13. Firasat

553 50 4
                                    

Pagi ini Marsha bangun dengan suasana hati yang bahagia. Bagaimana tidak bahagia, jika saat ini dia bisa merasakan kembali keutuhan sebuah keluarga. Ketegasan seorang Papa yang selalu melindunginya, kehangatan seorang Mama yang setia menjaganya, dan kasih sayang dari seorang Kakak perempuan yang sejak kecil belum pernah dirasakannya.

Marsha merasa bersyukur memiliki keluarganya saat ini. Meskipun sang Mama sudah meninggalkannya untuk selamanya, namun Tuhan mengirim kembali sosok Mama lain yang tak kalah pengertiannya. Mama Vina, Mama kandung Vanya yang kini juga menjadi Mamanya. Mama Vina adalah sosok perempuan yang baik dan lemah lembut. Dia juga sangat menyayagi Marsha layaknya anak sendiri. Meskipun beberapa waktu lalu sikap Marsha masih acuh padanya, namun dia tetap bersabar dan tenang menghadapi sikap Marsha yang belum dewasa. Hingga kini kebahagiaan meliputi keluarga mereka.

Marsha dan keluarganya, saat ini sedang berada dimeja makan. Mereka sedang menikamati sarapan bersama dalam suasana hangat yang tercipta. Mama Vina tampak sedang mengoleskan selai coklat pada roti yang dibawanya, lalu dia menaruh roti itu pada piring Marsha. Dia mengambil roti kembali dan mengolesinya dengan selai strobery favorite Vanya. Dia hafal diluar kepala, apa saja yang disukai dan tidak disukai oleh kedua putrinya.

Setelah memberikan roti untuk kedua putrinya, kini dia tampak sedang membuatkan kopi untuk suaminya. Dia kembali kemeja makan dan melanjutkan sarapan dengan keluarga kecilnya itu.

"Sepertinya nanti Kakak tidak bisa menjemputmu, Marsha. Apakah kamu bisa pulang sendiri saja?" Vanya bartanya setelah menelan roti yang tadi dikunyahnya.

"Tentu, Kakak. Marsha bisa pulang dengan angkutan umum ataupun taxi." Jawab Marsha diakhiri senyum.

"Apa perlu Papa yang menjemputmu, sayang? Sepertinya nanti Papa bisa pulang cepat." Tawar sang Papa.

"Tidak perlu, Pa. Marsha tidak ingin menganggu pekerjaan Papa. Marsha bisa pulang sendiri."

"Anak Mama sudah mulai dewasa. Mama senang melihat perubahan kamu seperti ini sayang." Mengulas senyum sambil mengelus kepala putri kecilnya.

Pembicaraan singkat mereka berakhir, dan Marsha pun mulai berangkat ke sekolah diantar oleh Kakanya. Mobil dari Kakaknya itu kini melaju dengan pelan ditengah hingar-bingar keramaian jalanan Ibu kota. Selalu saja begini, jalanan tampak ramai akibat kemacetan di pagi hari.

Sesekali Marsha menoleh kearah Kakaknya yang sedang mengemudi. Dia tampak mengerutkan keningnya, saat melihat bibir Vanya tak berhenti mengulas senyum manisnya. Entah apa yang sedang dipikirkan Kakaknya itu, dia benar-benar tidak peka akan suasan hati seseorang yang dimabuk asmara.

"Sepertinya hari ini Kakak terlihat sangat bahagia." Marsha memulai percakapan dengan menggoda sang Kakak.

Vanya menoleh kesamping dan mendapati Marsha yang sedang mengamati ekspresinya. Dia tersenyum lebar dan berucap, "tentu Kakak akan bahagia, jika sekarang keluarga kita bisa utuh sepenuhnya." Menatap Marsha dengan mata berbinar. "Terimakasih, Marsha. Kamu sudah hadir dan melengkapi keluarga kita. Kakak merasa beruntung memiliki seorang adik sepertimu." Lanjutnya mengenggam tangan Marsha yang dudu disampingnya.

"Harusnya aku yang berterimakasih kepada Kakak. Kakak masih mau menerima dan memaafkan aku yang sudah banyak melakukan kesalahan."

"Kamu tidak melakukan kesalahan apapun, Marsha. Kamu hanya belum mengetahui semua kebenaran yang ada. Jika Kakak ada diposisimu saat itu, mungkin Kakak juga akan marah seperti yang kamu lakukan." Menghela nafas panjang lalu melanjutkan kalimatnya, "maaf karena kami melupakan hari peringatan kematian Mama Mella. Kakak, Mama, dan Papa sebenarnya tidak berniat untuk melupakannya. Namun karena kesibukan yang membuat kami melupakannya."

Impossible Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang