Saah!!!

338 32 14
                                    

Author mau minta maap dulu sebelumnya.

JIKA ADA SALAH KATA ATAU PUN PENULISAN ITU BUKANLAH KESENGAJAAN! SEMUA HANYA BENTUK KE-SOTOY'AN AUTHOR.

SEKIAN DAN TRIMAKASIH

Hepi Ridingg

"Lo ga lagi halu kaya bokap, kan?"

"Enggalah! Lo pikir gue panggil penghulu karena siapa? Ya karena bokap lo itu! Gue ga mau durhaka dengan ga nurutin orang tua yang bentar lagi ko-it." Ops, sepertinya Dava salah bicara.

"Jaga omongan lo!" Desisnya pelan namun tajam, penuh ancaman.

"Eh, gue ga mak—" Aretta tak menganggapi, malah berbalik badan dan tersenyum ke arah Aldi.

"Gue duluan, makasih udah bikin gue cerita banyak dan mau dengerin semuanya."

"Sama-sama."

"Psst, itu sapa?" Aretta melengos begitu saja, meninggalkan Dava dan Aldi yang masih memandangi punggung mungil miliknya yang kian menjauh.

"Ehem!" Deheman itu berasal dari Aldi. "Lain kali kalo ngomong dijaga. Jangan bikin hati orang sakit, apalagi perempuan." Setelahnya pergi dari hadapan Dava.

"Dava kan emang tolol! Ngomong suka asal ceplos aja. Ah, goblok!" Makinya sendiri, entah sudah yang keberapa kalinya.

🏥

Diruang rawat Adrian sudah ada beberapa orang. Benar kata Dava, sudah ada penghulu, dua suster dan satu Dokter yang menangani Papahnya.

Ia kira, permintaan Papahnya hanyalah candaan. Tapi, apa ini? Sepertinya melempar diri kedasar jurang lebih nikmat rasanya.

"Pah ..." panggil Aretta pelan. Adrian tersenyum, menatap putri satu-satunya yang sudah dewasa sekarang.

Sekedar info,

Aretta hanya memiliki Adrian sebagai satu-satunya keluarga. Pun sebaliknya, Adrian sama. Mama Aretta telah meninggal sejak usianya 10 tahun. Dibunuh lebih tepatnya. Bahkan sampai saat ini, kasusnya belum selesai.

Keluarga yang lain? Entahlah, malas juga memikirkan orang-orang yang tak pernah memikirkan mereka sama sekali.

"Ini lelucon, kan Pah?"

"Menikah bukan salah satu lelucon, sayang."

"Tapi, Retta ga—"

"Papah cuma minta ini sama Retta, tolong dikabulin. Jadi, Papah bisa tenang kalo aja satu waktu pergi ninggalin Retta."

"Papah ga akan pergi! Papah sama Retta terus!"

"Kamu bukan tuhan, sayang. Ga ada yang tau umur masing-masing orang." Aretta diam, dengan air mata yang membanjiri kedua pipinya.

"Retta mau," lirihnya. Adrian tersenyum samar. Tangannya merambat ke pipi sang putri dan menghapus jejak air mata dari sana.

"Dava-nya mana?" Aretta menggeleng, tak tau.

Brak

"Saya ga telat, kan?" Aretta memutar bola matanya malas. Kenapa harus nonggol si nih makhluk jadi-jadian?! Rutuknya dalam hati.

Adrian memberi isyarat agar Dava mendekat. "Bisa langsung dimulai aja, Pak?" Tanya Adrian pada sang penghulu.

"Pah, kapan manggil penghulu? Kok bisa sih manggil asal gini, bukannya ha—"

"Ssstt, lo bawel." Cegah Dava lebih dulu, Aretta mencibir pelan.

"Oke, kita mulai." Kata sang penghulu.

Semuanya pada posisi masing-masing. Dengan Adrian yang tidur menyender di brankar, Aretta dan Dava yang duduk bersebelahan, penghulu yang duduk di sebrangnya—menggenggam tangan Dava. Serta Dokter dan suster yang berdiri di samping.

"Bisamillahhirohmannirohim. Saya nikah dan kawinkan, Saudara Ardava Satya Wijaya bin Andra Sulaiman Wijaya dengan Saudari Aretta Kanaya binti Adrian Sakhti, dengan seperangkat alat solat dibayar tunai!"

"Saya terima, nikah dan kawinnya. Aretta Kanaya binti Adrian Sakhti dengan mas kawin tersebut, Tunai!!" dengan satu tarikan nafas, Dava mengumandangkan janji itu, kalimat itu. Kalimat yang di mana, mulai detik ini status keduanya berubah.

"Bagaimana para saksi? Sah?"

"Saaah!!" Jawab semuanya serempak.

"Alhamdulillah, alahaziniah wa'alaniatin shalilah, alfatihah." Semuanya memanjatkan surah alfatihah dalam hati. Tak terkecuali Adrian, jangan lupakan senyum bahagianya.

"Berhubung ga ada cincin nikahnya, diminta mempelai perempuan mencium tangan mempelai laki-laki, sebagai tanda hormat. Kemudian mempelai laki-laki mncium kening mempelai perempuan." Pinta si Penghulu. Aretta menurut saja.

Cup

Nasib gue udah berubah sekarang. Gue bukan lagi gadis sebebas dulu. Gue sekarng punya tanggung jawab. Gue sekarang udah jadi istri orang, yaa, walaupun bukan orang yang gue cintai.

Kini gantian, Dava yang mencium kening Aretta.

Cup

Gila! Gue udah jadi lakinya orang. Gue ga bisa lagi maen-maen. Gue udah bertanggung jawab atas anak gadis--yang sebentar lagi jadi wanita--orang. Gue udah harus bisa nafkahin dia. Tapi, gimana Gue jelasinnya sama Mami?

Ini baru awal. Kita lihat, gimana jadinya rumah tangga yang bermodalkan wasiat dan amanat itu. Akankan bertahan lama? Atau hanya sebentar?

Makannya di VOTE and KOMEN duung!!!

Suddenly MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang