Karya : Malik
Aku sangat mencintai kekasihku.
Gawaiku terus berbunyi. Pertanda seseorang ingin berbicara penting. Ada nama Beer tertulis di layar. Aku mendecak, ada apa makhluk idiot itu terus mengirim panggilan.
"Ada apa?! Aku sedang menyetir!" Setelah muak dengan panggilannya, akhirnya aku angkat juga. Itupun karena lampu di depan sedang merah.
"Hehe" dengan terkekeh pria di seberang sana menjawab. Membuatku menghela nafas.
"Aku punya hadiah menarik. Kamu mau?" Tawaran yang bagus untuk membuatku mengurungkan niat menutup telephone.
"Kamu dimana?"
Langit kembali menangis ketika mobilku putar arah, tidak jadi pulang. Aku penasaran semenarik apa hadiah yang ditawarkan Beer. Dan juga dalam rangka apa dia memberiku hadiah? Apa itu barang baru? Dari mana dia mendapatkannya? Biasanya dia memakai barang bekas.
"Hai As! Sini.." begitu masuk rumah Beer -entahlah itu rumah atau apa, bangunan milik Beer itu lebih cocok disebut tempat prostitusi- aku langsung mendapat lambaian tangan darinya.
Seorang wanita yang tampak mabuk tiba-tiba menjatuhkan diri ke arahku. Dengan wajah yang merah dan mulut bau alkohol, dia memberikan pelukan.
"Beer." Kutatap Beer tajam. Dengan sedikit berlari dia menghampiri. Menarik wanita tadi. Menyebalkan!
"Sedikit pelukan tak akan mengotori pakaianmu As." Aku dan Beer menaiki tangga, menuju ruang VIP.
"Eu, As." Aku menoleh, Beer tampak ragu mengatakan sesuatu.
"Apa?"
"Kamu masih menyukai Rose?" Kakiku seketika berhenti. Mematung di anak tangga terakhir."Dia ada disini?" Aku memutar pandangan, mencoba mencari sosoknya diantara para jalang dibawah sana.
"Dia yang aku maksud hadiah di telephone tadi."
"Apa kau anggap ini lelucon?!" Tanpa bisa menahan amarah, aku mencengkram kerah baju Beer. Sudah lama aku mencarinya. Aku selalu bertanya pada Beer apakah wanita itu kembali ke tempatnya, dan Beer selalu bilang tak pernah. Beer tau betapa aku hampir gila mencarinya.
"Kamu tau As, sangat susah mencarinya. Aku tau kamu mencintai wanita itu. Aku juga mencarinya kemana-mana, harusnya sekarang kamu berterimakasih kepadaku!" Aku mendecak, mendorong Beer kasar. Benar juga apa yang dia katakan.
Aku berlari menuju kamar yang biasa aku gunakan. Seseorang dengan baju abu kebesaran tengah tertidur di kursi. Tangannya terikat ke belakang. Ada sumpalan kain dimulutnya.
Tanganku bergetar ketika duduk di hadapannya. Hal yang pertama aku singkirkan adalah sumpalan kain kotor itu. Lalu kubuka ikatan tali di tangannya.
"Rose, kau tak apa?! Bangunlah Rose. Ini aku." Kupeluk tubuh kurus itu. Padahal waktu pertama bertemu dia tampak sangat sehat.
Dan sekarang aku sangat bahagia.
Seulas senyuman tersungging dibibir. Senyum dibalik rambut kusut Rose itu berganti dengan tawa yang terkekeh. Meski kusut, rambut itu tetap wangi. Tubuh Rose juga tetap wangi meski aku yakin, dia tidak mandi hari ini.
"Dia belum sadar? Padahal sudah dua hari, apa menurutmu wanita ini pura-pura As?" Aku berdiri, melihat Beer yang datang sambil merapihkan bajunya.
"Dia belum makan?" Beer menggeleng sebagai jawaban." Jaga dia! Aku pulang dulu." Setelah menitipkan Rose pada Beer, dengan kecepatan penuh aku melajukan mobil pulang ke rumah. Berlari menuju dapur, mengeluarkan kotak berisi daging yang sudah diolah.
Karena mungkin Rose masih tidur, akan susah menyuruhnya makan. Jadi sengaja daging itu aku haluskan, membuatnya seperti minuman.
Aku kembali ke rumah Beer tanpa membuang waktu. Rose sudah terlentang di kasur -pasti kerjaan Beer- kakinya bergerak, dia sudah sadar.
"Rose, bangunlah.." dengan suara yang halus aku menyapanya. Menyuapkan sesendok daging lembut tadi.
"Uhukk!" Rose terbatuk, daging itu tanpa sengaja ia telan. Aku tersenyum senang, akhirnya dia mau makan.
Aku terus menyuapinya, meski Rose terbatuk dan muntah setelah itu.
Kini, aku lebih bahagia. Karena dia selalu ada disisiku.
Esok harinya aku datang lagi, memberikan suntikan vitamin untuk Rose. Dia sudah tidak bisa makan sekarang.
"As, kalau kamu tidak niat bermain adil dengan tamuku maka jangan bunuh mereka disini." Beer menutup pintu kamar VIP-ku, aku menoleh sambil memberinya senyuman.
"Jangan buat bisnisku hancur As, mengertilah. Aku tidak ingin tiba-tiba polisi datang kesini karena mencium bau busuk."
Setelah memastikan Beer sudah benar-benar turun, aku berpikir sejenak. Mungkin setelah Rose, aku perlu bermain dengannya.
Bahkan aku sudah terbiasa dengan bau busuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerikil Kata || CERPEN
Short StoryAku tidak pandai merangkum. Kau coba baca saja sendiri. Aku menyimpan kenangan tentang seseorang dalam setiap bab di buku ini. Ku perbolehkan kau menyukainya💓 @Kuningan @Bandung