Karya : Malik
Lorong. Aku sedang berjalan di lorong gelap ini sendirian.
Kenapa aku tiba-tiba ada disini? Padahal aku berjalan ke kamar setelah menggosok gigi dan mencuci kaki. Disaat aku kebingungan, sebuah cahaya kerlap-kerlip terbang ke arahku. Itu dua ekor lalat dengan ukuran jumbo. Cahaya kuning seperti neon berpendar dari pantat besarnya.
Lalat itu terus terbang mengelilingi. Kepakan sayapnya seperti mengajakku pergi ke suatu tempat. Mereka mengarahkan kemana aku harus jalan.
Di depan sana, aku melihat ujung dari lorong gelap ini. Tapi, apakah itu cahaya ungu? Cahaya yang berbentuk siluet dengan tangan membentang. Apakah dia bersiap menyambutku?
Meski ada sedikit rasa takut, aku tetap penasaran. Terus berjalan menuju cahaya ungu ditemani dua lalat yang seperti sepasang kekasih. Dua lalat itu saling berkejaran manja di atas kepalaku.
"Aaaaaaa!!!!"
Aku kaget, sesaat setelah berlari ke ujung lorong sambil membentangkan tangan, ternyata di depan sana sosok yang sedang menungguku adalah seekor kudanil. Kudanil dengan gaun ungu itu tersenyum padaku. Senyuman sepanjang penggaris 15cm itu berhasil membuatku hampir pingsan."Hey hey! Siapa ini yang membuat keributan, hah!?" Sebuah suara berat di belakang Kudanil itu membuatnya berbalik. Ia lalu tertawa renyah, segera menepi.
"Hohoho, kita kedatangan tamu istimewa Tuan hohoho..." Ketika Kudanil itu tertawa, entah mengapa aku menutup mulut. Ngeri melihatnya.
"Hm, kau siapa Anak Muda?" Sebuah moncong tiba-tiba menyentuh ujung hidungku. Dengan gerakan mata, aku bisa melihat lubang hidung besar milik Babi Hutan tepat berhadapan dengan hidungku.
"Huwaaa!!!!" Nafas baunya membuatku mundur seketika. Dunia apa ini?
"Hohoho kau membuatnya ketakutan! Minggir biar aku yang bicara."
"Kenapa semua hewan ini tidak masuk akal dan menyeramkan? Oh Ibu, tolong aku!" Batinku ketika Kudanil itu kembali mendekat.
"Bibi Palea, bedakmu sepertinya luntur." Sebuah suara lagi-lagi muncul dari belakang.
"Hohoho benarkah? Gawat, pesta sebentar lagi akan dimulai. Aku harus mencari Lean! Hohoho..."
Dug. Dug. Dug.
Kudanil itu berlari, langkah kakinya membuat tubuhku terbang lima senti ke udara. Setelah Kudanil Janda itu pergi hanya ada seekor kelinci putih di depanku.
"Namaku Zoora. Tadi itu Bibi Palea dan Tuan Kacai. Mereka pasti membuatmu ketakutan, iyakan? Hihi.." kelinci di depanku tertawa, dua gigi depannya menjuntai-juntai ke tanah.
Bukankah dia lebih menakutkan? Aku bergidik ngeri.
"Siapa namamu?"
"Bee"
"Baiklah Bee, mari kita temui Lean! Kita harus membuatmu terlihat cantik sekali malam ini." Zoora, kelinci putih yang sekarang menggenggam tanganku ini sama tingginya denganku. Aku, anak perempuan berusia 15 tahun dengan tinggi 140cm.
Zoora dan aku sampai di salon milik Lean. Lean, yang ternyata seorang rubah dengan mahkota besar di kepalanya itu tersenyum padaku. Zoora bilang, Lean dinobatkan sebagai dewi kecantikan di kota ini. Pantas saja dia memakai mahkota.
Aku sedikit nyaman dengan Zoora dan Lean. Usia kami sepertinya sama. Kami memilih baju dan sepatu sambil terus berlarian di salon Lean yang sangat luas. Lalu tiba-tiba sebuah ketukan terdengar.
"Ini Parvan dan Perven, mereka penjaga keamanan kota kami." Zoora memperkenalkan dua pasang buaya kepadaku. Dua buaya itu memakai baju khusus seperti satpam. Ada sayap kecil warna merah muda di punggung mereka.
"Mereka bisa terbang?" Tanyaku penasaran.
"Tentu saja, penjaga keamanan harus bisa semuanya." Zoora menjawab, Lean mengganguk.Dikotaku, buaya adalah pemangsa yang baik di air. Di kota ini, mereka bisa berjalan di darat dan terbang di udara. Tapi dijadikan penjaga keamanan? Tidak masuk akal!
"Zoora, pesta akan segera dimulai. Ajak temanmu itu berkumpul di Balai Kota!" Entah Parvan atau Perven yang berbicara, mereka terlahir kembar.
"Baik Komandan hihi" setelah menerima lambaian tangan Zoora, Parvan dan Perven kembali terbang. Mereka memberikan pengumuman ke setiap rumah.
"Berikan warna hijau untuk bibir Bee, itu cocok dengan gaun merahnya!" Aku terkejut dengan perkataan Lean. Tanganku langsung menutupi mulut, tidak rela bibirku di cat sama dengan bibir Kura-Kura yang tadi Lean dandani.
"Sudahlah, Bee sudah cantik dengan warna asli. Ayo!"
Malam ini adalah malam pergantian tahun. Kota ini selalu merayakannya di Balai Kota. Aku, Zoora dan Lean segera pergi menaiki Carr, mobil panjang dari kayu.
Meriah.
Kembang api diluncurkan ke langit, segera bertebaran begitu menembus udara. Suaranya yang memekakan telinga terkalahkan dengan rintik hujan cahaya yang dibuatnya. Aku bersorak kegirangan. Beberapa anjing di depan sana juga tampak ikut bersorak, sementara para ulat memilih menikmati teh panasnya.
Seorang gajah dengan piyama warna-warni berdiri diatas podium, dia menjadi pembawa acara malam ini. Lalat-lalat dengan pantat bercahaya mengelilinginya, membuat terang.
Sementara para penduduk mendengarkan sambutan Bapak Keleo -Singa bertanduk, yang tak lain adalah Walikota- seseorang tiba-tiba menepuk bahuku.
"Ini tahun 2020, apa harapanmu?" Monyet dengan wajah penuh jerawat itu bertanya, tangannya dengan anggun mengangkat cangkir teh.
"Heh?!" Aku yang tidak mengerti hanya bisa membuat mimik wajah bodoh.
"Apa harapanmu di tahun baru ini?" Monyet itu menyeruput teh. Matanya dengan tajam menatapku. Dari sela bibir hitamnya, air teh itu mengalir. Aku bisa melihat bibir yang terangkat ke atas, monyet itu tersenyum.
"Harapanku.." aku mulai menyusun kata, Monyet di depanku menggerakan alisnya. Ada jerawat batu disana.
Dorr!
Aku terkesiap.
Preeett..
Suara terompet mencapai indera pendengaranku. Aku bangun, mendapati diriku terbaring di atas kasur. Ternyata aku bermimpi tadi.
"Bee, Happy New Year!!" Oak, memeluk. Dia kakakku.
"Apa harapanmu tahun ini?" Oak bertanya, ada jerawat batu di atas alisnya. Membuat mataku melotot karena Oak terlihat mirip dengan Monyet di mimpiku barusan.-Kuningan 02Jan2020-

KAMU SEDANG MEMBACA
Kerikil Kata || CERPEN
Historia CortaAku tidak pandai merangkum. Kau coba baca saja sendiri. Aku menyimpan kenangan tentang seseorang dalam setiap bab di buku ini. Ku perbolehkan kau menyukainya💓 @Kuningan @Bandung