Tandai jika mata batin kalian melihat ada typo yang menyempil diantara kesempurnaan dibawah ini.
Hepi Ridingg
Prosesi pemakaman berjalan lancar. Hanya ada beberapa orang yang hadir, mengingat Adrian dan Aretta tak memiliki banyak saudara.
Dava-pun mengikuti prosesi pemakannya hingga selesai. Ia bahkan meng-adzan 'kan almarhum dan ikut meguburinya.
Aretta?
Gadis itu hanya diam. Dari awal, hingga saat ini. Tatapannya kosong, menyiratkan kesedihan dan luka yang mendalam.
"Ta, gue balik ya? Lo ga papa kalo gue tinggal sendiri?" Tanya Dava, yang sedikit menghawatirkan kondisi gadis itu.
Aretta tersenyum, "Gue ga papa, lo kalo mau balik, balik aja. Makasih udah bantuin banyak."
"Itu tugas gue, sebagai ... suami lo." Perkataan Dava membuat Aretta berfikir dalam. Aretta lupa, kalau Dirinya dan Dava sudah sah menjadi suami-istri sejak kemarin malam.
"Gue balik dulu, jaga diri. Jangan lupa makan, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
🏠
Tok .. Tok .. Tok
"Assalamualailum, Aretta."
Sang empu pemilik nama terkisap kaget. "Ngapain dateng sih!!" Dumelnya tak tertahankan. "Ya Allah, maap Retta durhaka ngedumelin suami."
Suami? Terdengar lucu, jika Artetta menyebut kata itu. Terlebih lagi jika ditujukan untuk Dava.
Tok .. Tok .. Tok .. Tok
"Arettaaa!! Lo di dalem ga si?!"
"Ck, iya bentar elah!" Sambil menrapihkan kotak P3K, gadis itu berjalan kearah pintu utama.
"Gosh, baru pengen gue dobrak ni pintu."
"Muka lo gue dobrak duluan!" Ketusnya lalu berjalan kedalam, meninggalkan Dava di depan tanpa mempersilahkannya masuk.
"Istri durhaka," umpat Dava pelan. Kemudian berjalan mengikuti gadis galak itu, tak lupa menutup pintu lebih dulu.
"Lo ngapain kesini?"
"Lha, emang salah nyamperin istri sendiri."
"Stop bilang gue istri lo!"
"Kan emang lo istri gue, Aretta Kinaraaaa!!" Gemasnya. Diaku istri kok ogah?
"Yaaa, ga usah dipertegas!"
"Hmm, serah lo." Mata pemuda itu melihat kearah tangan Aretta yang dibalut perban putih. "Tangan lo kenapa?"
Mendendar itu, Aretta memusatkan perhatiannya pada Dava. Mengikuti arah pandangnya.
"Ooh, emm—ini tadi, itu apa—kena piso! Iya keiris piso!Ga sengaja." Mata Dava memincing curiga.
Dalam hati, Aretta berdoa semoga Dava percaya dan tak banyak bertanya. Bisa abis dia kalo Dava nanya-nanya. Jawab tadi aja gugupnya naujubillah.
"Coba sini-in." Pintanya.
"Mau ngapain? Bukan muhrim!" Tolak Aretta beralasan, alasan yang ga masuk akal pastinya. Masa iya, suami-istri sah belum muhrim?
"Kalo lo lupa, kita udah nikah 2 hari yang lalu." Aretta menatap Dava horor.
Semua sumpah serapah ia lontarkan pada suaminya itu, dalam hati.
"Ga boleh ngumpatin suami, dalam hati lagi. Ga baik." Seakan bisa membaca pikiran Aretta, Dava menyuarakan kesotoyannya.
"Sotoy!" Pemuda itu menaikkan kedua bahunya acuh.
"Sini-in tangan lo." Pintanya lagi. Kali ini dia menarik paksa pergelangan tangan Aretta, membuat gadis itu mengaduh kesakitan.
"Pelan-pelan, bego!"
"Maaf," sesalnya. Kemudian mendekat kearah Aretta duduk.
Tangan kekarnya dengan teratur membuka perban yang memalut luka gadis itu.
Saat sudah terbuka, rahang Dava mengeras seketika. Tatapannya tajam, seakan mampu membuat luka yang ada ditangan Aretta menghilang hanya dengan tatapan.
"Lo ngapain, hah?!" Bentaknya dengan emosi yang ketara.
"En-engak!" Elak Aretta cepat. Ia mencoba menarik tangannya, namun dengan kuat Dava menahannya. Membuat semua usaha yang ia lakukan sia-sia.
"Lo ngapain, Aretta?!" Desisnya tajam. Aretta bersumpah, lebih baik dihadapkan dengan Dava yang absurd ketimbang yang kaya gini.
"Ini cuma kena pi—"
"Kena piso ga bakal mungkin kaya gini! Gue ga bego!" Bentaknya lagi. Entahlah, emosinya terkuras banyak sesaat setelah meihat luka sayantan banyak. Ingat banyak yang ada didekat urat nadinya.
Masa iya, kena piso nyampe atas-atas? Kan ga masuk akal.
"Lo ngapain self injury kaya gini?! Lo pikir itu bisa ngurangin beban lo, iya?! Engga bego!"
"Ma-maaf."
"Minta maaf bukan sama gue! Sama diri lo sendiri! Lo udah nyakitin diri lo sediri tanpa mikir panjang dulu."
"Gue kalut Dav, gu-gue mau sama Papah." Suaranya bergetar diakhir kalimat. Dava menarik nafasnya dalam, menetralkan kembali emosinya.
"Ga dengan cara lo bunuh diri juga, Ta."
"Gue ga mau bunuh diri!"
"Dengan ko nyayat bagian yang deket sama nadi, itu tandanya lo udah bosen idup."
"Maaf."
Dava menarik Aretta kedalam dekapannya. Sebelah tangannya mengelus teratur punggung kecil milik Aretta dan tangan lainnya bertengker manis dipinggang rampingnya.
"Lo ga sendiri, Ada gue Ta. Gue suami lo dan gue udah janji sama bokap lo, buat jagain lo."
Hening
Tak ada jawaban dari Aretta. Yang ada hanya suara isak kecil. Dava yakin, pasti gadis yang kini dalan dekapannya'lah yang menangis.
"Gue kesini mau bilang sama lo. Besok kita pindah, lo tinggal sama gue, Nyokap dan Bokap. Gue mau bilang kemereka, kalo gue udah punya istri." Jelas Dava tenang. Aretta mendongak, menatap Dava dari bawah dengan mata yang memerah.
"Kalo orangtua lo ga setuju, gimana?"
"Udah terlanjur, mau diapain lagi?"
"Kalo, mereka minta kita—cerai?"
"Gak! Gue ga mau lepas tanggung jawab gitu aja. Gue ga mau ngerasa bersalah karena udah bikin Om Adrian meninggal dan nelantarin anak gadisnya sendirian."
Oh, cuma takut ngerasa bersalah. Tapi kok, sakit ya?
Ayuluuunn .... Dava mau bawa Aretta ke-Bonyoknya. Gimana kira-kira reaksinya?
a. terkejoed
b. seneng
c. kecewa
d. sedih
Haha, coba dijawab.
don't forgeet!! give me some ☆

KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly Married
Random[Apdet Suka-Suka Hati!!] "Ini hanya sebuah pernikahan, dan gue akan membuat ini menjadi sebuah permainan yang menyenangkan." **** Nikah mendadak? Whaaaat!!! Inilah yang dialami oleh anak-cucu Adam dan Hawa...