23. Cinta?

276 16 0
                                    

Pagi-pagi sekali Devin mendatangi rumah Pamannya, berusaha menemui Ruth yang akhir-akhir ini menjaga jarak darinya. Dia memang sengaja datang dipagi hari. Karena jika terlambat sedikit saja, Ruth pasti mulai beralasan lagi.

Saat ini, Devin ditemani oleh Paman dan juga Bibinya. Mereka sudah ada didalam ruang makan untuk menikmati sarapan. Demian kini tampak sedang membaca koran, sedangkan Margareta istrinya sedang mengoleskan selai pada selembar roti. Devin pun sama, dia kini sedang menikmati sarapan paginya. Selembar roti isi, yang tadi dia buat sendiri.

Devin baru saja menelan roti gigitan keduanya, saat tiba-tiba Ruth datang dengan raut terkejut ketika melihat kehadirannya. Devin menatap Ruth dengan kening berkerut, lalu kemudian tersenyum seraya memberikan saapan padanya. "Selamat pagi, Ruth."
.
Ruth membalas senyumannya dengan sedikit canggung, lalu berucap dengan terbata, "Se..selamat pagi juga, Kak."
.
"Duduklah sayang, kita sarapan bersama! Devin juga sengaja kemari untuk menikmati sarapan bersama-sama dengan kita." Ucap Demian setelah melipat kembali koran yang tadi dibacanya.
.
"Ruth harus segera berangkat, Pa. Ini sudah hampir terlambat." Jawab Ruth menolak ajakan sang ayah untuk sarapan bersama.
.
"Tapi ini baru jam 06.30, sayang." Sambung Margareta.
.
"Tapi Ruth benar-benar harus berangkat, Ma." Elak Ruth tetap menolak untuk sarapan bersama.
.
"Kalau begitu biar aku saja yang mengantar Ruth ke sekolah, aunty." Ucapan Devin membuat mata Ruth terbuka lebar.
.
"Tidak perlu Kakak. Aku bisa berangkat sendiri." Tolak Ruth.
.
"Biarkan saja Devin mengantarmu sayang. Dia bilang, dia sedang merindukanmu. Kalian sudah lama tidak mengobrol bersama kan?" Ucap Margareta kepada sang putri.
.
"Baiklah." Ruth pun akhirnya menyetujui keinginan Devin dengan bujukan dari ibunya.
.
Devin tersenyum puas, setidaknya usahanya kali ini tidak sia-sia. Biar pun harus bangun lebih pagi dan menuju rumah Pamannya dengan beralasan ingin sarapan bersama.
.
**
.
Mobil yang dikendarainya kini mulai melaju dengan kecepatan sedang. Tidak ingin mempercepat waktu, agar dia bisa memilik kesempatan untuk mendapatkan jawaban yang sejak kemarin dinantikannya. Gadis yang sejak tadi duduk disampingnya pun hanya berdiam diri saja, seolah enggan untuk mengucapkan sepah kata kepadanya.

Lihatlah, adik sepupunya itu benar-benar berubah. Biasanya dia pasti sudah banyak bicara. Membicarakan hal apa saja, mengeluh tentang banyaknya pekerjaan dan tugas sekolahnya. Membuat Devin yang mendengarkan segala keluh kesah itu menjadi geram.

Devin berdeham pelan, sebelum memulai pembicaraan. Bermaksud untuk mencairkan suasana yang sejak tadi terkesan canggung. "Apakah akhir-akhir ini kau sangat sibuk Ruth? Kau bahkan tak sempat hanya untuk menyapaku melalui sambungan telepon."
.
Ruth menoleh sekilas, lalu kembali memandang keluar kaca sambil berkata, "Tidak. Aku memang sengaja tak menghubungi Kakak. Aku malas, dan sedang tidak ingin bertemu atau pun berbicara dengan Kakak." Menunjukkan ekspresi datarnya, membuat Devin semakin tidak mengerti dengan sikap sepupunya itu.
.
"Kenapa? Apakah aku melakukan kesalah?"
.
Ruth menoleh lagi kearahnya, lalu menunjukkan seringainya. "Kakak tidak merasa bersalah? Kakak lupa apa yang sudah Kakak lakukan kepada Marsha?" Bertanya dengan menunjukkan wajah kesalnya.
.
"Marsha? Memang apa yang sudah aku lakukan padanya?" Devin semakin tidak mengerti maksud dari ucapan sepupunya itu.
.
"Pria memang selalu tidak peka. Aku jelaskan beberapa kali pun, Kakak akan tetap tidak sadar dengan kesalahan yang sudah Kakak perbuat." Tegas Ruth kembali menatap kearah cendela.
.
"Jika tidak kau jelaskan, bagaimana aku bisa mengerti Ruth!" Devin mengeram kesal, menggenggam kemudi dengan begitu kuat. "Kau dan Marsha, tiba-tiba saja berubah. Menjauhi diriku, dan tidak mau berbicara kepadaku. Aku benar-benar tidak mengerti, apa kesalah yang sudah ku perbuat Ruth?" Lanjutnya dengan nada menuntut sebuah penjelasan.
.
Ruth menarik nafas dalam, berusaha menahan emosi yang sudah mulai bergejolak sejak tadi. Dia tidak ingin mengingkari janjinya kepada Marsha, tetapi dia juga ingin Devin mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Kebenaran tentang perasaan Marsha untuk Kakak sepupunya.

Ruth mencoba berfikir ulang. Mencari solusi terbaik untuk semua pihak. Dia juga tidak mungkin selamanya menjauhi Kakak sepupunya sendiri. Dia masih membutuhkan Devin sebagai sosok yang bisa membimbing dirinya. Terlebih mereka adalah keluarga, jadi tidak seharusnya Ruth bersikap seperti ini.

Lagi pula, suatu rahasia tidak akan selalu bisa disembunyikan begitu lama. Cepat atau labat, semuanya pasti akan terbongkar. Dan Ruth hanya membantu untuk mempercepatnya saja.
.
"Sebenarnya... sebenarnya Marsha... Marsha menyukai Kakak." Ucap Ruth pelan dan terbata.
.
Devin membulatkan mata seketika, mencoba mencari kesalahan dari apa yang sudah didengarnya. Tapi pendengarnya memang tidak salah. Sepupunya tadi mengatakan jika Marsha menyukai dirinya. Meskipun diucapkan dengan suara pelan dan terbata, tapi Devin masih bisa dengan jelas mendengarnya.
.
"Apa yang kau katakan Ruth? Kau tidak sedang bercanda kan?" Tanya Devin menuntut.
.
"Aku tidak mungkin bercanda disaat seperti ini Kak. Dia benar-benar menyukai Kakak, atau mungkin bahkan cinta. Dia mencintai Kakak. Dan hatinya hancur ketika mengetahui jika Kakak sudah bertunangan dengan Kak Claudya." Jelas Ruth dengan wajah senduhnya.
.
"Aku tidak pernah bermaksud untuk menjauhi Kakak. Aku hanya kecewa dengan sikap Kakak. Jika Kakak memang tidak memiliki perasaan apa pun untuk Marsha, harusnya Kakak tidak memberinya harapan palsu. Kakak tidak perlu selalu memperhatikan dirinya, dan selalu memberi pertolongan untuknya. Hal seperti itu justru membuat perasaannya kepada Kakak semakin bertambah."
.
"Aku..."
.
"Jadi kumohon Kak, berhenti untuk menyakiti hati sahabat aku! Dia sudah terlalu rapuh, dan jangan lagi membuat dirinya semakin terpuruk." Sebelum Devin menyelesaikan kalimatnya, Ruth lebih dulu memotongnya. Dia berkata dengan mata yang berkaca-kaca, seolah dia tahu bagaimana perasa Marsha.
.
"Aku tidak tahu jika semuanya akan menjadi seperti ini Ruth. Aku tidak pernah bermaksud menyakiti hatinya, dengan membuatnya jatuh cinta dan mematahkan hatinya. Aku hanya ingin menjaganya, dan menebu segala kesalahan yang sudah ku lakukan padanya." Ucap Devin lirih, menahan gejolak kesakitan yang tanpa sadar muncul begitu saja.
.
"Kesalahan apa yang sudah Kakak perbuat padanya?" Tanya Ruth penasaran. Sejak awal Kakak sepupunya itu selalu saja mengatakan tentang kesalahannya kepada Marsha. Tetapi dia juga selalu enggan untuk menceritakan segala kebenaran yang ada.
.
"Aku tidak bisa menjelaskannya padamu, Ruth. Karena ini tidak ada sangkut pautnya dengan dirimu."
.
"Baiklah, aku tidak akan ikut campur dengan permasalahan Kakak ini. Aku hanya ingin mengingatkan Kakak, agar Kakak tidak menganggu kehidupan Marsha lagi. Aku tidak ingin jika shabat baikku terluka!"
.
"Aku tidak akan menganggunya. Aku hanya ingin meluruskan kesalah pahaman yang ada."
.
"Tapi ku mohon, jangan memaksanya Kak! Jika dia tidak ingin bertemu dan berbicara dengan Kakak, maka Kakak harus menjauhinya!" Tegas Ruth memperingatkan.
.
Devin diam sejenak, seolah tengah berfikir tentang kemungkinan terburuk yang Ruth katakan. Memang benar, Marsha tak akan mungkin semudah itu ditemui. Dia pasti akan menghidar, dan mencari seribu alasan untuk tidak bertemu dan berbicara dengannya. Dan ketika hal seperti itu terjadi, dia harus mencari cara lain untuk mengantisipasi.

Dia tidak akan menyerah begitu saja. Dia pasti akan terus berusaha untuk mendapatkan maaf dari Marsha. Setidaknya dengan begitu, rasa bersalahnya kepada Marsha tidak semakin bertambah.
.
"Aku hanya ingin meminta maaf padanya, Ruth. Setidaknya dengan begitu, dia tidak akan terlalu membenci diriku."
.
"Aku hanya bisa membantu Kakak melalui doa. Aku tidak bisa dan tidak akan mau, untuk membantu Kakak membujuk Marsha gara dia mau bertemu dengan Kakak. Kakak harus berusaha sendiri untuk mendapatkan maaf darinya!" Tegas Ruth lagi dengan nada penuh penekanan. Dia tidak akan mau untuk menjadi perantara kedua orang ini lagi. Dia sudah banyak membantu Devin, dan saat ini giliran Devin untuk berjuang dengan usahannya sendiri.

Impossible Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang