7. Permintaan Maaf

586 52 4
                                    

Hari-hari semakin berlalu. Dan tepat dihari ini juga adalah peringatan 40 hari meninggalnya Mama Marsha. Namun entah mengapa seisi rumah tidak ada yang mengingatnya, mereka justru sibuk mempersiapkan perayaan pernikahan Vanya yang sebenarnya masih seminggu lagi.

Hati Marsha sakit, dia tak mau mengingatkan keluarganya tentang hari ini. Dia lebih memilih diam dan menunggu.
Mungkin saja nanti mereka akan ingat.

1 jam Marsha menunggu...

2 jam ...

5 jam ...

8 jam ...

Sampai akhirnya Marsha memilih untuk pergi sendiri.

Sekitar pukul 5 sore, Marsha tiba disebuah pemakaman. Sebelum memasuki area pekaman tersebut, dia sempat membeli bunga untuk Mamanya.

Dia kini sudah berada dipusaran makam Mamanya, menaburkan bunga yang tadi dibelinya. Lalu dia mulai bercerita kepada Mamanya, menceritakan kisah hidup barunya. Dia juga menceritakan segala kesedihannya, menyampaikan rasa rindunya, dan tak lupa mendoaakn sang Mama agar tetap bahagia disurga sana.

"Marsha pamit ya Ma. Marsha akan tetap mencoba menjadi anak yang baik dan penurut seperti permintaan Mama. Maaf karena Marsha belum sempat membahagiakan Mama. Tetap jaga Marsha dari surga sana ya Ma" ucapnya lirih mencoba menahan air matanya sendiri.

Sudah sejam yang lalu Marsha pergi meninggalkan pemakaman Mamanya, namun tak ada niat baginya untuk kembali pulang kerumah. Entah mengapa dia enggan untuk pulang kesana, dia masih sedih karena Papanya juga ikut melupakan peringatan hari kematian Mamanya.

Marsha terus berjalan tanpa tau arah yang mana yang akan dia tuju. Kakinya mulai lemas, namun tetap dia paksakan untuk berjalan. Udara dingin yang menusuk tulang tak membuatnya mengigil kedinginan. Suasana malam yang mencekam tak membuatnya ketakutan.

Entah keberanian apa yang dimiliki gadis ini, dia seolah tak memiliki rasa takut sedikit pun. Dia tetap berjalan dengan pandangan kosong kedepan, dan tak memperdulikan tatapan setiap orang yang memperhatikannya.

Sampai tiba langkah kakinya disebuah perasimpangan jalan, namun dia tak bergeming dan tetap melanjutkan langkahnya tanpa melihat kesekeliling. Entah memang kesengajaan atau kecerobohannya saja, tepat saat itu juga ada salah satu mobil yang melaju kencang kearahnya.

Marsha menolehkan kepalanya, dan justru mematung ditempatnya. Seakan menunggu maut untuk datang menjemputnya.

**

Devin baru saja meninggalkan rumah Ruth, setelah tadi membahas beberapa jadwal pemotretan yang akan dijalani adik sepupunya itu. Dia merasa lelah hari ini. Walau pun hari libur, namun pekerjaannya sangatlah banyak dan menumpuk.

Jalanan malam terlihat renggang, tanpa adanya kemacetan. Devin masih mengemudikan mobilnya untuk menuju apartemennya. Namun tiba-tiba pandangannya tertuju pada sosok gadis yang sedang menyebrang jalan dengan santainya. Entah gadis itu gila atau memang ingin mengakhiri hidupnya dengan berjalan tanpa melihat arah sekitarnya.

Devin melihat ada mobil yang melaju kencang kearah gadis itu, dan gadis itu justru mematung ditempatnya. Devin buru-buru meminggirkan mobilnya, berlari sekencang mungkin untuk menghampiri sang gadis.

Devin menarik lengan gadis itu dan memeluknya. Mereka berpelukan ditengah jalan, dan untunglah semua mobil-mobil itu bisa menghindari mereka yang masi diam tak bergeming dari tempatnya.

Devin masih memeluk gadis itu dengan erat, dia merasa lega bisa menyelamatkan nyawa sang gadis. "Astaga, tubuhnya dingin sekali. Kenapa malam-malam begini dia masih berkeliaran dijalan?" batin Devin ketika merasakan dingin yang berasal dari tubuh gadis dalam pelukannya itu.

Tubuh gadis itu melemas dan hampir terjatuh ketanah jika Devin tidak mengeratkan pelukannya. "Marsha, Marsha bangun!" ucapnya sambil menahan tubuh sang gadis.
Karena mereka masih berada ditengah jalan, Devin pun harus terpaksa mengangkat tubuh Marsha dan membawanya kedalam mobil.

Didalam mobil, Devin melepas jaketnya dan membalutkannya ditubuh Marsha. Dia juga menggosokkan tangannya pada punggung tangan Marsha agar gadis itu tak merasa dingin lagi.

Devin menjalankan mobilnya menuju apartemen pribadinya. Dia sengaja tak mengantarkan Marsha pulang kerumah, karena tak mungkin mengantarkan anak gadis seseorang pulang dalam keadaan pingsan seperti ini. Apa yang akan dipikirkan oleh orang tua Marsha nanti. Dan reputasinya sebagai seorang pria baik-baik bisa berubah menjadi buruk.

Devin sudah memarkirkan mobilnya, lalu berjalan mengitari mobil dan kembali menggendong Marsha yang belum sadar dari pingsannya. Dia menggendong tubuh Marsha menuju kamarnya, tak menghiraukan tatapan beberapa orang yang mengamati dirinya.

Setelah sampai dikamarnya, Devin membaringkan tubuh Marsha diatas ranjang. Setelah sampai dikamarnya, Devin membaringkan tubuh Marsha diatas ranjang. Tak lupa dia melepas sepatu dan juga tas yang dikenakan gadis itu, lalu membalutkan selimut tebal sebatas bahu.

**

Tengah malam Devin terbangun dari tidurnya, dia merasa haus dan hendak berjalan keluar kamar. Dia sempat melihat Marsha yang masih memejamkan matanya, lalu berjalan melanjutkan langkahnya menuju dapur.

Setelah rasa hausnya hilang, dia kembali kekamar dan berjalan menuju soffa untuk melanjutkan tidurnya. Karena tidak mungkin tidur seranjang dengan Marsha, maka dia mengalah untuk tidur disoffa saja.

"Hemmm.. hemmm...".

Ketika hendak memejamkan matanya, Devin mendengar samar-samar gumaman seseorang. Dia bangkit dari tidurnya dan berjalan menghampiri ranjangnya.

Benar saja, dia melihat wajah Marsha yang tidak tenang dalam tidurnya. Dia dapat melihat keringat yang bercucuran dari kening Marsha.
"Mama... Ma, Mama... jangan tinggalin... Marsha... Ma..." gumam Marsha yang masih memejamkan matanya.

"Sssttt, sudah. Tenanglah, ada aku disini" ucap Devin sambil mengulutkan tangannya untuk mengusap keringat Marsha.

"Jangan pergi.... Ma... Marsha.... gk mau sendirian..." gumam Marsha lagi sambil mengenggam erat tangan Devin yang ada disampingnya.

"Tidurlah, aku akan menjagamu" ucap Devin lagi membalas genggaman tangan Marsha.

Marsha mulai tenang dalam tidurnya, setelah mengenggam tangan Devin. Sedangkan Devin kini mulai mengamati wajah lugu Marsha yang sedang tertidur pulas.

"Maaf" ucapnya lirih dengan terus menggengam tangan Marsha. Entah untuk apa dia meminta maaf. Dia hanya merasa bersalah atas perbuatannya yang masih belum diketahui oleh Marsha.

Devin terduduk dilantai dengan kepala tertunduk pada tepian ranjang, rasa kantuknya kembali datang. Dan dia pun terpaksa tidur dengan posisi tersebut, membiarkan tangannya bergenggaman dengan tangan Marsha.

TO BE CONTINUED.

Impossible Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang