"Tiba saatnya nanti barulah kamu mengerti,jika yang kulakukan selama ini semata untuk kebaikan kita dihadapa-nya kelak"
---
Air Mata Surga
______________________Fahri menjalankan city car putihnya membelah jalanan pagi ini yang lumayan sepi, karena memang jam-jam seperti ini waktu jam kerja, hanya ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang dijalan.
Fahri menghentikan mobil disebuah pom bensin setelah lima belas menit perjalanan, karena melihat indikator bensin menunjuk kehuruf E yang artinya bahan bakar mobil ini akan habis.
Saat menunggu giliran kendaraannya diisi, Radit mengedarkan pandangan kesekitar tempat ini, ekor matanya tidak sengaja menangkap gadis dengan outer abu dan pasmina besar sedang ngobrol asyik dengan pria berkemeja navi dan celana denim hitam.
Karena merasa tidak asing dengan kedua orang tersebut Radit memutuskan untuk keluar sembari menunggu giliran mobil Fahri diisi bensin.
"Ri, gue keluar bentar ya."
"Mau ngapain,"tanya Fahri heran karena Radit tiba-tiba mengalihkan pembicaraan mereka.
"Itu emm gue mau beli minum bentar,"tanpa menunggu jawaban Fahri, Radit sudah keluar dan berjalan kearah tempat fotokopian dimana kedua orang tadi berada.
Fahri menggendikan bahu tidak tahu.
***
"Rukhsa!"suara besar khas pria membuat Rukhsa menghentikan tawanya.
"Radit!"itu bukan Rukhsa melainkan pria disampingnya.
"Lo ngapain disini sama Rukhsa?"tanya Radit dengan nada marah.
"Santai bro, tadi dia nggak segaja nabrak gue terus ngobrol bentar, udah gitu aja,"jawab Vando santai lalu berdiri dihadapan Radit.
Karena merasa situasi sudah tidak kondusif Rukhsa hanya menunduk dan memainkan jari tangannya.
"Gue juga tertarik mau jadiin dia model."
Menjeda kalimat lalu sedikit maju dan berbisik,
"Majalah dewasa!"Radit mengantupkan gigi kesal, rahangnya mengeras, tangannya mengepal hingga memperlihatkan uratnya.
"Permisi saya duluan,"suara lembut Rukhsa sukses membuat emosi Radit surut.
"Saya antar!"ujar Radit menghadap Rukhsa.
"Tidak perlu Pak, jaraknya tidak terlalu jauh lagi,"jelas Rukhsa saat memberesi beberapa barangnya dikursi tadi.
"Assalamualaikum,"ucap Rukhsa sebelum benar-benar enyah dari tempat itu.
Hingga sudah tidak terlihat lagi bayangan Rukhsa,Radit kembali menatap sangar Vando.
"Jangan macem-macem sama dia Van,"tegas Radit.
"Kenapa? lo kenal sama dia. Oh apa dia yang dimaksud Aska waktu itu?"tanya Vando santai mengambil kameranya.
"Ternyata tujuan kita sama Dit. Lo lagi deketin dia dan gue mau mencicipi dia,"Vando tersenyum seringgai.
"Jauhin dia Van, gue nggak minat berantem sama lo lagi."
"Kalo gue nggak mau, gimana?"senyum licik mulai terbit dari fotografer ini.
Saat Radit ingin mengumpat, niatnya harus dia urungkan karena dia mengingat Fahri, pasti sedang menunggunya.
"Gue nggak mau persahabatan kita hancur, jadi gue minta jauhin Rukhsa. Jangan macem-macem karena dia beda dari perempuan yang lo kenal sebelumnya,"tegas Radit lagi mengundurkan diri.
"Justru karena itu,makanya gue penasaran,"
Samar-samar Radit masih mendengar ucapan Vando,hanya saja dia memilih pergi menemui Fahri."Gue kira lo kabur, beli minum sampe setengah jam,"seloroh Fahri geram karena sudah terlalu lama menunggu Radit.
"Rame tempatnya,"jawab Radit malas lalu memakai seat belt.
Fahri pun mulai menyetir dan melanjutkan perjalanan yang masih jauh.***
Sekitar satu jam Fahri dan Radit menempuh perjalanan menuju pesantren abi. Akhirnya mereka sampai juga.
Letaknya lumayan jauh dari tempat tinggal mereka.
Setibanya disana Radit disajikan dengan bangunan berlantai tiga dan beberapa bangunan disampingnya, masih tampak klasik walau sudah ada perkembangan baru, pemandangan yang masih asri, selalu ada tanaman hijau disetiap bagian luar halaman, belum lagi keramahan para santri membuat Radit tercekang kaget, mereka masih sangat belia umurnya dibandingkan Radit, tapi soal tatakrama Radit seperti anak kecil disini."Assalamualaikum a' "
Suara dua santri putra membuyarkan lamunannya.Karena memang disini tempat santri putra dan santri putri dibedakan, sekitar seratus meter jarak bangunan santri putra dan santri putri.
"Waalaikumsalam Roni, Taufik."jawab Fahri seraya menyentuh kepada mereka saat bersalaman.
"A' Fahri tumben kesini pagi-pagi, sama temannya lagi,"Fahri baru sadar jika ada Radit dibelakangnya dari tadi.
"Astagfirullah, iya kenalkan ini temen a' Fahri namanya Radit,"
Kedua santri tadi pun langsung menyalami Radit tanpa perintah dari Fahri."Ustadz Malik ada tidak?"
Tanya Fahri pada Taufik setelah bersalaman dengan Radit."Ada a' lagi dirumah kok. Mari saya antar,"Fahri faham sepertinya dua bocah ini akan ada kelas karena mereka membawa tumpukan buku dan berbagai alat tulis ditangan.
"Tidak perlu, kalian masuk saja biar a' Fahri dengan a' Radit saja yang menemuinya,"ujar Fahri masih dengan segala keramahan.
"Yasudah kami permisi dulu a' Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam,"
Karena menyadari sahabatnya tidak ada mengeluarkan sepatah kata pun bahkan menjawab salam pun tidak, Fahri berinisiatif merangkul Radit saat berjalan menuju rumah ustadz Malik,setelah memarkirkan mobil tadi.
"Kenapa Dit? Lo enggak suka ya sama tempat ini?"selidiki Fahri bingung.
Radit menggeleng lalu mengusap wajahnya pelan,
"Gue dulu pernah diajak ketempat kayak gini waktu kecil sama Mama dan pria itu. Katanya gue mau dipondokan kalau sudah lulus sd, tapi malah dia meninggalkan gue sama Mama, yang akhirnya gue disekolahkan dismp negeri sama paman Soni karena kondisi Mama yang drop banget waktu itu,"jelas Radit dengan nada pelan.Fahri menghentikan langkahnya tepat didepan rumah ustadz Malik,
"Enggak usah diinget lagi Dit,liat lo sekarang,udah tumbuh menjadi pria sukses dan bisa mendapatkan apa yang lo mau, bahkan sekali kedip mata sekalipun .Ada masanya om Adam menyesal sama apa yang sudah dia perbuat sama anak dan istrinya dulu."Radit terkekeh pelan,mana mungkin dia sadar Ri,gue aja nggak yakin kalo dia inget punya gue sama Meta.
Fahri kembali menatap pintu lalu mengetuknya,"Assalamualaikum."
Hampir tiga kali Fahri menetuk dan mengucapkan salam tidak ada sahutan dari dalam, dan saat Fahri hendak melangkah pergi tiba-tiba ada sahutan salam,"Waalaikumsalam,"jawab seorang wanita berjilbab besar keluar dari pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Air Mata Surga ✔
Ficción General[Selesai] Bagi seorang Raditya Anugerah yang terlahir dengan harta berlimpah, mendapatkan apa yang dia inginkan bukanlah perkara rumit. Kehidupan Hedonisnya membuat semua hal yang dilarang agama menjadi kebiasaan yang rutin dilakukan. Dosa! Bukan se...