Marsha.

"Tapi Kakak sedang ingin makan steak, Marsha." balas Vanya.

"Kalau begitu kenapa Kakak tanya pendapatku?" kesal Marsha melanjutkan langkahnya dengan mendorong trolly.

Vanya tersenyum, lalu memasukkan kedua bahan utama itu kedalam trolly yang didorong adiknya. "Aku akan membeli keduanya. Aku tau kau sedang ingin makan ayam teriyaki kan?" ucap Vanya yang kemudian mendahului Marsha untuk berjalan kearah set sayuran.

Marsha menghela nafas pelan, lalu mulai mengikuti kemana arah langkah sang Kakak. Meskipun tadi dirinya sempat merasa kesal, namun sekarang perasaan itu berubah menjadi rasa senang. Sebab ternyata sang Kakak tau apa yang diinginkannya. Marsha bukanlah orang yang mudah untuk mengungkapkan keinginannya. Dia cenderung mengikuti keinginan orang disekitarnya, dan karena hal itu pula Marsha menjadi gadis yang mudah rapuh. Perasaannya mudah tersakiti, dan akan membutuhkan waktu yang lama untuk menyembuhkannya.

Setelah mendapatkan semua kebutuhannya untuk memasak nanti. Mereka kini mulai berjalan kearah kasir untuk membayar semua belanjaannya itu. Mengantri sebentar, sebab terlalu banyak orang yang berbelanja hari ini.

Selesai membayar, mereka memutuskan untuk langsung kembali kerumah. Meletakkan semua bahan-bahan itu didapur, lalu mulai mulai mengeksekusi setelah beristirahat beberapa menit.

**

Keduanya tersenyum puas setelah melihat hasil karya mereka yang tertata rapi diatas meja makan. Ada dua piring steak yang sudah tersaji. Sepiring untuk Vanya, dan satu lagi untuk suaminya. Sedangkan ayam teriyaki yang diinginkan Marsha berada ditengah meja, berdampingan dengan nasi putih yang masih hangat.

"Jam berapa Kakak ipar akan pulang? Aku sudah sangat lapar." keluh Marsha sambil mengelus perutnya.

Vanya berdecak pelan, merasa lucu melihat tingkah adiknya. "Bersabarlah. Dia sedang dalam perjalanan. Lagi pula tidak sopan jika kamu makan duluan."

"Iya iya, baiklah aku akan menunggunya."

Sekitar dua menit mereka menunggu, lalu mulai terdengar suara mesin mobil dari arah luar rumah. Dan disusul suara ketukan pintu yang membuat Vanya tersenyum senang. Ternya suaminya itu benar-benar pulang, dan menepati janjinya untuk makan siang dirumah.

"Sayang." seru Vanya berhambur kedalam pelukan suaminya. Mereka memang sudah tak segan lagi dalam menunjukan rasa cintanya.

Setelah melepas pelukannya, Vanya mulai menarik tangan Malvin dan membawanya menuju meja makan. Malvin yang memang sudah sangat lapar, langsung mendudukan dirinya pada kursi utama. Tempat yang biasa diduduki oleh Ayah mertuanya. Dan jika tempat itu kosong seperti saat ini, maka Malvin berhak untuk menempatinya.

Mereka makan dengan tenang. Mungkin karena sedang lapar, maka tak ada selera untuk mengobrol dimeja makan. Sampai setelah makanan mereka tandas, Vanya mengeluarkan hidangan penutup yang sudah dia siapkan dilemari es.

"Tara... Ini puding susu dengan buah kiwi dan stroberry. Aku tau kamu suka banget sama buah kiwi, jadi pesenin ini tadi diresto tempat kita biasa makan." jelas Vanya menyajikan punding susu itu pada piring Malvin.

Malvin tersenyum menanggapi ucapan Vanya dan segala perhatian yang diberikan untuknya. Vanya memanglah istri yang baik, dan Malvin menyesal pernah memperlakukannya dengan buruk.

Sedangkan Marsha yang duduk dihadapan Vanya, hanya bisa diam dan melamun. Pikirannya kembali teringat pada masa-masa itu. Masa dimana dia juga perna menyajikan sebuah puding untuk orang yang dia sukai.

Impossible Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang