"SEBAIKNYA KAMU SEGERA MEMBERSIHKAN KEKACAUAN INI, BITCH!"
Terdengar suara pria yang tengah sibuk membersihkan tangannya dari darah yang menempel—menggema di apartemen kecil itu.
Di depannya meringkuk seorang wanita muda yang bersender di sudut ranjang hanya memakai pakaian seadanya—basah dengan darah yang mengalir dari hidung dan sudut bibir penuhnya. Bahkan bibir indah bak buah peach itu telah berubah menjadi warna biru pucat. Tubuh rampingnya bergetar hebat menahan rasa nelangsa dan lara yang menggerayanginya sejak tadi. Dia menggigit bibir bawah dengan kuat agar dia tidak mengeluarkan suara yang tidak diinginkan oleh pria tegap itu. Tangannya hanya membantu untuk menutupi kelopak matanya yang kini digenangi oleh air mata yang sepertinya ingin menyemburkan layaknya air bah yang deras.
Pria itu kemudian mendekatinya lagi— meraih tubuh rentannya yang tidak berdaya—kehabisan tenaga. Pria itu dengan kasar melemparkan sang wanita kembali ke ranjang yang berantakkan. Wanita itu berusaha memberontak dengan sisa-sisa tenaganya, tapi dia hanya mampu memberikan pukulan lemah tanpa tenaga pada dada bidang pria itu. Dengan mata berkilat gelap pria itu menarik wajah wanita itu dan mulai menciumnya dengan sangat kasar, tangannya dengan agresif menjamah bagian intim wanita itu tanpa ampun. Wanita itu hanya terisak membiarkan pria itu melakukan apapun kepadanya. Tubuhnya sudah menyerah, jiwanya telah lelah dengan segala permainan yang dilakukan takdir kepadanya. Setelah puas melampiaskan nafsu bejatnya. Pria itu merengkuh tubuh wanita itu dan mendekapnya erat dalam pelukkannya.
"Aku mencintaimu, Emu!" bisiknya kepada wanita muda yang bergetar hebat dalam dekapannya.
Pria itu melemparkan senyuman tanpa rasa bersalah. Dia semakin mengeratkan rengkuhannya tanpa memperdulikan kekacauan yang dibuatnya.
Cinta? Cinta KATANYA setelah semua kekejaman yang dia lakukannya padanya? Setelah semua umpatan yang ditujukan padanya tanpa perasaan?
Emu memekik dalam hatinya yang nelangsa. Bahkan kini untuk mengeluarkan suara saja dia sudah tidak berdaya. Dia hanya menatap pria tegap itu dengan tatapan nanar.
"Da-Date-san! Benarkah kau mencintaiku?!" tanyanya lirih hampir tak terdengar.
"Tentu saja! Jangan ragukan cintaku padamu, Emu-chan! Jika kau meragukanku atau meninggalkanku. Aku tidak senggan untuk membunuhmu! Camkan itu!" ujar Date seraya menarik rambut Emu dan menciumnya sekali lagi lalu menghapus jejak saliva mereka yang bertautan.
Date kemudian bangkit dan membiarkan tubuh Emu yang lemah tergeletak di ranjang begitu saja. Date mengambil pakaiannya yang tergeletak di lantai dan segera memakainya. Sedetik kemudian pria itu berjalan menuju pintu kamar.
"Jangan berangkat ke Rumah Sakit besok. Aku tidak ingin ada orang yang melihatmu dengan wajah seperti itu!" seru Date menoleh ke arah Emu dan menunjuk luka lebam yang menghiasi wajah putihnya.
"Aku juga tidak ingin teman-temanmu ikut campur dengan urusan kita! Jangan biarkan orang lain memasuki apartemen ini! Ingat itu! Kamu milikku tidak ada yang boleh memilikimu!" ancamnya lagi keluar dari kamar.
Klik!
Date keluar dari apartemen mungil Emu dan menguncinya dari luar. Dia tidak ingin ada orang yang melihat keadaan Emu dan membawanya pergi. Lagipula mereka berdua adalah dokter. Jadi menurut Date, mereka bisa mengurus keadaan mereka sendiri.
Mendengar pintu apartemenya terkunci, Emu menarik selimut yang telah ternoda oleh darahnya mendekat ke tubuhnya. Tubuhnya meringkuk lemah. Jiwanya sakit, hatinya terluka. Apakah jalan cinta untuknya selalu berakhir dengan kepiluan dan penderitaan. Terlarangkah baginya untuk meraih kebahagiaan? Nafasnya menjadi sangat berat, dadanya serasa ditekan oleh batu yang sangat besar yang membuatnya terhimpit tidak bisa bernafas.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF] 𝔹ℝ𝔼𝔸𝕋ℍ𝕃𝔼𝕊𝕊 [✔️] #Wattys2021
Fanfiction[COMPLETE] Tidak bisa bernafas, tidak bisa berteriak, tidak bisa berbicara. Mungkin itu adalah kata yang tepat untuk Houjou Emu ketika dia memilih cinta yang salah. Mengapa dia tidak pernah beruntung dlam memilih cinta? Mengapa dia hanya mendapatka...