38. Lelaki Percayadiri

243 15 1
                                    

Pagi ini masih sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Vanya berteriak dan berjalan kesana kemari untuk mencari keberadaan kedua anaknya yang tengah bersembunyi. Entah dimana kedua bocah itu bersembunyi, yang jelas bukan lagi di dalam kamar Marsha. Mungkin mereka sudah menemukan tempat persembunyian baru. Tapi entah dimana pun itu, Vanya akan selalu berhasil menemukan mereka.

Marsha bangun dari posisi tidurnya, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Tidak lupa juga mengganti kasa dan juga plaster untuk lukanya. Meskipun sudah mulai mengering, Marsha masih harus berhati-hati dan menjaga kebersihan agar luka tersebut tidak terinfeksi.

Selesai melakukan aktifitasnya tadi, Marsha bergegas menuju ruang makan untuk menikmati sarapan bersama sang Kakak, Kakak ipar, dan juga kedua keponakannya. Ternyata disana semuanya sudah berkumpul. Dan ditambah lagi seseorang yang tiba-tiba saja menjadi akrab dengan Kakaknya.

"Ngapai dia pagi-pagi disini?" tanya Marsha cuek.

"Kakak yang minta dia buat datang kesini sarapan bareng kita. Itung-itung ucapan trimakasih karena kemarin udah nganterin kalian pulang." jawab Vanya.

"Ucapan timakasih? Kakak gk salah? Dia orang yang udah nabrak aku loh." Marsha berkata dengan intonasi yang sama. Masih terlihat jelas ketidak tertarikannya pada pria yang sejak tadi duduk dihadapannya.

"Maaf. Bukannya sejak kemarin aku sudah meminta maaf kepada kamu." pria itu mulai membuka suara.

"Sudah Eky biarkan saja dia! Dia memang selalu ketus begitu kalau sama orang baru." bukannya membela sang adik, Vanya justru membuat Marsha tersudut.

Marsha memilih mengacuhkan ucapan Kakaknya tadi, dan memulai sarapan paginya. Dia mengambil dua lembar roti tawar, lalu salah satunya dia olesi dengan selai coklat. Entah kenapa dia sedikit tidak berselera menyentuh nasi pagi ini.

"Jadi apa kesibukan kamu sehari-hari Eky?" kali ini Malvin yang bertanya.

"Aku menjalankan bisnis properti keluarga Kak. Selain itu aku juga masih harus menyelesaikan study master ku."

"Wah hebat kamu. Diusia semuda ini kamu bisa menjalankan bisnis dan juga study dengan seimbang. Tuh Sha dengerin, kamu harusnya juga ambil master biar cepet dapet kerjaan."

Marsha hanya fokus pada roti isinya, tidak menggubris ucapan sang Kakak yang selalu saja berusaha memprofokasinya. Untung saja hari ini mood Marsha sedang stabil, jadi dia tidak perlu repot-repot untuk menanggapi  sesuatu yang bisa membuatnya emosi.

Makan pagi kali ini sedikit berbeda akibat kedatangan Eky. Ketiga orang dewasa itu tampak asik mengobrolkan berbagi macam hal, kecuali Marsha yang mengalihkan fokusnya pada layar ponsel yang sejak tadi digenggamnya.

Sedangkan Max dan Mar juga tampak tak memperdulikan obrolan dari Mami dan Papinya. Mereka lebih memilih menikmati nasi goreng buatan Mami yang menjadi favorite bagi keduanya.

**

"Hari ini kamu gk perlu naik taxi buat antar jemput Max dan Mer." ucap Vanya setelah mereka menyelesaikan sarapan paginya.

Saat ini Vanya dan Marsha tengah berada didapur untuk membersihakan piring-piring kotor bekas sarapan tadi. Sedangkan para pria dan kedua bocah tampaknya sudah menghilang dari ruang makan dan pergi entah kemana.

"Jadi Kakak sudah ijinin aku buat bawa mobil?" tanya Marsha dengan nada gembira.

"Itu tidak akan mungkin Marsha! Kamu tidak perlu naik taxi, karena Eky yang akan mengantarkan kamu. Dia bilang pada Kakak akan bertanggung jawab atas kesalahannya kemarin. Jadi Kakak meminta dia untuk mengantarkan kamu pergi ke sekolah Max dan Mer."

"Aku kira Kakak sudah berubah menjadi baik hati. Ternya Kakak hanya memanfaatkan diriku. Tega sekali."

"Sudah lah jangan memasang wajah sedih seperti itu! Kakak mencemaskan kamu, makannya Kakak meminta Eky untuk menjagamu."

"Pembohong. Kakak hanya tidak ingin rugi kan? Kakak memintanya mengantar aku supaya bisa menghemat uang taxi kan? Dasar licik."

"Bisa-bisanya kamu menuduh Kakak seperti itu! Sudah sana cepat berangkat! Max, Mer, dan Eky pasti sudah menunggu kamu."  Vanya mendorong pelan bahu sang adik agar Marsha segera pergi dari dapur dan mencari keberadaan Eky beserta kedua keponakannya.

Hal seperti ini memang sudah biasa terjadi. Meski terlihat tidak akur satu sama lain, namun kedua Kakak beradik ini amat saling menyayangi. Sikap dan sifat keduanya sudah mulai berubah seiring berjalannya waktu. Mereka bukan lagi gadis lemah yang hanya bisa menangis dan berpasrah pada takdir. Mereka sudah berubah. Kehidupan mengajarkan banyak hal bagi keduanya, hingga kini mereka bisa menjalani hari dengan bagitu bahagia.

Namum masih ada satu bagian yang kurang dalam kehidupan Marsha. Dia masih enggan membuka diri dan hatinya untuk seorang pria. Dia terlalu larut dalam kesendirian dan tak ingin ada pria yang mendekatinya. Hal itulah yang membuat Vanya cemas, hingga melakukan berbagai cara agar sang adik mau untuk mengenal dan berhubungan dengan seorang pria.

Bukan hanya Vanya. Malvin dan juga Mami Maria juga beberapa kali mengenalkan Marsha pada seorang pria. Tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang bisa memenangkan hati Marsha. Mungkin Marsha yang terlalu menutup diri, atau mungkin hati Marsha sudah tercuri.

**

"Apakah kamu tidak merasa dimanfaatkan oleh Kakakku?" tanya Marsha yang kini sudah berada satu mobil dengan Eky.

Eky tersenyum menanggapi ucapan Marsha, lalu menjawab denga nada yang sangat lembut. "Tidak Marsha. Kakakmu adalah orang yang baik, dan aku senang dia mempercakan kamu kepadaku."

"Mempercayakan aku padamu? Maksudnya gimana?"

"Ya, mempercayakan aku untuk menjaga kamu. Dengan alasan ini pula, aku bakal lebih sering ketemu sama kamu."

"Makin ngaco! Udah buruan jalan, nanti Max sama Mer bisa telat!" ucap Marsha tak berselera melanjutkan perbincangan mereka.

Eky menahan senyumnya. Lalu mulai menyalakan mesin mobil dan melajukannya menuju tempat Max dan Mer bersekolah. Entah kenapa dia begitu tertarik pada Marsha sejak pertemuan awal mereka kemarin. Wajah polos dan sikap acuhnya terhadap orang baru, membuat Eky semakin penasaran dibuatnya.

Walau dari luar terlihat acuh. Namun Eky tahu, jika sebenarnya Marsha adalah gadis yang baik dan penuh perhatian. Terbukti dari sikapnya kemarin, dia rela membiarkan tubuhnya tertabrak mobil untuk melindungi gadis kecil yang tidak dikenalnya.

Tanpa terasa mobil yang kendarainya sudah sampai didepan gerbang sekolah Max dan Mer. Eky mematikan mesin mobilnya, melepas seat belt lalu mulai menoleh kearah Marsha yang duduk disampingnya.

"Kita sudan sampai."

"Iya tau. Max, Mer cepat turun! Jangan sampai ada barang-barang kalian yang ketinggalan!" balas Marsha yang kemudian mengintupsi kedua keponakannya.

"Siiap Aunty." sahut Max dan Mer kompak.

Mereka berdua keluar dari dalam mobil. Diikuti Max dan Mer yang juga keluar dengan menggendong tas ransel mereka.

"Ngapai ikut turun?" tanya Marsha ketika Eky sudah berdiri disampingnya.

"Kan mau nganter Max dan Mer kedalam." jawab Eky.

"Gk usah repot-repot, kamu tunggu disini aja!"

Eky hanya mengangguk, sedangkan Max dan Mer malah menertawakan dirinya yang tampak patuh pada ucapan Marsha.

"Om, kita berangkat dlu ya. Om tunggu disini saja, jangan buat Aunty Marsha marah. Kalau marah dia bisa berubah menjadi monster." ucap Max yang disambut tawa oleh Eky.

"Ayo buruan Max! Nanti kamu terlambat masuk kelas." teriak Marsha yang sudah berjalan mendahului kedua keponakannya.

"Iya Aunty." teriak Max yang kini berlari menyusul Marsha dan juga Mer.

Impossible Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang