Pagi ini, cuaca sangat tidak mendukung. Awan gelap sudah menutupi matahari yang baru saja terbit dari timur. Rintik hujan perlahan semakin berjatuhan ke permukaan tanah. Berkali kali Maura menggosokkan kedua telapak tangannya agar kehangatan tercipta, tetapi hal yang ia lakukan tak membuahkan hasil.
Maura memekik, saat merasakan ada jaket abu abu yang menempel pada tubuhnya. Ia pun segera menolehkan kepalanya ke belakang, terdapat sosok Brayn yang kini mengenakan baju lengan pendek berwarna hijau Army. Maura hendak melepas jaket itu dari tubuhnya, tetapi Brayn menahan agar jaket itu tetap ada pada permukaan tubuhnya.
"Pake, jangan dilepas." Pintanya.
"Tapi lo—" Potong Brayn, membuat Maura harus menghentikan ucapannya.
"It's ok Ra."
Maura menelan saliva nya dengan gugup. Jantungnya kembali berdegup lebih kencang, seperti kemarin. Entah mengapa, hal ini terjadi hanya saat ada Brayn di sisinya. Kenapa lelaki itu selalu membuat jantungnya berdegup lebih kencang dan tak beraturan.
Astagaa ni cowok jenis spesies apa sih?
"Thanks yaa."
Brayn tersenyum lalu mengelus surai hitam Maura.
..
"Duduk lo!" Ghea mendorong Maura, sampai terjatuh ke ujung tembok.
"Puas sayang, kemaren bisa berduaan sama Brayn!?" Tangan Ghea mengepal kuat.
"Harus gue bilang berapa kali sih? Lo punya kuping kan? Seharusnya kalo orang yang waras, di kasih tau sekali langsung ngerti, anjing aja dibilangin ngerti, masa lo nggak? Bodoh!!"
"Gue bilangin sekali lagi. BRAYN ITU PUNYA G-U-E." Ghea mendekatkan wajahnya, dan berucap dengan penuh penekanan.
"Maaf ka, apa yang kaka lakuin ke gue ini emang jahat. Tapi disini gue gak bakal tinggal diem, kita ini hanya beda umur, bukan beda nyali."
"Wawww, emang bener sihh yaa... Tapi kayanya lo lebih pantes deh dapet ini."
Plakk
Maura meringis, memegang pipi kirinya yang kini terlihat sangat jelas bekas merah, karena tamparan dari Ghea. Sedangkan Natasya dan Viona sudah siap untuk mengikatnya dengan tali, yang sudah mereka bawa. Gadis itu mulai teriak meminta pertolongan, tetapi hal itu terbuang sia sia, karena tempat ini jauh dari keramaian.
"Percuma adikku sayang, lo teriak teriak sampe urat nadi lo putus juga gak bakal ada yang dateng!" Ghea menyilangkan kedua tangan nya di depan dada.
"Yu ahh balik." Ghea berjalan menuju pintu, diikuti oleh Natasya dan Viona.
Belum sempat tangan nya bergerak menuju kenop pintu, ternyata pintu itu telah terbuka lebih dulu. Terlihatlah Brayn, Riko, Naya, dan juga Farrel yang sedari tadi merekam jelas apa yang telah mereka lakukan kepada Maura. Ghea, Natasya dan Viona pun terkejut dan melangkah mundur saat melihat kedatangan mereka.
"Waww, kalian lagi apa disini? Ikutan dong kakak kakak." Ucap Brayn, menatap wajah Ghea, Natasya dan Viona secara bergantian.
Ghea membulatkan matanya "ko kalian semua bi—bisa ada disini?" Ucap Ghea terbata bata.
"Kaget ya. Makanya, lain kali kalo mau ngebully orang, tempatnya yang aman, dan jangan sampe satu orang pun tau." Ucap Naya, yang kini tengah melepas tali, yang melingkari tubuh sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
M A U R A
Ngẫu nhiên"Buru buru banget sih, emang nya gak kangen sama pacar?" Ucap Brayn, sengaja menggoda gadisnya. "Ihh! Kamu suka banget sih godain aku" Omel Maura, diiringi tawa. "Emang. Godain kamu itu rutinitas aku sekarang" "Mana ada rutinitas godain orang" "Kam...