Regan sudah siap dengan setelan kantornya. Senyum terus mengembang di wajah tampannya. Sudah lama sekali lengkungan bibir itu tak nampak di sana. Sorot mata yang biasanya menampakkan tatapan tajam dan terluka tergantikan dengan sorot bahagia yang terpancar dari netranya.
Regan menuruni anak tangga dengan langkah lebarnya, jangan lupakan tangan kanannya yang berada dalam saku celana. Hari ini dirinya terlihat sangat berbeda. Kemeja navy dipadukan dengan jas berwarna hitam dan dasi yang senada. Bulu-bulu halus yang kemarin masih ada di rahang kokohnya itu telah tiada. Kaca mata yang bertengger di hidung mancungnya menambah kesan tampan di dirinya.
Regan berjalan ke arah ruang makan. Dilihatnya perempuan kecil yang selama ini ingin dihindarinya itu duduk manis di meja makan dengan sepiring roti dan segelas susu di hadapannya. Jangan lupakan senyuman manis yang ia arahkan kepadanya.
"Selamat pagi, Ayah. Bagaimana kabar ayah hari ini?" sapanya.
Regan tak ada niatan untuk menjawabnya. Ia langsung mengambil kursi yang jauh dari Aleya duduk. Regan bahkan tak mau berdekatan dengan putrinya itu. Terbesit rasa sakit di hati Aleya. Sudah biasa jika dirinya diacuhkan oleh ayahnya itu. Menangis? Ingin rasanya Aleya melakukan itu. Tapi apa yang akan didapatkannya. Sebuah pelukan dari ayahnya yang menenangkannya? Hanya dalam mimpi.
Aleya tak tahu apa kesalahannya hingga ayahnya sendiri membencinya. Tapi Aleya tahu, ayahnya adalah pria yang baik. Aleya yakin jika suatu saat pasti ia akan mendapatkan kasih sayang yang selama ini didambakannya dari ayahnya itu.
"Selamat pagi, Re. Bagaimana kabarmu hari ini?" ucap seorang wanita paruh baya yang berjalan ke arah meja makan sambil membawa secangkir kopi untuk putranya itu.
"Mama lihat kau sangat bahagia. Apa alasan anak mama ini tersenyum? Tumben sekali"
"Tak ada, Ma. Regan hanya merasa bahagia saja" jawabnya seraya tersenyum.
"Baiklah...." ucap mama Regan dengan senyuman lebar di wajahnya. Sudah lama sekali dirinya tak melihat bibir itu melengkung semenjak kepergian Karen. Entah alasan apa yang membuat putranya itu tersenyum. Yang terpenting, mama Regan sangat bersyukur akan hal itu. Semoga Tuhan memberikan kebahagian pada putranya.
"Re, mama boleh minta tolong padamu?"
"Tentu saja, Ma. Memang apa yang bisa Regan bantu?"
"Hari ini mama ada janji dengan teman mama. Biasa urusan ibu-ibu, jadi apakah kamu bisa mengantar Aleya ke sekolahannya?"
"Tidak. Kenapa harus Regan yang mengantarnya. Mama kan bisa menyuruh supir"
"Itu dia masalahnya. Mama menyuruh supir untuk mengantar mama. Lagian kantor kamu kan searah dengan sekolahan Aleya. Please.. mama mohon padamu. Jika mama yang mengantarnya, mama takut jika mama akan telat nanti. Okay...?"
Regan menghela napas kasar. Ia tak berani menolak perintah ibu yang melahirkannya. Mau dicap jadi anak durhaka dirinya? Tidak.
"Baiklah, Regan akan mengantarnya ke sekolah hari ini. Tapi hanya untuk hari ini. Titik"
Aleya sangat senang mendengarnya. Untuk pertama kalinya ia akan pergi sekolah dengan diantar oleh ayahnya. Terima kasih Tuhan. Ucapnya dalam hati.
"Oh my son, thank's for that. Kamu sangat membantu mama. Dan jangan lupa kau juga harus menjemputnya nanti. Baiklah, mama pergi dulu"
Regan ingin menyangkal ucapan mamanya tapi sebelum itu, mamanya itu telah pergi meninggalkannya. Regan menatap ke arah putrinya yang sedang tersenyum lebar ke arahnya.
"Habiskan makananmu, aku tak ingin datang terlambat ke kantor hanya karena dirimu"
Aleya hanya mengangguk dan melanjutkan makannya. Regan menatap ke arah Aleya dengan ekor matanya. Terbesit rasa bersalah dalam dirinya. Dia tahu kalau Aleya tak bersalah. Tapi entah mengapa saat dirinya melihat manik hitam legam itu, ia akan teringat dengan wanita itu. Ia akan teringat dengan pengkhiatannya. Pengkhianatan yang menyebabkan dirinya kehilangan separuh jiwanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/131878856-288-k333297.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Dari Sahabatku (E N D) ✅
RomanceRegan Dioca Atmadja, pria tampan yang harus rela memenuhi permintaan terakhir sang sahabat untuk menikahi tunangan sahabatnya, Karen Veronica Gustina. Seiring berjalannya waktu, benih-benih cinta mulai tumbuh di antara keduanya. Lika-liku perjalanan...