36. Kembali Dipertemukan

262 18 2
                                    

Marsha merintih pelan saat sang dokter mulai membersihkan luka dibagian kepalanya. Mengusapnya dengan alkohol, lalu melilitkan perban pada dahi hingga belakang kepala.

Memang saat tiba di rumah sakit tadi, Marsha sudah siuman. Lukanya memang tidak terlalu parah, sebab sang pengemudi tadi sempat mengurangi laju mobilnya. Tapi karena benturan keras akibat kepalanya yang terkantuk trotoar, membuatnya pusing dan pingsan ditempat. Untung luka tersebut tidak dalam, hingga tidak mengharuskan dirinya untuk memasuki ruang oprasi.

"Sudah selesai. Jika nanti lukanya sudah kering, kamu bisa melepaskan perbannya. Tapi ingat, lukanya harus tetap ditutupi. Meskipun hanya dengan kasa dan plaster." jelas sang dokter yang dibalas anggukan kepala oleh Marsha.

"Baik dok. Trimakasih."

"Kalau begitu saya permisi dulu. Lakas sembuh dan jangan lupa meminum obat agar lukamu cepat kering."

Marsha kembali mengangguk, lalu sang dokter mulai keluar dari bilik Marsha dan menuju pintu keluar. Dari luar ruangan tersebut, tampaknya ada dua pria dewasa dan tiga anak kecil yang menantikan informasi dari sang dokter.

"Dok, bagaimana keadaannya?" tanya Eky khawatir.

"Dia sudan siuman. Dan lukanya juga sudah diobati. Dia akan segera membaik." jawab sang dokter.

"Lalu bisakah kami menemuinya dok?"

"Tentu. Dia sudah baik-baik saja dan diijinkan untuk pulang."

"Trimakasih dok." Eky menjabat tangan dokter tersebut. Lalu disusul Devin yang sedari tadi berdiri disampingnya.

Dokter itu pergi meninggalkan mereka. Lalu Eky mulai memberi isyarat untuk mengajak semuanya masuk kedalam melihat kondisi Marsha. Max dan Mer lebih dulu berlari untuk melihat kondisinya aunty mereka. Sedangkan Caca justru menghampiri sang Papa dengan menampakkan wajah takutnya.

Eky berjalan menyusul Max dan Mer. Sedangkan Devin kini membawa tubuh mungil Caca kedalam gendongannya. Dia tahu jika putrinya itu sedang ketakutan. Bisa terlihat jelas dari sikapnya yang saat ini justru memeluk erat leher sang Papa dan menyembunyikan wajahnya disana.

"Aunty tidak apa-apa kan?" tanya Max setelah melihat Marsha yang saat ini tengah duduk diatas barankar.

"Iya. Aunty baik-baik saja Max. Kamu tidak memberitahu Mami kan?" tanya Marsha pada keponakannya itu.

"Sorry. Tapi tadi aku sudah memberitahu Kakak kamu. Dia bilang, dia belum bisa datang kemari karena masih ada pekerjaan." jawab pria yang tampak asing baginya.

"Kamu siapa?" tanya Marsha pada pria tersebut.

"Aku Eky." mengulurkan tangannya kepada Marsha.

"Gk usah basa-basi. Kamu siapa? Kenapa bisa ada disini?" ketus Marsha mengabaikan tangan Eky yang masih terulur.

Eky menarik kembali tangannya, lalu berucap "sorry. Aku yang udah nabrak kamu tadi. Kamu udah gk kenapa-kenapa kan?"

"Jadi kamu? Bisa gk sih kalau nyetir itu pake mata! Kamu hampir aja ngilangin dua nyawa. Aku sama anak kecil itu. Ngomong-ngomong, dimana dia? Dia gk terluka parah kan?"

"Maafin aku. Aku akan lebih hati-hati nanti." balas Eky dengan seulas senyum. "Kamu cari Caca? Dia kayanya masih diluar sama Papanya." lanjutnya menjawab pertanyaan Marsha.

"Ohh.. Max, Mer kalian lihat ponsel aunty?" Marsha menoleh pada kedua keponakannya itu. Dan keduanya tampak kompak menggelengkan kepala.

"Ini ponsel kamu. Tadi Kakak kamu telpon terus, jadi terpaksa aku angkat. Maaf ya." ucap Eky mengulurkan ponsel kehadapan Marsha.

Impossible Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang