14. Taruhan

38 6 0
                                    

Saat Maura melangkahkan kaki di depan ruang BP, ia melihat dua lelaki  yang baru saja keluar dari sana. Dua lelaki itu sudah tidak asing lagi baginya, yaitu Farrel dan Brayn. Dalam benaknya bertanya tanya, ada apa dengan mereka? Apakah mereka membuat masalah? Ataukah mereka berkelahi seperti kemarin?

Gadis itu tidak menghiraukan keberadaan Brayn, yang sekarang ada disebelahnya.

"Kenapa lagi?" Tanya Maura kepada Farrel.

"Ga kenapa napa." Farrel pun langsung menggandeng tangan Maura, dan membawanya pergi tanpa memperdulikan Brayn.

Begitu juga dengan Maura, yang sama sekali tidak melirik Brayn, ataupun menyapa satu sama lain.

"Berantem lagi ya." Tebak Maura.

"Hmm."

"Kenapa sih, gak bisa lepas dari berantem?" Tanya Maura dengan tatapan nanar.

"Dia duluan."

"Itu sudut bibir lo robek, gak sakit?" Ucap Maura gemas melihat kelakuan temannya, yang mungkin berkelahi sudah menjadi rutinitasnya setiap hari.

"Keren kan." Jawab Farrel, dengan wajah tengilnya.

"Astagaa! Bibir robek lo bilang keren?" Ucap Maura tidak santai.

"Iyaa, gue kan cowok, masa gak ada sejarah bibir robek sih. Kan gak seru." Jawab Farrel ngawur, membuat Maura stress akan jawabannya.

"Lo tuh mikir apasih Rel?"

"Sumpah gue gak bisa mikir, gue laper." Farrel meringis kelaparan.

"Yaudahh, ayo ke UKS dulu ah." Maura menarik tangan Farrel dan memaksanya untuk menuju UKS.

"Ngapain sii, nanti juga sembuh sendiri." Jawab Farrel enteng.

"Ngeyel ya lo! Nurut sama gue."

Akhirnya Farrel pun menuruti permintaan Maura. Baginya, bibir robek adalah hal yang sudah biasa dialaminya, sejak SMP, sampai sekarang.

..

"Raa." Panggil Farrel.

"Diem duluu, lagi di obatin." Maura menuangkan obat merah ke permukaan kapas putih, lalu di oleskan ke sudut bibirnya.

"Aduhh, sakit. Pake perasaan dong." Keluh Farrel.

"Makanya, kalo gak mau sakit, jangan berantem terus!"

"Dibilang dia duluan."

"Ya gak usah di ladenin, bisa kan?"

"Yaudahh, emang dari dulu sukanya berantem, mau gimana lagii." Ucap Farrel yang masih tak mau kalah debat dengan Maura.

"Lo tuh harus bisa mengontrol emosi."

"Gue—" Ucapan Farrel terputus, datanglah Brayn seorang diri.

"Huh.. bisa kena sial lagi gue, kalo ketemu ni cowok."  Ucap Brayn, yang baru saja memasuki ruang UKS.

Farrel yang mendengar Perkataan itu pun langsung bertindak, dan tidak tinggal diam. Ia meraih kerah seragam Brayn, dan mendorongnya sampai terjatuh.

"MAKSUD LO APA?!" Brayn yang tak mau kalah pun membalasnya dengan sebuah pukulan.

"JAGA MULUT LO SAMPAH!!! Bentak Farrel dengan nafas yang tersengal.

"GUE BUKTIIN DI SINI, KALO GUE BUKAN PENGECUT!!" Farrel mendorong Brayn sampai tersudut ke ujung tembok.

Maura hanya terdiam, dan tidak tau apa yang harus ia lakukan. Dua lelaki itu sama sekali tidak berhenti berkelahi. Apa mereka tidak menyadari kalau ini bukan tempat untuk berkelahi, melainkan tempat untuk orang yang sedang sakit.

M A U R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang