Di rumah sakit...
Dokter sedang memeriksa keadaan Danish. Karen senantiasa berdiri di samping putranya itu.
"Keadaan Danish sangat baik dibandingkan saat ia dibawa kemari. Jika kondisinya mulai stabil, maka besok Danish boleh pulang. Akan tetapi Danish harus segera mendapatkan donor sumsum tulang belakang demi kesembuhannya. Saya takut jika Danish akan down lagi untuk waktu yang dekat" ucap dokter Chintya seraya mengusap lembut puncak kepala Danish.
"Saya tengah mengupayakannya dokter. Aku yakin jika putraku akan sembuh"
"Saya suka dengan semangatmu, Karen. Semoga Tuhan mengabulkan semua permintaanmu. Baiklah, kalau begitu saya permisi. Semoga lekas sembuh dan selamat malam Karen. Jangan lupa untuk beristirahat. Kau selalu mengabaikan kesehatanmu jika berurusan dengan anakmu"
"Apa yang bisa saya lakukan, dok? Saya hanya terlalu menyayanginya"
"Jangan khawatir semua akan baik-baik saja. Tuhan memberikan cobaan pasti dengan jalan keluarnya. Percayalah..."
Dokter Chintya meremas pelan bahu Karen guna menyalurkan kekuatan pada wanita rapuh itu. Ia tahu Karen adalah wanita yang kuat, jauh lebih kuat dari yang terlihat.
"Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu" ucap dokter Chintya seraya tersenyum manis.
Karen membalas tersenyum lalu mengantar dokter Chintya sampai pintu. Setelah dokter Chintya meninggalkan ruangan, Karen segera menutup pintu kayu itu dan beranjak mendekati Danish.
"Bunda, kapan ayah akan datang lagi. Danish kangen sama ayah, bun" ucap bocah kecil itu seraya menekuk wajahnya.
"Ayah kan baru saja pulang, sayang. Ayah pasti akan datang lagi besok, sekarang Danish istirahat ya"
Danish menggelengkan kepalanya.
"Danish mau telpon ayah, bun. Danish mau ngucapin selamat malam untuk ayah. Apakah boleh?" ucapnya dengan tatapan sayu.Bagaimana bisa Karen menolak keinginan bocah itu? Apalagi dengan tatapan memohon yang ditunjukkannya itu. Tapi bagaimana mungkin, ia bahkan tak tahu nomor telepon Regan. Karen punya, tapi itu nomor lama. Apa mungkin nomor itu masih aktif? Mungkin saja Regan telah mengganti nomornya. Mungkin... Tapi apa salahnya mencoba bukan?
Karen tersenyum kikuk menanggapi ucapan putranya.
"Bunda akan mencoba menelpon ayah, tapi Danish harus janji, setelah itu Danish akan segera istirahat. Janji??"Danish menganggukkan kepalanya semangat.
"Ayeyey... Kapten" ucapnya girang.Karen mengambil handphone nya di atas nakas. Ia mencari kontak di gawainya itu. Setelah menemukannya, ia menekan tombol hijau dan meletakkan benda persegi panjang itu di telinganya. Karen menggigit bibir bawahnya. Entah mengapa dirinya sangat gugup saat ini.
Panggilannya tersambung. Karen mengusap dahinya yang berkeringat. Entah alasan apa yang akan dikatakannya ketika Regan mengangkat teleponnya nanti. Ayolah, Karen. Kenapa kau harus bingung, kau tinggal mengatakan jika Danish ingin berbicara dengan ayahnya. Mudah saja bukan?
"Halo.." suara orang di seberang telepon.
"Ha....Halo, Re. Apa aku mengganggumu?"
"Tidak, sama sekali tidak. Apa ada hal yang serius. Apa terjadi sesuatu pada Danish"
"Tidak, Danish baik-baik saja. Maafkan aku sebelumnya telah menelponmu malam-malam begini. Sebenarnya, Danish ingin berbicara padamu, ia tidak mau tidur jika tidak berbicara padamu" ucap Karen.
"Baiklah, mana jagoanku itu. Aku juga sangat merindukannya, dan tentu saja aku juga merindukan ibunya"
Pipi Karen berubah seperti kepiting rebus saat ini. Karen tersenyum malu. Untunglah, Regan tidak ada di hadapannya saat ini. Kalau ada, mungkin Karen akan mati gaya, tentu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Dari Sahabatku (E N D) ✅
RomanceRegan Dioca Atmadja, pria tampan yang harus rela memenuhi permintaan terakhir sang sahabat untuk menikahi tunangan sahabatnya, Karen Veronica Gustina. Seiring berjalannya waktu, benih-benih cinta mulai tumbuh di antara keduanya. Lika-liku perjalanan...