Chapter 22: When We Believe

605 125 385
                                    

15 tahun kemudian

"Hiiro-san! Haruka-chan!"

"Makanan sudah siap! Ayo, makan dulu sebelum makanannya dingin!"

Seorang wanita cantik dengan rambut panjang hitam legam berteriak memanggil seorang pria berambut cokelat dan seorang anak perempuan berusia sekitar 5 tahun. Keduanya orang yang tengah bercengkrama di taman belakang hunian itu serempak menoleh ketika mendengar nama keduanya dipanggil. Senyum cerah terpasang di wajah keduanya, mereka berteriak serempak mengucapkan kata 'ya' dan kemudian bergandengan menuju arah sang wanita yang tetawa cekikikan melihat interaksi keduanya.

Ketiganya kemudian berjalan beriringan menuju ruang makan yang sengaja di design dekat dengan taman bunga yang dirawat dengan telaten oleh pemilik rumah. Sang gadis cilik mengendus antusias ketika hidungnya mulai dimanjakan oleh aroma masakan yang kini memenuhi udara di seluruh ruang makan itu.

Begitu melihat menu makanan yang disajikan, mata bulat itu berbinar kekanakan. Salmon panggang dengan cepat menarik perhatiannya.

"Mama, Haruka lapar!" Gadis cilik itu menoleh kearah sang ibu seraya membuat gerakan memutar tangannya di perutnya menandakan jika dia memang sedang kelaparan.

"Lihatlah Mam! Haruka-chan sepertinya sudah tidak sabar ingin melahap semua makan yang tersedia karena kelaparan!" Hiiro menggoda sang gadis cilik seraya menoel ujung hidung Haruka dan tertawa. Haruka mengembungkan pipinya, mulai merajuk karena ejekan dari Dokter Jenius itu membuatnya semakin menggemaskan.

Emu tertawa lagi lalu meraih tubuh mungil sang gadis cilik dan menggendongnya menuju kursi makan khusus miliknya yang lebih tinggi dari kursi lainnya. Kursi yang membuat gadis cilik itu bisa duduk dengan nyaman dan meraih meja makan dengan seimbang.

Sejurus kemudian Emu kemudian mengambilkan makanan diatas piring keduanya. Mata bulat berbinar milik sang gadis cilik berubah menjadi tatapan horror ketika sang ibu menyendokkan porsi besar brokoli ke atas piringnya.

"Mama! No!" teriaknya seraya memukul meja dengan tangannya yang tengah menggenggam garpu.

"Brokoli tidak enak! Haruka tidak suka!" tambahnya lagi kemudian melepaskan garpunya—menutup mulutnya dengan kedua tangannya lalu memasang ekspresi jijik—tidak suka.

Hiiro dan Emu yang melihat ekspresi Haruka tidak bisa menahan tawa geli mereka. Emu menusuk-nusuk pipi gembil sang anak dengan ujung telunjuknya—gemas.

"Haruka-chan!" tegur Emu dengan suara lembut.

"Brokoli itu makanan yang baik dan enak loh." imbuh Emu kemudian mengambil satu potong brokoli dengan garpunya, menunjukkan kepada Haruka dan memakannya dalam satu suapan seraya membuat wajah menikmati rasa dari makanan yang baru saja dimakannya. Sedang Haruka mengernyitkan dahi seraya menjulurkan lidahnya dengan ekspresi jijik—membayangkan jika betapa tidak nikmatnya brokoli yang baru saja masuk ke dalam mulut ibunya.

"Haruka-chan ingat kartun yang ditonton bersama Mama kemarin?" tambahnya diiringin tatapan penuh tanda tanya sang gadis cilik.

"Tweety?" ucap Haruka seraya memiringkan kepalanya dengan wajah innocent penuh tanya. 

Tweety salah satu tokoh kartun favoritnya yang selalu menemani di setiap sore. Tokoh kartun yang berbentuk burung kenari kecil berwarna kuning itu sukses menarik hati sang putri kecil hingga membuatnya memiliki boneka burung kecil itu dengan berbagai ukuran.

"Iya!" Emu menjeda sedikit kemudian mensejajarkan wajahnya dengan wajah sang putri lalu melanjutkan kalimatnya, "ingat apa yang dikatakan oleh Tweety kemarin?"

[FF] 𝔹ℝ𝔼𝔸𝕋ℍ𝕃𝔼𝕊𝕊 [✔️] #Wattys2021Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang