Keputusan

295 28 19
                                    

GUA AJA GA TAU GUA NULIS APA😨

Hepi Diringg

"Mau?" Tanya Dava memastikan. Aretta masih diam, tak ada jawaban dari bibir mungilnya. "Gue ga mau lo sendirian di sini, terus ngelakuin self-injury lagi." Sindirnya.

"Kita ga bisa tinggal di sini aja, ya?" Lirih gadis itu, sendu. Dava melepaskan pelukannya tiba-tiba.

Merasa diabaikan, Aretta menatap Dava penuh. "Davaa!! Tinggal di sini aja, ya? Ya? Ya?" Rengeknya kemudian. Tangan mungil Aretta menggoyang-goyangkan lengan pemuda itu.

Dava menutup telinganya dengan kedua tangan, serta memejamkan matanya rapat-rapat. Partisipasi, agar hatinya tak mudah luluh dan menurut pada gadis itu.

Sedangkan Aretta yang melihat itu, mengerucutkan bibir mungilnya sebal. Dengan langakah kaki yang sengaja dihentak-hentakkan, ia meninggalkan Dava. Persis seperti anak kecil, yang jika keinginannya tak dikabulkan akan meraujuk!

Mendengar derap—oh, hentakkan kaki yang kian menjauh, Dava mulai membuka matanya perlahan. Takut-takut jika Aretta masih di sana dan menatapnya dengan binar penuh harap yang dipastikan akan dengan mudah menggoyahkan keputusan Dava.

Blam

Alih-alih kembali terpejam, Dava malah membuka kedua matanya lebar. Suara dentuman keras itu sudah menandakan hal yang todak akan baik untuknya akan terjadi sebentar lagi. Lebih sulit membukuk Aretta untuk pergi, salah satunya!

Menghela nafas pendek, Dava mulai melangkahkan kaki menaiki satu persatu anak tangga yang ada di rumah itu. Hingga ia sampai ke destinasi terakhirnya. Kamar si gadis galak. Errr ... bisa dihajar dia kalo ngomong kayak gitu di depan Aretta.

Tok ... tok ... tok ...

"Ta, buka dooong ..."

Hening, tak ada sahutan atau suara barang jatuh dari dalam.

Tok ... tok ... tok ...

"Ta, jangan gini dong. Kita omongin alon-alon, ya?"

Masih hening. Kalau pendengan Dava masih baik, ia tak mendengar suara isakan kecil dari dalam.

Oh God! Jangan bilang gadis itu menangis, lagi?! Gerutunya dalam hati. Tak ada lagi yang bisa mengalahkannya selain tangisan perempuan. Siapapun itu.

"Ta!! Buka pintunya!! Atau gue dobrak dari luar!" Tangan yang tadinya mengetuk dengan pelan, kini berubah menjadi gedoran tak sabaran.

Tapi keadaan masih sama. Masih tidak ada jawaban atau sahutan dari Aretta. Kini Dava bertanya-tanya, apa yang membuat Aretta menangis di dalam? Dan, mengapa Aretta harus menangis? Jika alasannya adalah ajakan Dava untuk tinggal di rumahnya.

1 menit

2 menit

3 menit

4 menit

Dava bersumpah, jika sampai dimenit ke-5 Aretta masih enggan membuka pintunya. Dava akan mendobrak tanpa belas kasihan. Biar saja, toh siapa suruh membangkang?

Saat Dava mulai berancang-ancang diposisi, suara kunci diputar terdengar nyaring dipendengarannya. Sejuru kemudian, pintu putih di hadapannya terbuka. Menampilkan Aretta dengan wajah sembab dan mata merah.

"Lo pulang aja." Seraknya. Dava bergeming, masih enggan untuk membalas perkataan gadis di hadapannya ini. "Lo pulang aja, udah mau maghrib. Nanti tetangga ngira yang engak-engak." Usirnya, lagi.

Suddenly MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang