HAAHH?!!

421 32 17
                                    

PART INI HASIL SOTOY²an AKU AJA! KALO ADA YANG GA JELAS ATAU GA NYAMBUNG HARAP MAKLUM")

Hepi Ridingg!

"Gimana Dok, keadaan Papah saya?"

"Keadaannya kritis. Jantungnya mengalami kebocoran yang sudah sangat parah. Kita memerlukan donor jantung secepatnya, agar bisa dilakukan oprasi dengan segera. Mengingat kondisinya yang tak bisa lagi ditunda-tunda."

Mendendar itu, Aretta menatap kosong dokter yang masih terus berbicara di hadapannya itu. Sang Ayah memang sudah dinyatakan mengalami kebocoran jantung sejak lama. Tapi, kali ini kondisinya makin parah karena kecelakaan yang menimpanya.

Mau menyalahkan orang pun, percuma. Itu tak akan bisa merubah semuanya. Semua sudah terjadi. Semua sudah menimpanya.

"Boleh saya jenguk sekarang?"

"Silahkan, tapi tolong jangan berisik."

Aretta tersenyum tipis. "Ya, terimakasih."

"Gimana keadaan bokap lo?" Sambar Dava sesaat setelah Aretta keluar dari ruang Dokter yang melakukan tindakan pada Ayahnya.

Aretta menggeleng seraya terseyum tipis. "Gue mau keruang rawatnya, kalo lo mau balik, balik aja." Dava menggeleng tegas.

"Gak! Gue juga mau jenguk bokap lo."

"Terserah." Lantas pergi dari hadapan Dava.

Klek

"Pah?" Kepala Aretta menyimbul kedalam, melihat lelaki yang amat dicintainya itu yang terbaring lemah dengan selang infus yang tertancap ditangan kanannya.

"Aretta? Sini nak," panggilnya, yang ternyata sudah sadar.

Aretta memasuki ruang serba putih itu dan menutup pintu dengan perlahan. Langkahnya dengan pasti menghampiri satu-satunya orang yang dia sayang.

"Papah gimana?"

"Papah baik, kamu ga perlu khawatir."

Senyum itu. Senyum favoritnya dari dulu, kini terlihat sangat lemah.

"Retta takut," cicitnya dengan nada bergetar.

"Hey, putri Papah ga boleh nangis. Papah ga papa, kamu ga perlu khawatir." Aretta menatap langsung mata hitam pekat di hadapannya, terlihat sayu dan lelah.

Bolehkah ia egois untuk saat ini? Ia ingin lelaki di hadapannya saat ini, tak pernah pergi meninggalkannya. Ia ingin slalu bersama sosok pelindung yang ia kagumi sejak kecil ini.

"Retta minta maaf, karena ga bisa jagain Papah." Sesalnya, lalu dia merasakan tangan besar membelai lembut kepalanya.

"Kata siapa Retta ga bisa jagain Papah? Buktinya Papah sehat aja kok selama sama Retta. Mungkin, saat ini, Allah lagi kasih Papah cobaan dulu."

"Retta ga mau liat Papah kaya gini. Retta sedih." Ungkapnya dengan air mata yang mulai turun satu persatu, membasahi kedua pipi polosnya.

"Kapan terakhir kali Papah liat Retta nangis?" Canda sang Ayah, tertawa pelan.

Hancur sudah Areta.

Ia tak ingin menangis atau terlihat sedih di hadapan sang Ayah.

Ia tak ingin terus membebani fikiran Ayahnya dengan tangisnya.

Ia ingin mandiri, dan membahagiakan pahlawannya.

Tapi tuhan, sepertinya sudah memiliki rencana lain yang lebih indah dari rencana miliknya.

"Retta kapan mau bawa calon buat Papah? Papah mau liat Retta bahagia dan punya penjaga saat Papah ga bisa lagi jagain Retta." Ujar sosok paruh baya itu tiba-tiba.

"Retta maunya Papah,"

"Tapi, Papah ga selau ada buat Retta, sayang."

"Papah yang terbaik, Retta ga mau yang lain."

"Untuk saat ini, mungkin iya. Tapi untuk nanti, saat Retta udah buka hati untuk orang baru, lelaki baru, Retta pasti ketemu dengan yang lebih baik selain Papah."

"Papah ngomongnya kayak mau pergi ninggalin Retta aja," tak ada balasan, pria itu hanya tersenyum menatap lamat putri satu-satunya.

Klek

"Eh, maaf ganggu." Kata Dava tak enak hati.

"Sangat." Desis Aretta, menatap tak suka kearah Dava.

"Siapa Ta? Pacar kamu?" Tembak langsung sang Ayah. Mata Aretta mebola seketika.

Dari segi bagian mana Dava itu pacarnya?! Si Papah ini kalo ngomong suka enggak banget deh.

"Orang ya—"

"Masuk sini," potong Adrian—Papah Aretta terseyum ramah kearah Dava.

"Iya Om,"

"Siapa nama kamu?"

"Ardava Om, biasa dipanggil Dava. Tapi kalo sama pacar, dipanggilnya sayang."

"Garing," komentar Aretta. Adrian yang melihat itu terkekeh pelan.

"Gimana keadaan Om?"

"Baik kok,"

"Saya minta maaf ya Om," suara Dava melemah.

"Kenapa?"

"Saya yang udah nabrak Om." Akunya seraya menunduk takut.

"Gapapa, lain kali hati-hati." Nasihat Adrian. Mendengar itu, Dava mendongak cepat.

"Oo-om, ga dendam sama saya? Ga ada minta uang ganti rugi 1M, gitu? Ga ada mau nyari kesempatan dalam kesempitan gitu? Curi-curi kesempatan, ngambil kesempitan." Ceroscosnya, Adrian tertawa kecil mendengar itu.

"Engga," laki-laki berkepala lima itu menggeleng pelan.

"Kalo lo mau ngasih, dengan senang hati gue minta." Sela Aretta. Dava mengendus pelan.

"Tapi, Om mau ka—"

"Yaelah Om, kok tapi sih? Ga usah ada tapinya apa Om." Protesnya tak terima. Sontak Aretta melotot kearahnya.

Udah dibae-in, ngelunjak lagi kek anjing. Umpatnya dalam hati.

"Ga berat kok, ga seberat rindunya Dilan atau uang 1M-mu itu. Om cuma minta sama kamu, buat jaga Retta terus."

"Retta anak Om?"

"Anak setan! Ya anak bokap gue lah."

"Retta, mulutnya." Tegur Adrian tegas.

"Yaudah sih, ga usah make gas segala."

"Gimana? Kamu mau?"

"Mon maap tapi nih Om, saya bukannya ga mau. Masalahnya, saya bukan bebisiter. Lagian juga, Aretta anak Om udah bangkotan. Bisa jaga diri sendirilah." Adrian tertawa mendengarnya.

Sepertinya, ia tak salah pilih. Insyaallah Aretta bahagia bersama lelaki ini.

"Om mau, kamu sama Aretta menikah. Sekarang." Ucapnya berganti destinasi, tanpa beban.

Satu detik

Dua d—

"HAAHH?!!!" Teriak keduanya bersamaan.

Hah? Kawin? Bisa gila Dava, wkwk

Mau lanjut?

di VOTE dung makannya!!

KUMEN ugha yaak!!

Suddenly MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang