Mizwan : Istighfar Vasha!

125 73 7
                                        

Karya : Malik

   Senyum manis tercetak jelas kala seorang pria tampan mengecup kening, dan mengusap helai rambutmu. Kamu dan dia saling berpandangan. Saling mengaitkan jemari, menikmati sapaan angin dan deburan ombak. Tanpa peduli, aku memperhatikan dari tadi.

   Jeritan anak-anak yang berlarian, tertawaan nelayan-nelayan yang sedang berkumpul bahkan sepertinya tidak kalian dengarkan. Dunia serasa milik berdua. Mungkin benar kata orang, begitulah kalian yang sedang dimabuk kasmaran. Aku membuang muka, sudah cukup memperhatikanmu seperti ini. Aku pergi.

   Setelah melihatmu bermesraan dengan seorang lelaki dari seberang, jadi banyak hal yang aku pikirkan.  Aku sengaja berdiam diri di surau setelah shalat isya. Selain karena hanya disini tempat yang banyak makanannya, surau ini juga menjadi saksi bagaimana kita dulu terbata-bata membaca Al-Qur'an.

   Vasha, kenapa kamu berubah dengan cepat seperti itu? Apa hebatnya lelaki yang menciummu? Apa serunya saling mengaitkan jemari? Vasha, bukankah lebih hebat aku? Aku bisa memetik kelapa manapun yang kamu mau. Juga bukankah lebih seru bermain denganku? Kita bisa menyelam sejauh dan sedalam yang kita mau. Aku akan menjagamu. Apa gunanya saling berpandangan dibawah pohon? Vasha, kupikir kamu salah jalan.

   "Heh Mizwan!" Suara cempreng Riska membuatku menoleh. Dia membawa senampan kue. Dibelakangnya ada adiknya dengan tangan erat memegang teko. Isinya pasti wedang jahe.

   Lihat Vasha, di surau ini kamu tidak akan kelaparan. Kamu harusnya ada disini, memakai mukena warna coklat seperti biasa. Riska datang bawa kue kesukaanmu, tapi sepertinya kamu masih asyik bertatapan dengan lelaki tadi. Vasha, dia bahkan bukan warga desa kita. Dia hanya tamu dari seberang, kalau dia pulang kamu tidak akan diajak.

   "Mizwan cepetan atuh ambil! Malah bengong.." mata Riska melotot, kesal.

   "Inget, kamu teh harus tadarus 2 juz malam ini. Kalau kurang aku laporin Pak Ustadz nanti..." Kubantu Riska meletakan bawaannya.

2 Juz Vasha, harusnya kita bagi berdua. Aku satu juz, kamu juga. Bagaimana ini Vasha aku harus baca sendirian. Vasha, apa serunya bertatapan lama-lama?

   "Mizwan!" Suara Riska membuatku kaget.
   "Apa atuh Riska kamu teh teriak-teriak?!"
   "Kamu yang kenapa. Aku dari tadi ngomong panjang kali lebar kali tinggi sama dengan volume didengerin gak?" Riska menatapku galak. Aku menggeleng.

   "Ah bodo amat Mizwan ngomong sama kamu mah bikin esmosi!" Riska segera mengambil mushafnya, tadarus.
" Ris, jangan minum es lagi musim ujan." Aku berkata dengan tulus sambil memegang lengannya. Tapi, Riska menatapku dengan mulut yang terbuka.

"Aku punya wudhu Mizwan." Dengan muka datarnya Riska menggerakan mata, tangannya yang memegang mushaf sedang aku pegang.
"Astagfirullah!!" Segera kulepaskan. Riska keluar, mengambil air wudhu.

   Gerimis mulai turun saat semua anak-anak sudah berkumpul. Kami akan bergantian tadarus Al-Qur'an sampai semua kue di nampan habis. Prinsip kami memang begitu.

   "Mizwan, Vasha mana?" Hasna datang membawa payung. Lihat Vasha, orang-orang pasti menanyakan tentangmu kepadaku. Kita kemana-mana dimana-mana selalu bersama. Orang-orang pikir kita ini adik kakak. Bahkan ada yang bilang kita terlibat perjodohan usia dini. Lihat Vasha, ini sudah malam dan kamu belum datang ke surau. Cepat datang Vasha, nanti Ustadz Deni ngambek kalau kita gak komplit.

   "Mizwan kamu teh gak papa?" Aku menoleh, Hasna memperhatikanku dengan tatapan bingung. Vasha, aku jadi tidak konsen begini.

   Aku mengambil wudhu untuk yang ke-4 kalinya malam ini. Berusaha tenang dan fokus. Aku harus tadarus 2 juz. Dengar ini Vasha, kamu harus banyak Istighfar. Kita ini masih anak-anak dan keningmu sudah dicium orang lain tanpa tau siapa dia sabenarnya. Kamu juga harus Istighfar karena lupa jadwal tadarus.

Terlebih kamu harus Istighfar karena sudah meninggalkanku begitu saja. Istighfar Vasha! Dia belum tentu bisa ngaji, belum tentu bisa metik kelapa, belum tentu bisa renang. Apa hebatnya?!

  Aku berjalan gontai, mengambil mushaf. Lalu mulai mengecek suara yang nantinya akan terdengar keseluruh desa. Termasuk sampai ke pantai tempat tadi Vasha dan lelakinya saling bertatapan. Kamu harus mendengarnya Vasha. Kamu harus Istighfar setelah mendengar suaraku.

  "Audzubillahi minas syaitonirrojim...." Aku tau suaraku mulai menjalar di udara. Menyebar ke seluruh rumah dan kapal. Semoga Vasha dengar, dengan begitu dia akan berlari ke surau karena ingat malam ini jadwalnya tadarus.

  "Bismillahirrohmanirrohim...."

  "Heh? Itu pacarnya si Vasha? Wah ganteng pisan!!!" Demi mendengar seruan Riska, semua anak-anak yang sejak tadi melingkar menunggu giliran membaca jadi berebutan mengintip di jendela. Mereka memuji ketampanan orang yang disebut pacar Vasha itu. Jadi Vasha benar-benar datang? Tapi, dengan lelaki itu?

   Aku menurunkan mushaf, tanpa sadar ikut berdiri. Vasha tersenyum dengan cantik melihatku. Dibelakangnya, berdiri lelaki tampan dengan baju koko dan kopiah warna putih. Lelaki yang tadi sore mencium keningnya. Aku menelan ludah, kayaknya mereka berdua barengan ngucap Istighfar. Makanya datang bareng kesini.

  "Besok mah baca Qur'an niatin karena Allah, bukan karena mahluk-Nya." Aku menoleh, ternyata Ustadz Deni yang bicara. Dia bahkan tertawa sebentar.

"Astagfirullah Mizwan..." Ucapku pelan.

-Kuningan 04Nov2019-

Kerikil Kata || CERPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang