17. Mulai Membaik

331 20 2
                                    

"Bagaimana kondisinya? Maaf tadi aku harus segera pergi dan membawanya untuk beristirahat." Jelas Devin yang kini sudah berada disebuah kaffe bersama seorang pria yang merupakan dokter kenalannya yang tadi memeriksa Marsha.

Memang tadi Devin sempat membawa Marsha untuk memeriksakan kondisi tubuhnya. Dia takut jika Marsha sudah mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh kedua pria tadi. Dan karena terlalu mengkhawatirkan Marsha, dia akhirnya langsung membawa gadis itu keapartemennya setelah melakukan pemeriksaan.

"Tak apa Vin, aku tahu kecemasanmu." Mengulas senyum sekilas sebelum melanjutkan kalimatnya. "Gadis itu baik-baik saja. Tidak ada kekerasan fisik yang diterimanya, mungkin karena kau datang tepat pada waktunya. Kita patut bersyukur atas itu. Namun sepertinya dia mengalami tarumah yang mendalam, sehingga berpengaruh pada kondisi psikisnya. Kau harus mengembalikan rasa percaya dirinya, dan memberikan pengertian kepadanya." Jelas dokter tersebut panjang lebar.

"Terimakasih, Roy. Aku akan berusaha untuk menyembuhkan rasa traumahnya itu." Balas Devin.

"Siapa gadis itu? Kenapa sepertinya kau sangat mencemaskan kondisinya?" Tanya Roy menyesap sedikit hot coffelatenya.

"Dia teman dari adik sepupuku, dan sudahku anggap seperti adikku sendiri." Jawab Devin singkat.

"Benarkah? Kecemasanmu tidak menunjukkan jika dia hanya kau anggap sebagai adik saja."

"Kau tidak mempercayaiku, Roy? Untuk apa aku berbohong kepadamu."

"Baiklah. Anggap saja aku percaya. Lalu bagaimana kabar Claudya? Hubunganmu dengannya baik-baik saja kan?"

"Dia baik, sekarang dia sedang melakukan syuting diluar negeri. Dan hubungan kami baik-baik saja. Apa itu sudah cukup menjawab semua rasa penasaranmu, Roy?" Devin berucap dengan penuh penekanan.

"Ok, baiklah. Aku rasa cukup. Aku harus segera kembali kerumah sakit. Jika terjadi sesuatu pada gadis itu, kau bisa langsung menghubungiku! Jangan membuatnya tertekan, dan kau harus selalu menjaganya serta memberikannya perhatian lebih. Untuk saat ini, itulah yang dibutuhkan olehnya." Setelah memberikan penjelasan tersebut, Roy berdiri dari posisinya sambil membawa jas putih yang selalu dibanggakannya.

"Baiklah, Roy. Terimakasih banyak atas segala bantuanmu." Mengulurkan tangan seraya menjabat tangan Roy yang ada dihadapannya.

"Sama-sama."

**

Ruth dan Marsha baru saja menyelesaikan makan malam mereka. Tadi saat pulang kembali keapartemen, Devin membawakan dua posi spageti yang dijual direstoran favoritnya untuk kedua gadis itu. Mereka memakannya dengan lahap, seolah tidak ada hari lagi untuk memakan spageti.

Marsha sudah sedikit bisa melupakan rasa sedihnya, setelah tadi Devin menjelaskan tentang kondisinya. Namun dia masih harus berusaha menghilangkan ingatan buruk itu dari fikirannya.

Kejadian ini jauh lebih buruk dari saat seluruh keluarganya melupakan hari peringatan kematian sang Mama. Jauh lebih sakit dan menorehkan luka yang begitu mendalam, seakan susah untuk disembuhkan.

"Kalian sudah selesai makan?" Suara Devin dari balik punggung mereka. Pria itu tampak berjalan memasuki area dapur didalam apartemennya.

"Sudah Kak, spagetinya enak sekali." Jawab Ruth diakhiri senyumnya.

"Syukurlah jika kalian suka. Sekarang istirahatlah! Biar Kakak yang membereskan semuanya." Devin mengangkat piring bekas makan kedua gadis itu, lalu menaruhnya pada tempat pencucian piring.

Ruth mengajak Marsha untuk masuk kedalam kamar Kakaknya, malam ini mereka akan tidur bersama. Tidur sambil bercerita layaknya sahabat yang sudah sejak lama tak bersua.

Impossible Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang