Chapter 11: Imprisoned Soul

516 122 721
                                    

Emu menggeliat perlahan di atas ranjang tempat dia tertidur. Alis matanya mengerut merasakan hal berbeda pada ranjang yang dia tiduri. Dia bisa mencium aroma manis yang bercampur dengan aroma besi yang berkarat, membuat hidungnya tidak terlalu nyaman untuk sekedar menghirup oksigen yang tersedia. Detik yang sama matanya perlahan terbuka sedikit demi sedikit. Gadis muda itu mengedipkan mata beberapa kali mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke pupil matanya dan memperjelas penglihatannya.

Dia menoleh ke kiri dan ke kanan berusaha mengingat dimana dia berada. Pemandangan yang sangat asing disuguhkan di depan matanya. Sebuah ruangan yang terlihat seperti sebuah gudang tidak terpakai. Terdapat 3 buah jendela besar yang ditutupi oleh kelambu hitam- menutupi pemandangan yang ada diluarnya. Penerangan ruangan itu hanya ditopang oleh lampu tidur yang dipasang terburu-buru disamping ranjangnya. Selain itu terdapat banyak batangan besi panjang yang ditutupi kelambu putih tersebar dibeberapa sudut ruangan yang telah menjawab pertanyaan Emu mengapa ruangan itu beraroma besi berkarat. Kehadiran benda lain yang sepertinya dipaksa berada diruangan itu sukses membuat Emu heran, selain ranjang yang dia tiduri dan meja serta lampu tidur yang ada di samping ranjangnya, terdapat sebuah sofa panjang berwarna hijau tua.

"Tempat apa ini?" guman Emu lalu terpaku melihat baju yang dikenakannya. Dia menggunakan baju yang biasa dipakai oleh pasien di rumah sakit tempat dia bekerja.

"Eh? Jika aku memakai pakaian ini, seharusnya aku berada—" Emu berpikir keras dan tiba-tiba dia mengingat kejadian ketika dia berniat mengakhiri hidupnya.

"Aku selamat?! Tapi, dimana aku sekarang?" gumannya lagi seraya meremas pakaian yang dia kenakan lalu mencoba mengingat lebih banyak lagi, memaksa otaknya untuk mengeluarkan isi dalam memorinya.

"Hiiro-san!" mendadak Emu teringat jika wajah terakhir yang tercetak di memorinya adalah wajah Dokter Bedah jenius itu.

Emu masih merasakan hangatnya tubuh Hiiro ketika memeluknya di rumah sakit. Jika otaknya tidak salah mengingat, bukankah seharusnya dia berada di rumah sakit sekarang?

Masih dalam keadaan linglung, Emu beranjak dari ranjangnya dan mencoba berdiri sebentar. Akan tetapi tubuhnya masih tidak berdaya, energinya serasa telah dikuras habis saat itu juga. Emu limbung seketika lalu terjatuh berlutut di dekat sofa. Kepalanya masih merasakan sakit yang teramat sangat. Dia kini bersender di dekat sofa dan mencoba mengatur nafasnya yang mulai tidak beraturan.

Sesaat kemudian terdengar suara langkah kaki mendekati ruang tempat Emu berada. Dokter muda itu memasang telinganya baik-baik, dia bisa mendengar suara langkah kaki yang berat mulai mendekat. Emu yakin jika suara langkah kaki itu bukan milik satu orang saja. Suara langkah kaki itu terhenti sementara ketika pemilik langkah kaki melakukan percakapan di depan ruangan itu.

Deg!

Jantung Emu memompa darahnya dengan lebih cepat membuat suara detakan yang tidak beraturan. Matanya bergetar, keringat dingin keluar begitu saja dari tubuhnya yang gemetar.

Suara itu!

Emu mengenal suara pria yang sedang berbicara di luar ruangan ini. Tidak salah lagi! Pria itu pasti adalah—

"Oh, Sayangku! Kamu tidak apa-apa?" Date membuka pintu lantas dengan wajah gelisah terburu-buru menghampiri Emu yang duduk bersandar pada sofa tak berdaya.

Terlihat wajah Emu berubah menjadi sangat ketakutan melihat pemilik suara itu. Suara yang selalu terngiang dalam telinganya setiap saat. Suara yang selalu hadir dan menjadi mimpi buruknya. Suara yang membuat dia hidup dalam ketakutan.

Butuh beberapa saat untuk Emu menyadari jika Date lah yang telah membawanya ke tempat yang sangat asing. Emu mundur terburu-buru setiap Date mendekatinya. Hingga pada akhirnya, dia terpojok di tembok diantara sofa dan meja. Date menyentuh dagu Emu, berniat mencium bibir peach kekasihnya itu. Namun dengan sisa tenaganya Emu mendorongnya, membuat Date sedikit kesal dan mulai menaikkan tangannya seperti hendak menampar wajah Dokter muda itu. Emu segera menutup matanya dan menyilangkan kedua tangannya tepat di wajahnya, berusaha membentuk pertahanan dari pukulan yang akan dilayangkan oleh Date kepadanya. Namun beberapa saat kemudian dia tidak merasakan rasa sakit menjangkitinya. Emu membuka matanya mengintip—ragu-ragu ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Tangan besar Date berhenti tepat di tangan kurus Emu yang memasang benteng perlindungan lemah. Emu menatap Date tercengang. Wajah Date terlihat mengeras mencoba menahan tangan agar tidak menampar pipi wanita yang dia cintai itu.

[FF] 𝔹ℝ𝔼𝔸𝕋ℍ𝕃𝔼𝕊𝕊 [✔️] #Wattys2021Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang