Perang, lagi? [17+]

636 23 22
                                    

📛 W A R N I N G ! ! ! 📛
Part ini mengandung konten dewasa,harap bijak dalam membaca.
Kalo masih di bawah 17+ silahkan
keluar dari cerita.
Kalo ga mau, dosa tanggung sendiri,
Author angkat kaki.
Terimakasih

Hepi Ridingg

Aretta Pov

"Kalian istirahat, biar Papah yang ngomong sama Mamah kalian."

"Siap, captain!" Seru Dava semangat, memberi hormat pada Papah.

🚪

"Kita sekamar?" Tanya gue, saat Dava ikut memasuki kamar yang didomninasi berwarna abu-abu ini.

"Menurut lo?" Tanyanya balik. Ish! kalo bukan suami, udah gue tebas batang lehernya.

"Gue ga mau!" Tolak gue tegas, menyilangkan tangan di dada dan menatapnya sengit.

"Terserah. Kalo ga mau, lo bisa tidur di sofa depan atau di balkon." Balasnnya santai. What the-hell?! Apa dia kata?

"Lo aja!"

"Lha, kan yang ga mau elo bukan gue. Masa gue yang harus berkorban."

"Ngalah sama istri."

"Cih, makan tu istri!"

"Jahat lo!" Teriak gue murka. Tangan gue ga tinggal diam, mukulin Dava menggunakan bantal yang tengah menutup mata dengan membabi buta.

"Adaw ... Aw! Aw! Aw! Sakit beg-Arettaaaa!!"

"Bodo!"

Hening

Tak ada lagi teriakan atau umpatan yang keluar dari mulut kita berdua. Tapi, kok gue ngerasa hangat? Perasaan ini kamar make AC dah!

"Diem, atau gue makan lo!" Ancam Dava tepat di telinga gue.

Eeeh, bentar.

Ini kok, gue ngerasa deket banget sama ni anak jin iprit! Gue ngedongak, buat mastiin gimana keadaan yang sebenarnya. And-

"AAAAAAAAAA!" Jerit gue, refleks. Dengan sekuat tenaga gue dorong dada Dava dan mencoba untuk keluar dari pelukan itu.

Gila! INI BENER-BENER GILAAA!

Dava meluk gue, dooooong. Haish! Kalo meluknya wajar sih ga masalah, tapi ini? Intim banget, astaga!!!

Sesaat setelah gue berdiri, gue nyilangin tangan gue di depan dada dan natap dia takut-takut.

"Sok perawan lo!" Makinya setelah berhasil duduk kembali di ranjang. Tadi dia sempet jatoh kesamping akibat dorogan brutal dari gue.

"Jangan.sentuh.gue.lagi." Tekan gue dengan mata melotot garang. Tapi respon dia malah ketawa, dia kira gue badut apa?

Setelah tawanya mereda, dia berdiri dan berjalan pelan kearah gue. Alarm tanda bahaya dari diri gue udah berbunyi sejak tadi. Gue mundur secara perlahan, ngehindarin dia.

Duk

Holly shit! Tembok syalaaaan!

Gue berenti jalan. Sama seperti apa yang pernah gue baca dan tonton, ketika sedang menjauh dari bahaya, akan ada tembok penghalang di belakangnya. Dan kali ini, itu terjadi sama gue.

Dia ngangkat sebelah tangannya, ngurung pergerakan gue. Kini, kedua tangan gue udah ga di depan dada, berpindah tempat jadi kedada Dava. Buat dorong dia ngejauh.
"Ma-mau apa sih lo?!" Geretak gue berusaha setenang mungkin.

"Mau ngapain aja juga ga masalah. Lo istri sah gue," jawabnya dengan suara serak.

"Terus, ke-kenapa kalo gue istri lo?!" Shit! Kenapa harus gagap oon!

"Menurut lo?" Oke, ini udah bener-bener, BAHAYA TINGKAT DEWA!!

Dava ngedeketin wajahnya ke wajah gue, yang otomatis jarak diantara kita makin menipis. Gue bisa ngerasain deru nafasnya menyapu telak wajah gue. Wangi mint.

Tangan gue masih aktif dorong dada bidangnya, yang gue yakinin ga akan ngubah apa-apa. Secara, badan dia aja gede banget, nah kedua tangan gue? Imut-imut kaya semut. Gimana bisa kedorong tuh dada. Bego!

"Mau ngapain sih lo, hah?!" Dia diem, ga bales omongan gue. "Davaa!!!" Teriak gue mulai frustasi.

Kini, sebelah tanggannya yang beraksi, melingkar manis di pinggang gue dan menarik gue agar lebih dekat dengannya.

"Dava! Jangan gila lo!"

"Gue gila kan karna lo." Balasnya, masih dengan suara serak.

"Gila sendiri, kok malah nyalahin orang! Situ waras?!" Dia ga ngegubris. "Gue teriak nih?" Ancam gue.

"Mereka juga bakal paham kalo kita mau naena," gue spontan melotot.

"Lo aja sono ama sabun!!"

"Gue bosen solo player mulu, berhubung sekarang udah punya partner yang sah. Apa salahnya memuaskan hasrat?"

"Lo pikir gue ma-mmmphh." Belom rapih gue ngomong, bibir tebal Dava sudah menyentuh dan menyapu bibir gue dengan lembut.

Oh, God! Ini nikmat.

Gue ga ngebales, tapi ga nolak juga atas perlakuan dia. Karena pada dasarnya, kegiatan ini juga menguntungkan buat gue.

Bibirnya yang penuh, mengecap dengan lembut bibir bagian bawah gue. Sesekali menggigitnya, agar mendapat akses masuk lebih jauh. Mengabsen setiap inci sudut mulut gue.

Tangannya menuntun tangan gue agar dikalungkan di lehernya. Sementara tangannya sendiri, memeluk erat pinggang gue.

"Bales ciuman gue!" Geramnya disela-sela aksi melumatnya. Seperti perintah mutlak, gue akhirnya ngelakuin apa yang tadi dia perintahkan. Bibir gue mulai melumat, dan mengecap bibir penuh miliknya. Manis.

Jangan kalian kira, gue ga pernah ciuman. Dan ini ciuman pertama gue. Karena jawaban kalian, salah BESAR! Polos-polos gini, kalo ciuman sekali duakali pernahlah. Sama siapa? Yang jelas sama orang dan itu laki-laki. Jadi, ga terlalu noob-lah buat disandingin sama Dava, yang notabennya emang master disini.

"Enghhh ..." desah gue, saat satu tangan Dava mulai bermain nakal di kedua gunung milik gue, "enghhh ... Stop it Da-aaah."

"Jangan mendesah, gue takut khilaf."

Bego! Gimana gue ga mendesah, kalo tangan besarnya main didaeah rawan milik gue. Ya, walau ga sampe bawah. Tapi 'kan tetep aja ngundang desahan itu.

"KALIAN NGAPAIN, HAH?!" Gue melotot gitu aja.

Ops, sepertinya bakal ada perang dunia lagi setelah ini.

Iyuuuuiiuh, sumpah aku ga tau kenapa bisa bikin chapt ini!!! Asli, mikir sendiri. Tbtb ada aja gitu ide kek begitu masuk ke otak gue

Tapi gimana? Suka? Wkwk

Lanjut jangan? Vomment dulu doongs, baru lanjuuuut!!

Suddenly MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang